Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kaitan "Nur Muhammad" dan Al Mahdi

12 Agustus 2021   10:07 Diperbarui: 12 Agustus 2021   10:12 4710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penganut thariqat atau mereka yang bertasawuf dalam Islam meyakini bahwa Nur Muhammad diciptakan Allah dari Nur-Nya, lalu, dari Nur Muhammad tersebut diciptakanlah makhluk-makhluk selanjutnya seperti Malaikat, Jin, termasuk alam semesta dan segala isinya.

Pemahaman ini, yang memang kental bersifat esoterisme, tentu saja kemudian menimbulkan pro kontra, ada yang percaya ada pula yang tidak.

Beberapa pihak yang meyakini pemahaman ini, umumnya menyatakan sumber dalilnya dari sejumlah ayat dan hadits.

Di antaranya, "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (Nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan." (QS. Al-Maidah 15).

Ayat lainnya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu), bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).

Hadits riwayat Bukhari menjadi dasar lainnya, yaitu "Aku telah menjadi nabi, sementara Adam masih berada di antara air dan tanah berlumpur." 

Ada pula hadits yang berbunyi, "Saya adalah penghulu keturunan Adam pada hari kiamat."

Juga suatu riwayat panjang yang banyak ditemukan dalam literatur tasawuf dan literatur-literatur Syiah yang merupakan pertanyaan Sayyidina Ali RA kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?"

Rasul menjawab, "Sebelum Allah menciptakan yang lain, terlebih dahulu Ia menciptakan nur nabimu (Nur Muhammad). Waktu itu belum ada lauh al-mahfuz, pena (qalam), neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia."

Dalil Yang Diisyaratkan Pada Surat Az Zariyat ayat 1

Sebelum saya urai, saya ingin terlebih dahulu menyampaikan bahwa ini adalah interpretasi dari saya pribadi. Silahkan dicermati. Benar tidaknya hanya Allah yang tahu.

(waz-zariyati zarwa)

Selama ini, ayat ini diterjemahkan maknanya menjadi: Demi (angin) yang menerbangkan debu.

Kata zaariyaati pada ayat ini oleh para mufassir pada umumnya ditafsirkan mengacu pada makna "angin".

Kemungkinan ini merujuk pada tafsir yang disampaikan Ibnu Katsir yang merujuk pada riwayat bahwa, suatu ketika Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ' anhu, naik ke mimbar di Kufah dan menyatakan,

"...apa pun dalam Kitab Allah Ta'ala dan Sunnah Rasul Allah yang Anda tanyakan kepada saya, hari ini, saya akan menjelaskannya."

Ibn Al-Kawwa lalu berdiri dan berkata, "Wahai Pemimpin orang beriman! Apa arti dari firman Allah,  (al dhaariyati)"

Ali Menjawab, "Angin."

Namun demikian, ada pula mufassir lain yang memberi penafsiran yang lebih berhati-hati.

Misalnya, Safi-ur-Rahman al-Mubarakpuri memilih mengartikan makna ayat pertama surat Az Zariyat menjadi: Demi "Dhariyat" yang berhamburan. Ia memilih sama sekali tidak menafsirkan kata dhariyat.

Qaribullah & Darwis: Demi penghambur (yang) berhamburan.

Talal Itani: Demi penyebar (yang) menyebar.

Demikianlah, pada beberapa pendapat mufassir tentang ayat pertama surat Az Zariyat terlihat jelas perbedaan pendapat pada penafsiran makna kata Dhariyat (kadang pula dilafalkan zariyat)

Jika ditinjau secara harfiah, kata Dhariyat atau zariyat bermakna "keturunan" dalam bahasa Arab.

Zariyat artinya
Zariyat artinya "keturunan" dalam bahasa Arab (dokpri)

Kata Dzurriyah yang populer digunakan di Indonesia untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad (sering kita dengar dengan istilah Dzurriyah nabi) nampaknya terkait dengan kata Zariyat ini.

Yang menarik, kata Zariyat dalam bahasa Urdu serupa dengan kata czarism, yang dapat diperkirakan terkait dengan kata "kaisar/ kekaisaran". (lihat penerjemahannya di hamariweb.com)

Jadi, dari tinjauan menurut bahasa Arab, kita menemukan kata 'zariyat' bermakna: "keturunan," sementara tinjauan menurut bahasa Urdu, kita menemukan kata 'zariyat' bermakna: "kaisar/kekaisaran."

Saya melihat, kedua makna ini, sebenarnya dapat digunakan pada ayat pertama surat Az Zariyat.

Jika kata zariyat kita maknai "keturunan" maka, tafsir ayat pertama, yang dari bentuk umumnya "Demi (angin) yang menerbangkan debu," akan menjadi: "demi sumber keturunan (asal usul) yang menyebar."

Mengapa zariyat atau dhariyat saya maknai pula "asal usul"? oleh karena saya melihat bahwa, kata 'dari' dalam bahasa Indonesia sangat mungkin terkait dengan kata 'dhari' sebagai bentuk dasar dari kata 'dhariyat'.

Sementara jika kita menggunakan makna "kekaisaran" untuk kata zariyat, agar makna bunyi kalimat ayat pertama az Zariyat menjadi tidak aneh atau rancu maka, kata 'zarwa' yang terletak setelah 'waz-zariyati', yang selama ini umumnya dimaknai "menyebar" mesti kita gunakan makna harfiahnya dalam bahasa Arab yaitu: Puncak / klimaks. Hasilnya menjadi: Demi Kekaizaran puncak.

Dharwa atau zarwa artinya
Dharwa atau zarwa artinya "klimaks atau Puncak" dalam bahasa Arab (dokpri)

Demikianlah, dengan pemaknaan seperti ini, kata zariyat atau dhariyat pada ayat pertama surat az Zariyat, sangat mungkin merujuk pada "Nur Muhammad" sebagai sumber dari segala asal usul yang "menyebar" menjadi seluruh makhluk, dan di sisi lain merujuk pula pada al Mahdi sebagai penguasa puncak yang mewakili kerajaan langit di dunia, nanti di akhir zaman.

Dengan demikian, ayat pertama surat Az Zariyat sesungguhnya mengandung "dua makna terselubung" yang berdampingan paralel. Isyaratkan Nur Muhammad dan juga Al Mahdi.

Adapun Ayat lain dalam surat Az Zariyat yang juga menyiratkan makna ditujukan pada al Mahdi, yaitu ayat 22: wa fis-sama`i rizqukum wa ma t'adn Artinya: Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.

"Rezeki" dan apa yang "dijanjikan" yang letaknya di langit menurut ayat ini, secara intuitif saya tangkap merujuk pada Lauh Mahfudz, kitab yang menjelaskan segala hal di alam semesta. Hal ini sesuai bunyi hadist yang menyatakan: Mahdi adalah pelindung ilmu, pewaris ilmu semua nabi, dan sadar akan segala hal.

Itulah makanya, nanti saat kemunculannya, Al Mahdi dapat menjelaskan segala hal. Terutama dapat menjelaskan makna esensi dari ayat-ayat suci Al Quran terutama ayat mutasyabihat yang maksudnya hanya diketahui oleh Allah.

Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun