Mohon tunggu...
Rifadz Palinggam Djati
Rifadz Palinggam Djati Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Pergantian Musim

Menulis apa adanya tentang sesuatu yang ada apa-apanya. \r\n\r\nPernah aktif menjadi blogger tahun 2007-2008 kemudian beralih ke facebook group. Menyenangi kegiatan dokumentasi dan analisa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Swarnadwipa Silang Budaya

25 Oktober 2009   02:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:32 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerajaan Mandala Holing dan Penyerangan Majapahit

Kerajaan kedua di Sumatera di didirikan di Pidoli Dolok di kenali sebagai kerajaan Mandala Holing artinya kawasan orang-orang Keling. Pada masa itu mereka masih beragama Hindu memuja Dewa Siva. Di abad ke 13, Kerajaan Majapahit telah menyerang ke Lamuri dan Mandailing. Sekali lagi kerajaan Mandala Holing ini telah di bumi hangus dan hancur. Penduduk yang tidak dapat di tawan telah lari kehutan dan bercampur-gaul dengan penduduk asli. Lalu terbentuklah Marga Pulungan artinya yang di kutip-kutip. Di abad ke-14 dan ke 15, Marga Pulungan telah mendirikan tiga buah Bagas Godang di atas tiga puncak Bukit namun kerajaan tersebut bukan lagi sebuah kerajaan yang besar, hanya merupakan kerajaan kampung.

Hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung

Di pertengah abad ke-14, terdapat legenda tiga anak Yang Dipertuan Pagar Ruyung yang bernama Betara Sinomba, Putri Langgoni dan yang bungsunya Betara Gorga Pinanyungan yang mendirikan dua buah kerajaan baru.Betara Sinomba telah di usir oleh Yang Dipertuan dari Pagar Ruyung karena kesalahan bermula dengan adiknya Putri Langgoni. Kedua beradik tersebut berserta pengikutnya telah merantau dan mendirikan kerajaan di Kota Pinang. Yang di Pertuan Kota Pinang inilah yang menurunkan raja-raja ke Kota Raja, Bilah, Kampung Raja dan Jambi. Adiknya Betara Gorga Pinanyungan di dapati bersalah belaku adil dengan sepupu sebelah ibunya yaitu Putri Rumandang Bulan. Oleh kerana tidak ada lagi pewaris takhta makanya putri tersebut ditunangkan dengan Raja Gayo.

Begitulah sejarah masyarakat yang menghuni Pulau Sumatera. Dimulai dengan masyarakat Proto Melayu yang datang dari Hindia Belakang pada kurun 4000 SM dan lebih menyukai tinggal di pegunungan. Dilanjutkan oleh penerusnya yaitu masyarakat Deutro Melayu yang bermigrasi sejak 500 SM sampai awal abad Masehi, kemudian diikuti secara sporadis oleh imigran-imigran dari berbagai daerah di India seperti Gandhara, Chetiya, Munda, Indika Tondal dan terakhir Tamil. Bahkan masyarakat Aceh merupakan suatu masyarakat yang paling banyak keturunan Tamil-nya (diluar Champa dan Arab). Masyarakat Proto Melayu meninggalkan jejak-jejak peradaban yang tinggi untuk ukuran zaman batu seperti puluhan Menhir yang ada di Mahat, Limapuluh Kota, Sumatera Barat dan prasasti-prasasti yang tersebar di Desa Muak, Kerinci, Jambi.

Sekarang pendatang-pendatang yang tidak sezaman itu telah bercampur baur dan menghasilkan silang budaya yang pada akhirnya membeentuk puluhan ragam kebudayaan di Pulau Sumatera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun