Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilmu Psikologi Dihadapan Dunia yang Senantiasa "Up to Date"

5 April 2018   11:42 Diperbarui: 5 April 2018   11:57 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah sejak wifi bertebaran di mana-mana dunia tak lagi sama? Sebagaimana kehadiran wifi di berbagai tempat, informasi pun hadir kapan saja, dibuat dalam tempo sesingkat-singkatnya dari berbagai tempat nan jauh di mata. Keadaan yang berkelimpahan informasi ini di satu sisi merupakan anugerah, tetapi di sisi lain terdengar bak alarm peringatan sebelum 'tanggul jebol'. 

Salah satu anugerah tersebut kini tumbuh sebagai ilmu data. Data akan menjawab segala persoalan sejauh ketersediaannya, termasuk membantu individu memahami dirinya sendiri -- melalui data-data aktivitas media sosial salah satunya. Atau mungkin juga data malah yang menentukan seseorang untuk menjadi apa dan siapa dirinya. Berangkat dari beberapa persoalan tersebut, penulisan essai ini ditujukan untuk mengeksplorasi bagaimana data yang melimpah dapat dimanfaatkan, dan seperti apa kontribusinya bagi keilmuan psikologi. Mari kita periksa seperti apa bagian bawah gunung es yang bernama 'Big Data' ini!

Ilmu data merupakan penggabungan dari komputerisasi, matematika terapan, dan kemampuan substantif (Situngkir, 2016), yang bertujuan untuk mendapat wawasan dari pemprosesan data (Grus, 2015). Kemampuan substantif yang dimaksud terkait dengan komputasi dan matematika terapan, yaitu pemprograman (umumnya menggunakan Python) dan metode statistik. Secara bersama-sama, melalui komputasi dan pemprograman data yang diteliti diproses melalu simulasi dan eksperimen, lalu dihasilnya divisualisasikan.

Data yang menjadi 'bahan mentah' di sini dapat diperoleh dari berbagai instansi resmi sampai dengan aktivitas dalam media sosial (like, status, tweet). Bentuk data pun tidak melulu berupa angka atau teks, namun dapat berupa gambar, rekaman suara, dan video. Contoh data yang dimaksud misalnya hasil pemilihan, postingan facebook, corak batik, rekaman CCTV ataupun vlog.

Sekali lagi, terlihat bahwa di masa kini data yang diperlukan dapat diakses dengan mudah dan senantiasa bertambah ketersediaannya. Kondisi ini diistilahkan sebagai big data yang didefinisikan melalui 3V (Berman, 2013), yaitu volume, kuantitas data; variety,keberagaman format dan bentuk data, misal gambar, teks, dan audio; dan velocity,perubahan konten data karena adanya perbandingan dengan data sebelumnya atau data baru. Untuk dapat disebut sebagai big data, suatu sumber data harus memenuhi ketiga kriteria 'v' tersebut. Adapun 'v' lain yang dikenal sebagai veracity, kerancuan bawaan dalam data dalam bentuk sampah, kesalahan, ataupun derau (Situngkir, 2016).

Sumber data yang tergolong sebagai big datatampak seperti tambang emas bagi ilmuwan data. Selayaknya penambang, ilmuwan data menggali dan menyaring input-input data melalui data mining, ekstraksi data dari berbagai sumbernya melalui serangkaian prosedur tertentu (Han & Kamber, 2000). 

Proses data mining merupakan bagian sentral dalam knowledge discovery, proses pemerolehan pengetahuan melalui ekstraksi dari data yang tidak diketahui sebelumnya secara non-trivial (Bramer, 2013). Data yang akan diproses melalui data mining terlebih dahulu diseleksi dari penyimpanan data, dengan hasil berupa penemuan pola tertentu dari beragam data. Penerapan dari proses data mining dapat berupa visualisasi kondisi media sosial saat masa kampanye ataupun apa kebutuhan pokok yang menjadi prioritas masyarakat.

Di samping berbagai peluang yang ditawarkan ilmu data dan manfaatnya, adapun masalah yang ditimbulkan kondisi big data. Salah satunya big data hubris, anggapan tersirat kalau big data dapat menggantikan pengumpulan data secara konvensional (Lazer, Kennedy, King, & Vespignani, 2014). Salah satu contohnya terjadi pada penerapan Google Flu Trend (GFT), di mana big datadan small datadipaksakan untuk dapat memprediksi epidemik flu tanpa mempertimbangkan perbedaan struktural datanya.  

Selain soal pengumpulan data, kuantitas data itu sendiri sampai tingkat tertentu menjadi masalah. Kelebihan data untuk diolah malah menghambat penelitian itu sendiri. Salah satunya terjadi pada National Security Agency (NSA) yang melakukan monitoring aktivitas internet secara masif demi menjaga privasi pemilik akun, namun yang terjadi malah kehilangan kategori data yang semestinya dilindungi (Eisold, 2013). Dengan berkaca dari kasus tersebut, apa yang perlu diperhatikan adalah konteks dan kemampuan untuk memanajemen program yang diiringi dengan pemahaman pada alat yang akan digunakan.

Masalah lain yang berdampak langsung pada masyarakat salah satunya terjadi karena data mining ilegal yang dilakukan oleh Cambridge Analytica (Heflick, 2018). Data mining tersebut dilakukan pada pengguna facebook dengan cara mengambil berbagai informasi seperti apa saja yang disukai oleh pengguna, membuat profil kepribadian berdasarkan data tersebut, dan mendorong pengguna untuk memberi dukungan suara kepada Donald Trump. Dorongan tersebut dilakukan melalui pemasangan iklan dan promosi yang sengaja diarahkan melalui manipulasi algoritma facebook, propaganda terselubung.

Di samping kedua contoh permasalahan tersebut, terdapat beberapa contoh lain mengenai apakah data akan membantu kita memahami dunia dan diri sendiri, atau malah menentukan akan menjadi apa kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun