Kondisi ini tentu saja berimplikasi kepada peminat investor asing di Emerging Markets, seperti Indonesia. Jika kondisi politik Amerika Serikat panas dan inflasi mereka tak juga turun maka bukan tidak mungkin investor asing akan memilih menepi dulu dari Indonesia.
Jika situasi ini menjadi kenyataan maka rupiah bisa melemah. Padahal, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah dalam tren penurunan belakangan ini.
2. Proyeksi Perekonomian China dan India Menurun
Di tengah proyeksi perekonomian negara maju sedang mengalami kenaikan, namun berbeda halnya dengan negara berkembang, seperti contohnya Indonesia yang cenderung relatif menurun. Kondisi ini diperkirakan masih akan tetap berlanjut hingga akhir tahun nanti atau ketika Prabowo Subianto dilantik pada 20 Oktober mendatang hingga di awal pemerintahannya.
Negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang dari sebesar 4,3% pada 2023 diperkirakan menjadi sebesar 4,2% pada tahun 2024 dan 2025.
Salah satu pemberat emerging market yakni Negara China dan Negara India yang diproyeksikan  akan tumbuh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2023 yakni masing-masing sebesar 4,6 % dan 6,8 % pada tahun 2024
Secara year to date/ytd hingga Jumat (03/mei/2024), rupiah terdepresiasi sebesar 4,4% dan sempat menyentuh titik terendahnya di angka Rp16.250/US$.
penegasan kembali:
Penurunan rupiah ini tak lepas dari kebutuhan dolar Amerika Serikat yang meningkat dari dalam negeri untuk pembayaran dividen serta kuatnya ekonomi Amerika Serikat yang pada akhirnya membuat indeks dolar AS (DXY) mengalami kenaikan yang signifikan bahkan hingga menembus angka sebesar 106.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) pun semakin memudar di tengah data-data ekonomi Amerika Serikat tidak mendukung untuk penurunan suku bunga tersebut.
Begitu pula dengan Bank Indonesia (BI) yang pada awalnya akan memangkas suku bunganya di semester kedua pada tahun 2024, namun justru menaikkan suku bunga pada Rabu (24/april/2024) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%.
Dampak lemahnya rupiah ini akan berdampak kepada semakin beratnya beban pemerintah dalam membayar utang berbasis dolar Amerika Serikat serta biaya impor dalam mata uang asing akan semakin membesar.