Kata 'MATI' dalam bahasa Cina bisa berarti: sepatu kuda/ kuku kuda ( Pinyin: MA = kuda; TI = kuku ).Â
Sepatu kuda sangat mirip bentuknya dengan huruf ke 24 atau "huruf terakhir" dalam aksara Yunani, yakni: Omega.Â
Makna filosofis yang muncul dari hal ini, yaitu: Â
'Mati' adalah saat di mana kita tiba pada "huruf terakhir" pencatatan sejarah hidup kita. Â
Yang menarik dari hal ini adalah; kita terlebih dahulu butuh mengkolaborasi aksara Cina dan Aksara Yunani untuk dapat memahami makna filosofi yang sangat mendalam yang tersimpan pada kata 'mati' dalam bahasa Indonesia.
Jadi adakah hubungan makna kata 'mati' ini dengan tanah berbentuk kuda di tepi sungai Ussu?
Seperti yang telah saya jelaskan dalam banyak postingan sebelumnya, tempat ini saya temukan setelah menerjemahkan nama Simapurusiang (seorang Raja kharismatik dalam silsilah Kedatuan Luwu).
Kata kunci yang muncul dari nama Simapurusiang adalah, sebagai berikut:
Yang kemudian saya maknai dalam bentuk kalimat: Menjadi pengurus - kuda - [di] tepi sungai - susu (anagram= ussu) - kematian atau kuburan - [yang] dirahasiakan/ disembunyikan.
Dalam penerjemahan semacam ini, Mengetahui "kata kunci" (suatu enigma) belum tentu dapat memecahkan makna yang ada di baliknya. Kadang ini bagian di mana orang menemui jalan buntu.
Ketika saya menerjemahkan nama Simapurusiang, Kata kunci "tepi sungai - susu" adalah bagian yang membuat saya cukup termenung, tapi tidak lama. Segera saya mendapat petunjuk (intuisi) bahwa kata 'susu' bentuk anagramnya adalah: 'ussu'.
Jadi kata kunci "tepi sungai - susu" merujuk pada frase "tepi sungai ussu" - sebuah nama sungai yang saya tahu terletak di Luwu Timur.
Di titik ini, pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya adalah: "Apa benar ada tanah berbentuk kuda di tepi sungai Ussu? Jika ada, hasil penerjemahan nama Simapurusiang ini terbukti akurat!"
Segera saya membuka google map. Tidak berapa lama, saya menemukan. memang ada!
Penemuan tanah berbentuk kuda di tepi sungai ussu melalui nama Simapurusiang (salah seorang Raja di Kedatuan Luwu) tentu suatu hal yang luar biasa.
Karena selama ini, tidak seorang pun masyarakat lokal di sana (orang Luwu) yang tahu adanya tanah berbentuk kuda ini.Â
Dan jika saya dianggap membuat settingan ini, apaanda pikir saya mampu membuat tanah berbentukkuda itu - yang luasnya lebih dari 160 Hektar?
Terlepas dari kemungkinan bahwa apakah tanahberbentuk kuda itu dibuat oleh orang di masa kunoataukah terbentuk secara alami, yang pasti, tanahitu memang menyerupai bentuk kuda. Orang hanyabutuh waktu sekilas - dalam sepersekian detik saja,untuk segera tahu bahwa itu bentuknya kuda.
Jadi, mengapa nama Simapurusiang menjadi "wadah" penyimpan petunjuk untuk keberadaan tanah berbentuk kuda di tepi sungai ussu?
Dari hasil penerjemahan nama Simapurusiang Yang berbunyi: Menjadi pengurus - kuda - [di] tepi sungai - susu (anagram= ussu) - kematian/kuburan - [yang] dirahasiakan/ disembunyikan, Tersirat makna bahwa Datu Simapurusiang menjadi petugas atau orang yang bertanggung jawab untuk mengurusi tanah berbentuk kuda - yang  adalah makam atau tempat sesuatu dikuburkan - yang sebelum (dan beberapa saat setelah) masa Simapurusiang menjadi hal yang dirahasiakan.
Dengan kata lain, tanah berbentuk kuda ini sudah ada sebelum masa Simapurusiang (abad ke-7 M). Sangat mungkin bahwa sebelum itu, tanah berbentuk kuda ini adalah rahasia yang diwariskan turun temurun khusus hanya kepada orang yang terangkat menjadi Datu Luwu saja.
Tapi mengapa Datu Simapurusiang mengisyaratkan tempat yang dirahasiakan itu dalam "nama"nya?
Nama asli Simapurusiang adalah Sima Lingji. Ia adalah mantan permaisuri Kaisar Jing, kaisar terakhir dari Dinasti Zhou Utara.
Itulah mengapa dalam naskah Lontara Luwu, Simapurusiang dijuluki "Datu Cina", karena memang, sebelumnya jadi Raja di Luwu, ia adalah seorang permaisuri di negeri Cina. Tapi tidak lama.Â
Tahun 579 Kaisar Xuan mengambilnya menjadi istri putranya (Kaisar Jing). Usia Sima Lingji saat itu tidak tercatat dalam sejarah (diperkirakan sekitar 9 - 11 tahun), namun Kaisar Jing saat itu berusia enam tahun. Pernikahan dini semacama ini umum terjadi dalam tradisi xianbei. Ini seperti pernikahan Temujin atau Jenghis Khan yang berusia 9 tahun dengan istri pertamanya Borte yang berusia 10 tahun.
Tahun 580 Kaisar Xuan meninggal. Yang Jian (Ayah dari istri Kaisar Xuan atau kakek dari Kaisar Jing) bergerak merebut takhta. Tahun 581 Yang Jian berhasil - lalu menghukum mati Kaisar Jing dan seluruh anggota dari klan Yuwen kekaisaran Zhou Utara. Sima Lingji sendiri tidak dihukum mati tapi status kebangsawanannya dicabut menjadi orang biasa.
Naskah Zhou Shu mencatat, Sima Lingji kemudian menikah dengan gubernur Li Dan. Setelah itu tidak ada lagi catatan tentang dia, selain bahwa ia masih hidup di masa kaisar kedua dinasti Tang (abad ke-7).
Kemunculan Sima Lingji tiba-tiba di Luwu tentu menjadi tanda tanya, tetapi, itu dijelaskan dalam naskah Lontara Luwu bahwa ia menikah dengan Patianjala, Seorang Pangeran Suku laut Bajou. Tampaknya Pangeran pelaut inilah yang membawanya ke Luwu.
Bisa jadi, Pangeran Patianjala inilah yang disebut dalam kronik Cina sebagai gubernur Li Dan, karena di Bastem, di kaki gunung Sinaji, (wilayah yang jadi pusat kedatuan Luwu di masa Simapurusiang) terdapat nama wilayah bernama Ledan.
Dan juga bisa jadi, keturunan Sima Lingji-lah yang pada masa sekarang menggunakan nama family "Linggi" (dari nama Lingji). Informasi yang saya dapatkan dari beberapa sumber mengatakan; rumpun 'Linggi' memang berasal dari wilayah bastem (perbatasan Luwu dan  Toraja).
Beberapa orang yang saya kenal menggunakan nama family "Linggi", semuanya  tampak berwajah etnis Cina (tampaknya diwariskan oleh Sima Lingji).
Rumpun 'Linggi' tampaknya bermigrasi ke Malaysia & membangun kampung Linggi di Negeri Sembilan. Seseorang dari sana yang membeli buku saya "LUWU BUGIS" mengatakan, rumpun keluarganya berasal dari Luwu, dan bahwa Orang  Luwu/ Bugis banyak di wilayah Linggi di Negeri Sembilan.
Demikianlah, tujuan Sima Lingji menggunakan nama"Simapurusiang" adalah untuk mengisyaratkan rahasia "tanah berbentuk kuda di tepi sungai Ussu." Karena Raja setelahnya tidak lagi mewarisi rahasia itu. Dengan kata lain, Sima menambahkan suku kata pu-ru-si-an di belakang namanya untuk membangun kata kunci isyarat. Setelah berlalu ribuan tahun nama si-ma-pu-ru-si-an (diucapkan dalam aksen Bugis menjadi Simpurusiang) lah yang menjadi populer. Nama Sima Lingji sudah dilupakan.
Pada akhirnya, hanya orang yang tahu makna di balik nama "Simapurusiang" yang dapat tahu rahasia itu. Dan jika saat itu tiba, tidak diberi petunjuk orang itu untuk tahu selain bahwa ia mengemban tugas menyampaikan rahasia itu ke semua orang.Â
Dan jika saat itu terjadi - ketika hal yang sangat dirahasiakan ribuan tahun diungkap - Itu adalah tanda dunia menuju OMEGA POINT (TITIK AKHIR).
Apa sebenarnya yang ada di "Tanah berbentuk Kuda" di tepi sungai Ussu?
Selama ini, orang-orang umumnya beranggapan, Adam dan Hawa diturunkan di Sri Lanka atau pun di India. Tetapi, saya menemukan fakta lain mengenai hal ini. Yaitu, kesimetrisan posisi Jabal Rahmah di Arab dan suatu tempat di Hawaii. Keduanya sejajar dalam satu garis lintang yang sama. Saya pikir ini memberi kita pertimbangan lain terkait tentang di mana tepatnya Adam dan Hawa turun pertama kali.
Dalam tradisi Islam diriwayatkan, Hawa turun di Jabal Rahmah (Arab). Di sisi lain, Nama pulau hawaii identik dgn nama Hawa. Yang menarik, kedua tempat ini sejajar. lebih menarik lagi, titik tengah keduanya ada di pulau Sulawesi. Mengapa ada fenomena semacam ini?
Dalam gambar di atas, saya memperlihatkan "mirror line" (atau garis cermin) antara titik Jabal Rahmah dan titik Hawaii posisinya terletak di tana Luwu, sehingga, jika kita melipat peta dengan garis lipatan tepat berada di tana Luwu maka titik Jabal Rahmah di Mekkah akan ketemu secara tepat dengan suatu titik di Honolulu Hawaii.
Fenomena ini berlanjut... pada fakta bahwa jika di Luwu terdapat sumber air suci (sungai dikeramatkan) bernama Wai Mami (letaknya di sekitar Sungai Ussu di mana tanah berbentuk kuda berada), maka, di Pulau O'ahu, Honolulu-Hawaii, juga terdapat sungai yang bernama Wai Momi (juga sangat dikeramatkan masyarakat Honolulu), dipercaya sebagai rumah bagi dewa dewi mereka.
Yang paling menarik dari wai mami di Luwu (selain sebagai center antara titik jabal rahmah dan titik wai mami di honolulu) adalah keberadaan bidang tanah berbentuk kuda tepat di titik center itu.
Demikianlah, bidang tanah berbentuk kuda di Luwu yang menjadi titik center antara kesejajaran jabal rahmah di Arab dan wai mami di Honolulu Hawai tampaknya menyimpan atau lebih tepatnya merupakan tempat menguburkan sesuatu yang sangat sakral.Â
Apakah rahasia tentang ibu Hawa yang tersimpan di situ? kuat dugaan saya demikian.
Kembali pada pertanyaan awal: Adakah hubungan makna kata 'mati' (kuku kuda) dengan tanah berbentuk kuda di tepi sungai Ussu?Â
saya bisa jawab: ada. Dari seluruh bagian tanah berbentuk kuda itu, bagian kaki kuda itulah yang paling mungkin menjadi titik utama.Â
Dan jika menafsirkan itu sebagai omega point (titik akhir) maka, sangat mungkin bahwa, setelah sekian lama melanglang buana ke penjuru dunia - dari timur ke barat (direpresentasi titik Hawaii di timur dan titik Jabal Rahmah di barat)- akhirnya Hawa mengakhiri perjalanannya di titik itu.
Demikian hal yang wajib saya sampaikan (Karena saya tidak diberi petunjuk untuk tahu hal ini selain bahwa menjadi tugas saya menyampaikan rahasia itu ke semua orang).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H