Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Difusi Gagasan dalam Mitologi Bangsa Matahari di Masa Kuno

16 Februari 2022   10:53 Diperbarui: 1 Oktober 2023   06:55 8881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ra, Helios dan Surya - dewa matahari di masa kuno (dokpri)

Lalu, siapakah sosok pembawa cahaya di masa paling awal itu?

Dari literasi tradisi hindu kita juga temukan petunjuk bahwa di masa lalu, Batara Guru (personifikasi Nabi Adam) dikenal sebagai guru yang paling awal.

Rajeshwari Ghose dalam bukunya Saivism in Indonesia during the Hindu-Javanese period mengatakan bahwa dalam kitab Jawa kuno, Tantu Panggelaran, Bhattara Guru digambarkan sebagai guru pertama kali dari sekolah yang paling awal (paling tua), ia dikatakan sebagai guru para dewa. Dia direpresentasikan sebagai guru berbicara (speech) dan guru bahasa (language). Saya telah membahas ini dalam artikel: Asal Mula Bahasa: Kapan Mulai dan Bagaimana Perkembangannya?

Demikianlah, dari yang awalnya sebagai personifikasi Nabi Adam sebagai sosok yang membawa cahaya (ilmu pengetahuan) di muka bumi, konsep dewa matahari kemudian mengalami difusi gagasan dan terserap ke dalam tradisi berbagai bangsa di dunia kuno.

Difusi gagasan konsep dewa matahari ini terus berlangsung dalam kurun waktu ribuan tahun, yang berarti, selama itu pula lah eksistensi wangsa Bangsa Matahari (Wangsa Surya) berlangsung di muka bumi.

Bahkan dengan tinjauan bahasa terkait nama Suwwa yang disebut dalam Al Quran sebagai berhala yang disembah oleh kaum Nabi Nuh, kita mendapat gambaran bahwa konsep dewa matahari ini tampaknya sudah berlangsung bahkan sebelum banjir bah di zaman nabi Nuh.

Dalam bahasa chichewa yang digunakan oleh orang Chewa (merupakan bagian dari etnis Bantu, salah satu etnis terbesar di wilayah Afrika tengah dan selatan) terdapat kata dzuwa yang berarti "matahari".

Dapat kita lihat bahwa 'Dzuwa' yang berarti matahari dalam bahasa chichewa, memiliki keterkaitan dengan salah satu nama berhala yang disembah kaum Nuh, disebutkan dalam Al Quran surat Nuh ayat 23: Dan mereka berkata "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".

Berdasarkan hal ini, kita dapat mengasumsikan bahwa suwwa yang disembah oleh kaum Nabi Nuh bisa jadi adalah nama lain untuk Matahari, dengan kata lain, salah satu yang disembah oleh kaum Nabi Nuh pada masa itu adalah "matahari" - atau sosok yang dipersonifikasikan sebagai "matahari" yang kehadirannya membawa cahaya (ilmu pengetahuan) yang mencerahkan.

Asumsi ini sejalan dengan riwayat yang mengatakan bahwa Wadd, Suwwa', Yagus, Ya'uq dan Nasr yang disembah kaum nabi Nuh sesungguhnya adalah orang saleh, yang setelah meninggal dunia, Iblis lalu datang menggoda manusia agar membuat patung-patung orang saleh itu agar nanti akan terus dapat dikenang.

Dan tentu saja nama Suwwa atau pun Dzuwa bisa secara jelas dapat kita lihat memiliki keidentikan dengan nama Siwa yang dalam berbagai literasi kuno kadang dikaitkan dengan Dewa Surya atau Dewa Matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun