Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Bait Bagian Akhir Jangka Jayabaya dan Relevansinya dengan Situasi Sekarang (Bagian 2)

3 Januari 2021   06:15 Diperbarui: 3 Januari 2021   06:31 5088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam bait 163, kalimat "bergelar pangeran perang" mengindikasikan bahwa di masa mendatang Ratu Adil atau Satrio Piningit akan terlibat dalam banyak peperangan. Hal ini selaras dengan narasi-narasi apokalips dari sumber-sumber lain, seperti dari tradisi Islam misalnya, yang menyebutkan bahwa Imam Mahdi akan melakoni puluhan peperangan yang mana akan selalu ia menangkan. Kemenangan demi kemenangan tersebut yang akhirnya memancing kemarahan Dajjal dan akhirnya keluar dari persembunyiaannya.

Kalimat selanjutnya, "kelihatan berpakaian kurang pantas, namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak yang menyembah patung yang membentangkan kedua tangan, cina ingat suhu-suhu (leluhur) dan pesan yang diberi, lalu melompat ketakutan" saya pikir merupakan bagian kalimat yang menarik.

Dalam Kalimat ini, Prabu Jayabaya mengisyaratkan bahwa meskipun Ratu Adil tidak berpakaian layaknya seorang pemuka agama pada umumnya, namun, ia dapat memberi pencerahan pada "golongan Kristiani" yang ia simbolisasi dalam ungkapan "reca ndhaplang" (reca= patung; ndhaplang= membentangkan kedua tangan), yang jelas merujuk pada patung Yesus di tiang salib.

Di kalimat selanjutnya "cina ingat suhu-suhu (leluhur) dan pesan yang diberi, lalu melompat ketakutan", Prabu Jayabaya juga mengisyaratkan Ratu Adil dapat menginspirasi golongan etnis Tionghoa (yang di masa hidup Prabu Jayabaya adalah golongan penganut ajaran Buddha, jadi Orang Cina yang dimaksud Jayabaya merujuk pada orang-orang Buddhist) menyadari pesan-pesan leluhur atau nubuat dalam ajaran mereka bahwa suatu saat di masa mendatang, akan hadir Maitreya sang Buddha masa depan.

Kesadaran etnis Tionghoa ini digambarkan Jayabaya dengan kalimat "mereka lalu melompat ketakutan" bisa dikatakan merupakan penggambaran situasi psikologis seseorang ketika terkejut pada sesuatu yang datang tiba-tiba, dan berusaha sesegara mungkin untuk menyesuaikan diri. Dalam hal ini, dapat dimaknai bahwa pada saatnya nanti orang-orang etnis Tionghoa pun akan berbondong-bondong masuk dalam barisan Ratu Adil.

Dalam bait 164, kalimat "menguasai seluruh ajaran" mengisyaratkan saat ketika Satrio Piningit telah mencapai titik pencerahan sempurna, atau mendapat hidayah, yang dalam tradisi Islam disebutkan bahwa, Imam Mahdi adalah seseorang yang mendapat hidayah dalam semalam.

Kalimat "mengerahkan jin dan setan / seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu / membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda / tajamnya tritunggal nan suci / benar, tegak lurus, jujur / didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong" saya pikir merupakan bentuk kalimat pengulangan saja dari bunyi kalimat di bait 162, bahwa Ratu Adil tidak saja memimpin bangsa manusia tapi juga bangsa jin dan makhluk astral lainnya, yang memilih berada di barisan kebenaran.

Yang perlu mendapat perhatian dalam bait 164 adalah sebutan "berpedoman trisula weda". Selama ini, banyak kalangan mengiterpretasikannya terlalu jauh, padahal, Prabu Jayabaya telah menjelaskan bahwa trisula weda itu terdiri dari tiga hal: benar, tegak lurus, dan jujur.

Pada bait 165, kalimat "tiap bulan Sura sambutlah kumara / yang sudah tampak menebus dosa / dihadapan sang Maha Kuasa" dan kalimat "masih muda sudah dipanggil orang tua" saya pikir adalah dua kalimat yang mengungkap atau mengacu pada subjek yang sama.

Kumara adalah nama lain dewa Kartikeya, yang dikenal luas dalam tradisi orang Tamil di wilayah India selatan dan Srilanka. Ia dikenal sebagai Dewa Perang yang memimpin tentara para dewa. Hal ini senada dengan sebutan "pangeran perang" dan "pemimpin pasukan bangsa manusia, bangsa jin, dan semua kekuatan kosmis yang berdiri di sisi kebenaran" sebagaimana yang digambarkan Jayabaya untuk sosok Ratu Adil.

Kalimat "masih muda sudah dipanggil orang tua" dapat dipahami maknanya dengan mencermati sosok kumara atau dewa Kartikeya yang dalam tradisi Hindu senantiasa digambarkan sebagai sosok yang masih muda dan tampan tapi memiliki kekuatan dan keterampilan yang luar biasa, di sisi lain juga sangat cerdas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun