Mohon tunggu...
Fadzilah Arisyandi
Fadzilah Arisyandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teladan

Mahasiswa jurusan sejarah Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Revolusi Pertempuran Lima Hari di Semarang (Peristiwa dan Tokohnya)

28 November 2021   15:05 Diperbarui: 28 November 2021   15:08 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PERTEMPURAN LIMA HARI DI SEMARANG

Pendahuluan

Pertempuran lima hari di Semarang merupakan sebuah serangkaian peristiwa pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia yang melibatkan rakyat Indonesia melawan tantara Jepang pada tanggal 15-19 Oktober 1945 atau pada masa transisi kekuasaan Belanda. Pertempuran 5 hari di Semarang meledak karena ditembaknya dr. Kariadi dan larinya para tawanan Jepang. 

Peristiwa pertempuran 5 hari di Semarang ini setidaknya menelan sebanyak kurang lebih 2000 korban jiwa rakyat Indonesia dan 850 korban jiwa tantara Jepang. Pada mulanya tersebar adanya isu cadangan air minum masyarakat di daerah Candi diracuni oleh tantara Jepang. Karena tidak terima akan hal tersebut lalu para pemuda dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terjadi bentrok melawan tantara Jepang. 

Dalam pertempuran 5 hari di Semarang tersebut menewaskan seorang dokter yaitu dr. Kariadi yang sekarang nama beliau dijadikan nama salah satu rumah sakit di Kota Semarang.

Dalam peristiwa rangkaian sejarah kemerdekaan Indonesia setelah kalahnya Jepang dari Sekutu di perang dunia II, terjadi pertempuran 5 hari di Semarang yaitu pada tanggal 15-19 Oktober tahun 1945. Pertempuran 5 hari ini melibatkan sisa-sisa pasukan tantara Jepang di Indonesia dengan TKR. TKR adalah Tentara Keamanan Rakyat sebelum namanya diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia di kumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, masih banyak tantara jepang yang masih bertinggal di Indonesia karena belum bisa pulang ke negaranya. Pada saat itu pasukan Belanda dan sekutu datang lagi ke Indonesia dengan maksud dan tujuan melucuti senjata dari tantara Jepang dan memulangkan mereka ke negara asalnya. 

Pada 14 Oktober 1945. Saat itu, mereka berencana memindahkan mereka ke Semarang, namun lolos dari pengawalan penjags. Para mantan serdadu Jepang yang jumlahnya sebanyak ratusan orang melakukan perlawanan hingga dapat melarikan diri menuju daerah Jatingaleh. Mereka yang melarikan diri akhirnya bergabung dengan Batalion Kidobutai yang dipimpin oleh Mayor Kido di Jatingaleh.

Proses Terjadinya Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang

Terjadinya peristiwa pertempuran lima hari di Semarang berawal sejak tanggal 1 Maret 1942 adalah saat dimana Jepang masuk ke Indonesia. Lalu pada 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, sejak saat itu Indonesia dikuasai oleh Jepang. Setelah tiga tahun menguasai Indonesia, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan Hisrosima oleh  Amerika Serikat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. 

Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Indonesia memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Penyebab utama kemarahan pemuda Indonesia dalam proses pemindahan tahanan Jepang dari daerah Cepiring ke Bulu adalah karena melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Kido yang dipimpin oleh Jenderal Nakamura dan Mayor Kido. Saat itu, pasukan Kido memiliki sekitar 2000 tentara. Pasukan ini terkenal akan keberaniannya, maka dari hal tersebut para tawanan yang kabur memutuskan untuk bergabung dengan kido butai untuk mencari perlindungan di daerah Jatingaleh.

Setelah peristiwa larinya para tawanan Jepang ini, para pemuda Indonesia mendapatkan instruksi bahwa mendapat perintah untuk mencegat setiap mobil Jepang yang melintas di depan RS Purusara. Mereka juga menyita mobil dan beberapa senjata yang dibawa. Lalu para pemuda Indonesia melakukan operasi untuk mencari tawanan Jepang yang kabur selanjutnya akan dimasukkan ke dalam penjara Bulu. 

Malam harinya sekitar pukul 18.00 WIB terdapat tantara Jepang dengan seragam serta senjata yang lengkap menyerang dan melucuti senjata para polisi istimewa yang bertugas menjaga sumber air minum untuk warga Kota Semarang di daerah Candilama yang bernama Reservoir Siranda. Terdapat 8 polisi yang mereka tangkap dan disiksa lalu dibawa ke markas kido butai di Jatingaleh. Keesokan harinya tersebar isu bahwa tantara Jepang meracuni sumber mata air satu-satunya untuk warga Kota Semarang tersebut. 

Hal itu membuat kegelisahan warga setempat dan memicu kemarahan para pemuda Indonesia. Untuk memastikan kebenaran berita tersebut, dr. Kariadi yang menjabat sebagai kepala RS Purusara melakukan pemeriksaan kepada reservoir siranda yang dikabarkan diracuni tantara Jepang tersebut karena dikabari oleh Kepala Laboratorium Purusara. dr. Kariadi memutuskan untuk cepat mendatangi lokasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap sumber air tersebut dalam keadaan yang sangat berbahaya karena sebelumnya tentara Jepang melakukan penyerangan di jalan-jalan menuju reservoir siranda tersebut. drg. Soenarti istri dari dr. Kariadi sudah menahan sang suami untuk mengurungkan niatnya karena saat itu masih dalam keadaan genting, naming dr. Kariadi tetap kekeh akan memeriksa reservoir tersbut karena menyangkut ribuan nyawa warga Kota Semarang. 

Dalam perjalanan menuju lokasi, mobil yang dikendarai tentara pelajar yang membawa dr. Kariadi dicegat oleh tentara Jepang. Lalu tentara Jepang menembak dr. Kariadi secara keji, sampai nyawanya tak tertolong setelah dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Beliau gugur pada usia 40 tahun 1 bulan.

Pertempuran lima hari di kota Semarang terjadi di beberapa tempat, antara lain di depan Kintelan, Pandanaran, Jomblang dan Lawang Sewu. Pertempuran berhenti ketika Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro dan pimpinan TKR berunding dengan komandan Jepang. Brigadir Bethel ikut serta dalam perundingan tersebut pada 20 Oktober 1945. Lalu pasukan sekutu melucuti senjata para tentara Jepang dan menawannya.

Tokoh Dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang

Tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut antara lain yaitu, dr. Kariadi dan istrinya drg. Soenarti. Beliau gugur pada saat akan memeriksa sumber air di Kota Semarang bernama Siranda Reservoir yang diduga diracuni oleh tentara Jepang. Beliau sebagai kepala RS Purusara merasa memiliki tanggung jawab akan hal tersebut karena menyangkut ribuan nyawa warga Kota Semarang. 

Lalu ada Mr. Wongsonegoro yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Beliau yang mengadakan perundingan gencatan senjata dengan pihak Jepang yang membuat pertempuran tersebut berakhir. Beliau juga sempat ditahan oleh Jepang Bersama Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta. Selanjutnya Mayor Kido, ia adalah pimpinan dari batalion kido butai yang bermarkas di Jatingaleh. 

Lalu ada Kasman Singodimejo yang menjadi perwakilan pada saat perundingan dari pihak Indonesia. Dan Perwira tinngi Jenderal Nakamura yang ditangkap oleh TKR di Magelang. Dalam pertempuran tersebut juga melibatkan beberapa pasukan yang turun di medan perang antara lain, BKR Darat yang terdiri dari Resimen 21 dan Resimen 22, BKR laut, BKR udara, Polisi Istimewa, Laskar AMRI dan Laskar Pesindo dari pihak Indonesia. Serta dari pihak Jepang yaitu, Batalion Kido Butai, Batalion Yagi, Kompi Sato, dan sipil yang dipersenjatai.

Kesimpulan

Setelah tiga tahun menguasai Indonesia, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan Hisrosima oleh  Amerika Serikat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Indonesia memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. 

Penyebab utama kemarahan pemuda Indonesia dalam proses pemindahan tahanan Jepang dari daerah Cepiring ke Bulu, lalu di tengah perjalanan mereka melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Kido Butai yang berada dalam pimpinan Jendral Nakamura dan Mayor Kido. Pasukan ini terkenal akan keberaniannya, maka dari hal tersebut para tawanan yang kabur memutuskan untuk bergabung dengan kido butai untuk mencari perlindungan di daerah Jatingaleh. 

Mereka juga menyita mobil dan beberapa senjata yang dibawa. Lalu para pemuda Indonesia melakukan operasi untuk mencari tawanan Jepang yang kabur selanjutnya akan dimasukkan ke dalam penjara Bulu. Pertempuran berhenti ketika Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro dan pemimpin TKR berunding dengan komandan Jepang. Lalu pasukan sekutu melucuti senjata para tentara Jepang dan menawannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun