Tingginya jumlah penghuni Jakarta di siang hari dibandingkan dengan malam hari memaksa pemerintah untuk berfikir lebih inovatif dalam memfasilitasi penghuni ibu kota agar lebih terjamin tempat tinggalnya. Ahok sering menyebutkan dalam beberapa media bahwa dia ingin memanfaatkan dana-dana investor untuk proyek reklamasi ini sehingga mulai lah digandeng investor-investor asing untuk bergabung dalam tender sehingga wajar saja jika saat ini kita melihat promosi di berbagai media yang menawarkan hunian di kawasan tersebut dengan kisaran harga yang miliyaran rupiah.
Sejatinya, dalam proses pengerjaan proyek ini, tidak hanya melibatkan aspek fisik dari alamnya saja tapi juga segi sosial masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir utara misalnya di Pasar Ikan; kawasan di area Waduk Pluit, Jakarta Utara yang digusur untuk pembuatan giant sea-wall sebagai salah satu langkah proyek reklamasi. Untuk dapat membangun tembok ini, pemerintah bersama pengembang menggusur warga yang tinggal di Kampung Akuarium, Pasar ikan, Jakarta Utara.Â
Tidak hanya proses penggusurannya yang mencoba "memindahkan" rumah warga saja yang dipermasalahkan, tapi ini urusan memindahkan "kehidupan" yang sudah dijalani selama puluhan tahun di kampung tersebut.
Dengan demikian, siapa yang menikmati pembangunan proyek reklamasi ini? Apakah hanya untuk memuaskan para pengembang atas keberhasilannya menciptakan bangunan megah di pulau-pulau baru? Atau untuk menambah pundi-pundi kas negara karena banyaknya investor yang tertarik untuk mengembangkan kawasan tersebut sementara nelayan dan penduduk asli Jakarta yang sudah puluhan tahun tinggal di pesisir utara Jakarta harus kehilangan rumah dan mata pencahariannya? —MF
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H