Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Bait Bagian Akhir Jangka Jayabaya dan Relevansinya dengan Situasi Sekarang (Bagian 2)

3 Januari 2021   06:15 Diperbarui: 3 Januari 2021   06:31 5088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bait 161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan / wetane bengawan banyu / andhedukuh pindha Raden Gatotkaca / arupa pagupon dara tundha tiga / kaya manungsa angleledha (asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur / sebelah timurnya bengawan / berumah seperti Raden Gatotkaca / berupa rumah merpati susun tiga / seperti manusia yang menggoda)

Bait 162.
akeh wong dicakot lemut mati / akeh wong dicakot semut sirna / akeh swara aneh tanpa rupa / bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis / tan kasat mata, tan arupa / sing madhegani putrane Bethara Indra / agegaman trisula wedha / momongane padha dadi nayaka perang / perange tanpa bala / sakti mandraguna tanpa aji-aji (banyak orang digigit nyamuk, mati / banyak orang digigit semut, hilang (lenyap) / banyak suara aneh tanpa rupa / pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar / tak kelihatan, tak berbentuk / yang memimpin adalah putra Batara Indra / bersenjatakan trisula wedha / para asuhannya menjadi perwira perang / jika berperang tanpa pasukan / sakti mandraguna tanpa bacaan-bacaan kesaktian)

Bait 163.
apeparap pangeraning prang / tan pokro anggoning nyandhang / ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang sing padha nyembah reca ndhaplang / cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang (bergelar pangeran perang / kelihatan berpakaian kurang pantas / namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak yang menyembah patung yang membentangkan kedua tangan / cina ingat suhu-suhu (leluhur) dan pesan yang diberi, lalu melompat ketakutan)

Bait 164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu / hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti / mumpuni sakabehing laku / nugel tanah Jawa kaping pindho / ngerahake jin setan / kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo / kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda / landhepe triniji suci / bener, jejeg, jujur / kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong (putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu / yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti / menguasai seluruh ajaran (ngelmu) / memotong tanah Jawa kedua kali / mengerahkan jin dan setan / seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu / membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda / tajamnya tritunggal nan suci / benar, tegak lurus, jujur / didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)

Bait 165.
pendhak Sura nguntapa kumara / kang wus katon nembus dosane / kadhepake ngarsaning sang kuasa / isih timur kaceluk wong tuwa / paringane Gatotkaca sayuta (tiap bulan Sura sambutlah kumara / yang sudah tampak menebus dosa / dihadapan sang Maha Kuasa / masih muda sudah dipanggil orang tua / warisannya Gatotkaca sejuta)

Interpretasi

Bait 161 menginformasikan posisi keberadaan Satria Piningit sebelum ia memunculkan diri. Karena ia belum secara resmi memunculkan diri, maka tentunya, posisi keberadaannya juga masih dalam status dirahasiakan. Karena itu, ini bagian yang tidak akan saya jelaskan. Biar dia sendiri saja yang akan menjelaskan nanti...

Pada Bait 162, kalimat "banyak orang digigit nyamuk, mati" kemungkinan menyiratkan adanya wabah demam berdarah. Mengenai kalimat lanjutan "banyak orang digigit semut, hilang (lenyap)" saya pikir, Prabu Jayabaya iseng saja memunculkan kalimat ini. Ia sedang menunjukkan kepiawaiannya membuat sajak, dengan memunculkan bentuk 'rima' (pengulangan bunyi) pada kalimat: akeh wong dicakot lemut mati, akeh wong dicakot semut sirna.

Kalimat "banyak suara aneh tanpa rupa, pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar. (mereka) tak kelihatan, tak berbentuk" sangat menarik, karena ini senada dengan apa yang diungkap dalam naskah gulungan laut mati tentang perang akhir zaman yang menyebutkan bahwa, pertempuran itu bukan saja antara manusia, tapi juga melibatkan makhluk penghuni dunia astral.

Jadi, pertempuran akhir zaman adalah "final battle" antara pihak yang berdiri di sisi kebenaran (taat kepada Allah) dengan pihak yang berdiri di sisi kejahatan (tidak taat kepada Allah).

Jika dalam naskah Gulungan Laut Mati disebutkan bahwa dalam perang akhir zaman, pasukan di sisi kebenaran dipimpin "putra cahaya" maka, dalam jangka Jayabaya pemimpin pasukan yang berdiri di sisi kebenaran dipimpin oleh "Putra Batara Indra," yang dalam bagian 1 telah saya jelaskan merujuk pada sosok yang bernama "Vali", yakni nama putra spiritual Batara Indra dalam kisah Ramayana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun