Mohon tunggu...
Rian
Rian Mohon Tunggu... Karyawan BUMN -

Terkadang timbul inspirasi untuk menulis, tapi lebih sering silent reader.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kawah Ijen, Setitik Surga yang Jatuh ke Bumi

18 Desember 2014   16:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:03 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun terutama di bulan November – Desember adalah puncaknya musim penghujan, dan tentu itu adalah waktu yang kurang ideal untuk mengunjungi objek wisata alam apalagi jika berencana untuk mendaki gunung. Namun cuaca buruk bukanlah halangan bagi yang ingin merasakan sensasi bertualang di alam liar, seperti saya. Kesempatan untuk berkunjung ke salah satu objek wisata terkenal yaitu Kawah Ijen pun tidak saya lewatkan begitu saja. Jadilah hari sabtu malam tanggal 13 Desember 2014 saya beserta rombongan berangkat menuju Kawah Ijen. Kawah Ijen sendiri terletak di antara dua Kabupaten yaitu Banyuwangi dan Bondowoso, berada di ketinggian kurang lebih 2.386 Mdpl dan merupakan Gunung berapi aktif yang terakhir meletus pada tahun 1936 kalau tidak salah.

Selain menawarkan panorama alam yang indah dengan kawah hijau toskanya seperti yang sering saya lihat di majalah-majalah wisata maupun liputan televisi, ada satu lagi yang menjadi daya tarik utama mengapa Kawah Ijen begitu terkenal sampai mancanegara. Yaitu Blue Fire, atau Api Biru. Jujur saya sendiri tidak begitu mengerti kenapa api yang muncul dari celah bebatuan kawah tersebut berwarna biru bukan merah seperti lazimnya gunung berapi lain di Indonesia. Oh iya, dari beberapa sumber yang saya dengar, Blue Fire ini hanya ada dua saja di dunia, di Kawah Ijen dan Islandia. Namun saya sendiri tidak menaruh ekspektasi terlalu tinggi untuk bisa menyaksikan Blue Fire tersebut mengingat cuaca yang tidak menentu.

Perjalanan saya sendiri untuk menuju Kawah Ijen di tempuh dari Bondowoso, yang memakan waktu kurang lebih 2.5 Jam perjalanan. Hal yang sedikit disayangkan adalah adanya beberapa ruas jalan yang rusak, meskipun dapat dilalui dengan mobil atau motor namun perlu sedikit berhati-hati karena cukup berbahaya apalagi jika habis diguyur hujan. Untunglah saat itu cuaca cukup cerah, hanya sedikit bekas guyuran hujan di beberapa titik mendekati Paltuding, pos terakhir sebelum naik ke Kawah Ijen. Sesampainya di Paltudingdan membayar tiket seharga Rp.7.500 per kepala, saya dan rombongan pun mulai mendaki. Suasana saat itu cukup ramai oleh pendaki lain, baik yang terlihat pro maupun pemula seperti saya. Dan mungkin karena bertepatan dengan malam minggu juga.Trekking menuju puncak Ijen benar-benar membutuhkan fisik dan stamina yang baik. Karena meskipun jalurnya sudah ada dan cukup baik, namun kemiringan lajur pendakian yang cukup curam, serta jalan yang sedikit lembab karena di guyur gerimis beberapa jam sebelumnya, mengharuskan kami untuk ekstra hati-hati. Dari keterangan beberapa pendaki yang kami temui, jarak dari Paltuding menuju ke kawah adalah 3 km, dan itu kami tempuh selama kurang lebih 2 jam. Menjelang puncak, kabut semakin pekat, bercampur dengan asap belerang dari kawah yang berhembus ke jalur pendakian. Saat itu hampir seluruh pendaki merapatkan diri di balik tebing untuk menghindari asap belerang. Selain membuat sulit bernafas, juga membuat mata pedih sehingga cukup berbahaya jika dipaksakan untuk berjalan. Bahkan sampai di puncak pun angin bertiup cukup kencang, ditambah udara dingin cenderung basah sehingga kami pun harus berlindung di balik bebatuan.

[caption id="attachment_360158" align="aligncenter" width="481" caption="Teman-teman saya sedang berlindung di balik batu"][/caption]

Harapan untuk melihat Blue Fire pun kandas, karena menjelang matahari terbit kabut dan asap masih tebal menyelimuti kawasan Ijen. Namun hal itu tidak serta merta membuat kecewa, karena seiring kabut yang makin menipis, pemandangan Kawah pun mulai terlihat dan tak kalah memesona mata serta membuat hati ini bersyukur atas segala karunia yang Allah berikan sehingga saya bisa menikmati ciptaanNya yang luar biasa.

Berikut ini sedikit hasil jepretannya :

[caption id="attachment_360159" align="aligncenter" width="560" caption="Kawah Ijen"]

14188687511267161910
14188687511267161910
[/caption]

[caption id="attachment_360160" align="aligncenter" width="504" caption="Panorama Alam Sekitar Ijen"]

1418868954525014134
1418868954525014134
[/caption]

[caption id="attachment_360162" align="aligncenter" width="560" caption="Aktifitas para penambang belerang"]

1418869178142906437
1418869178142906437
[/caption]

[caption id="attachment_360165" align="aligncenter" width="640" caption="Cinderamata berbahan belerang"]

1418869567800961439
1418869567800961439
[/caption]

[caption id="attachment_360166" align="aligncenter" width="360" caption="Nampang dikit :D"]

14188697481202534078
14188697481202534078
[/caption]

Sedikit yang disayangkan adalah saat itu kondisi vegetasi di sekitar kawah dan hutan menjuju ke puncak seperti bekas terbakar sehingga sedikit mengurangi keindahan alamnya. Belakangan baru saya ketahui bahwa itu akibat dibakar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dan satu lagi, tidak seperti di Bromo, di Kawah Ijen tidak banyak penjual suvenir seperti syal, topi rajut dan lain sebagainya yang bisa menjadi buah tangan para pelancong bahwa pernah berkunjung ke Kawah Ijen.

Salam jalan-jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun