Dalam beberapa tulisan sebelumnya, saya telah mengulas wangsit Jayabaya dan Wangsit Siliwangi, seperti di dalam artikel:
- Mencermati Bait Bagian Akhir Wangsit Jayabaya, dan Relevansinya Dengan Situasi Masa Sekarang (bag. 1)
- Mencermati Bait Bagian Akhir Wangsit Jayabaya, dan Relevansinya Dengan Situasi Masa Sekarang (bag. 2)
- Mencermati Bait Bagian Akhir Wangsit Jayabaya, dan Relevansinya Dengan Situasi Masa Sekarang (bag. 3)
- Pesan Prabu Siliwangi Tentang Budak Angon (Al Mahdi)
- Wangsit Siliwangi, Ekspresi Esoterik atau Penyataan Simbolis Suatu "Penglihatan", Bukan Ramalan
- Identifikasi Makna "Lebak Cawene, Pemuda Berjanggut, dan Beberapa Ungkapan Lain" dalam Uga Siliwangi
Saya juga telah mengulas bahwa wangsit dari keduanya bukanlah ramalan atau prediksi, tetapi merupakan suatu "penglihatan spiritual" atau dapat dikatakan pesan nubuat tentang situasi atau apa yang akan terjadi pada akhir zaman, misalnya seperti yang telah Allah sampaikan kepada Buddha Gautama, Nabi Daniel, Yohanes pembaptis (Nabi Yahya), atau pun Nabi Muhammad.
Dalam ulasan mengenai wangsit keduanya, saya juga telah memberi interpretasi mengenai makna-makna yang ada di balik wangsit tersebut yang kalimatnya umumnya berbentuk metafora, yang bertujuan agar interpretasi tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi khalayak umum dalam memahami pesan mereka berdua.
Lalu, pada bagian akhir artikel "Rahasia di Balik Angka 19 dan 14 Huruf Muqatta'at dalam Al Quran" (sub judul: 14 huruf Muqattaat), saya telah membahas mengenai "angka 14", yang secara intuitif, saya melihat sebagai notasi yang nampaknya akan dimainkan di babak-babak akhir kehidupan dunia. Untuk memahami penjelasan mengenai hal ini, saya sarankan pembaca untuk terlebih dahulu membaca artikel tersebut.
Hal menarik saya temukan ketika lebih jauh mencermati tahun wafat Jayabaya dan tahun kelahiran Siliwangi yang ternyata berjarak 222 tahun. Ini merujuk pada beberapa literatur yang menyebut Prabu Jayabaya memerintah kerajaan Kediri di antara tahun 1135 to 1179 M (sumber di sini), Sementara Prabu Siliwangi dalam beberapa literatur disebut lahir pada tahun 1401 M (sumber di sini).
Jadi, jika dihitung, tahun wafat Prabu Jayabaya hingga tahun kelahiran Prabu Siliwangi tepat berjarak 222 tahun (1401-1179= 222).
Angka 222 tentu saja menarik untuk dicermati, terutama karena ia merupakan jumlah jarak tahun kehidupan dua sosok yang melegenda di tanah Jawa. Terlebih lagi karena keduanya, secara geografis, seakan merepresentasi kepercayaan tema eskatologi yang berkembang dalam masyarakat tradisional di sisi timur dan barat pulau Jawa.
Melalui pencermatan angka 222 ini saya menemukan isyarat yang mempertegas keterkaitan keduanya. Yaitu bahwa akar dari 222 adalah: 14 koma sekian-sekian.... (berikut ini bentuk desimalnya)
Seperti yang telah saya urai dalam tulisan sebelumnya "Rahasia di Balik Angka 19 dan 14 Huruf Muqatta'at dalam Al Quran", angka 14 secara intuitif saya lihat sebagai notasi yang akan dimainkan memasuki babak akhir zaman, dan sebagaimana kita ketahui bersama wangsit keduanya sangat kental berbicara tentang hal-hal yang akan terjadi di masa depan, yang secara lebih spesifik dapat kita pahami merujuk pada masa-masa akhir zaman.