Pengenalan isu:
Keputusan Komisi Pemilihan Umum atau (KPU) menetapkan Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih Negara Indonesia untuk periode tahun 2024-2029 menggantikan Joko Widodo (Jokowi) di tengah kondisi global yang bergejolak.
Memasuki era pemerintahan baru Prabowo Subianto, proyeksi ekonomi global masih dipenuhi dengan ketidakpastian, yakni bagi negara-negara berkembang.
rangkaian argumentasi:
Menurut proyeksi Dana Moneter Internasional atau (IMF), ekonomi dunia diproyeksikan akan tumbuh sebesar 3,2% pada tahun 2024 dan 2025, dengan kecepatan yang relatif stabil seperti pada tahun sebelum sebelumnya
Adapun, proyeksi ini naik dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang dipatok sebesar 3,1% pada Januari lalu. Inflasi yang melambat setelah mencapai puncaknya pada tahun lalu memberikan dampak dampak pada pertumbuhan tahun ini.
Kendati secara perekonomian global masih relatif stagnan, namun beberapa hal ini patut menjadi perhatian karena bisa berdampak bagi perekonomian di Indonesia juga.
1. Panasnya Politik AS
Saat Prabowo Subianto dilantik menjadi presiden pada Oktober, kondisi politik di Amerika Serikat (AS) diperkirakan sedang panas-panasnya. Amerika Serikat (AS) akan menggelar pemilu legislatif dan presiden pada 5 November mendatang atau berselang sekitar 15 hari dari pelantikan Prabowo.
Panasnya perpolitikan Amerika Serikat akan berdampak banyak, terutama kepada stabilitas pasar keuangan global. Ada dua kandidat terkuat presiden Amerika Serikat yang saat ini menghiasi pemberitaan yakni petahana Joe Biden hingga mantan Presiden Donald Trump.
Jika proses pemilu tidak berjalan mulus atau kandidat presiden yang terpilih tidak sesuai keinginan pasar, maka pasar keuangan bisa bergejolak seperti halnya pada 2016 saat Donald Trump terpilih.
Sebagai negara super power, hasil pemilu Amerika Serikat ini tentu saja akan berdampak kepada peta geopolitik global, termasuk dengan Negara China.
Berlangsungnya pemilu Amerika Serikat ini juga diperkirakan akan berimplikasi terhadap inflasi Paman Sam. Inflasi Amerika Serikat dikhawatirkan sulit turun hingga penyelenggaraan pemilu nanti. Kondisi ini akan menahan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga sebelum pemilu.
Kondisi ini tentu saja berimplikasi kepada peminat investor asing di Emerging Markets, seperti Indonesia. Jika kondisi politik Amerika Serikat panas dan inflasi mereka tak juga turun maka bukan tidak mungkin investor asing akan memilih menepi dulu dari Indonesia.
Jika situasi ini menjadi kenyataan maka rupiah bisa melemah. Padahal, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah dalam tren penurunan belakangan ini.
2. Proyeksi Perekonomian China dan India Menurun
Di tengah proyeksi perekonomian negara maju sedang mengalami kenaikan, namun berbeda halnya dengan negara berkembang, seperti contohnya Indonesia yang cenderung relatif menurun. Kondisi ini diperkirakan masih akan tetap berlanjut hingga akhir tahun nanti atau ketika Prabowo Subianto dilantik pada 20 Oktober mendatang hingga di awal pemerintahannya.
Negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang dari sebesar 4,3% pada 2023 diperkirakan menjadi sebesar 4,2% pada tahun 2024 dan 2025.
Salah satu pemberat emerging market yakni Negara China dan Negara India yang diproyeksikan  akan tumbuh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2023 yakni masing-masing sebesar 4,6 % dan 6,8 % pada tahun 2024
Secara year to date/ytd hingga Jumat (03/mei/2024), rupiah terdepresiasi sebesar 4,4% dan sempat menyentuh titik terendahnya di angka Rp16.250/US$.
penegasan kembali:
Penurunan rupiah ini tak lepas dari kebutuhan dolar Amerika Serikat yang meningkat dari dalam negeri untuk pembayaran dividen serta kuatnya ekonomi Amerika Serikat yang pada akhirnya membuat indeks dolar AS (DXY) mengalami kenaikan yang signifikan bahkan hingga menembus angka sebesar 106.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) pun semakin memudar di tengah data-data ekonomi Amerika Serikat tidak mendukung untuk penurunan suku bunga tersebut.
Begitu pula dengan Bank Indonesia (BI) yang pada awalnya akan memangkas suku bunganya di semester kedua pada tahun 2024, namun justru menaikkan suku bunga pada Rabu (24/april/2024) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%.
Dampak lemahnya rupiah ini akan berdampak kepada semakin beratnya beban pemerintah dalam membayar utang berbasis dolar Amerika Serikat serta biaya impor dalam mata uang asing akan semakin membesar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H