Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wangsit Prabu Siliwangi: yang Putih Dihancurkan, yang Hitam Diusir

29 September 2020   16:37 Diperbarui: 29 September 2020   16:43 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti halnya nubuat nabi Daniel atau Yohanes Pembaptis, wangsit Prabu Siliwangi pun sebenarnya merupakan peringatan dini (early warning) terhadap peristiwa yang akan terjadi di masa depan.

Sayangnya, ada banyak pesan nubuat seperti itu yang baru dapat dilihat kebenarnya setelah peristiwa itu terjadi. Misalnya, ungkapan "Tanah Jawa berkalung besi" dari Prabu Jayabaya. Sulitnya menginterpretasi kalimat tersebut dikarenakan berbentuk alegoris, nampaknya menjadi penyebab utama.

Padahal, jika saja pesan-pesan itu dapat dimengerti maknanya sebelum peristiwa itu benar-benar terjadi, tentu akan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Inilah fungsi pesan-pesan tersebut sebagai sebuah peringatan dini.

Di dunia barat, Amerika misalnya, hal-hal semacam itu diperlakukan sebagai data intelejen yang dianalisa secara khusus. Tahun 1950 hingga 1990, adalah tahun di mana Amerika dengan CIA-nya menggandeng paranormal untuk mengungkap berbagai hal diluar kelaziman. Tak ketinggalan Uni Soviet pun melakukan hal serupa. Sehingga Supranatural menjadi salah satu arena perlombaan mereka dalam perang dingin di masa itu.

Adapun mengenai pesan Prabu Siliwangi yang saya jadikan sebagai judul artikel ini, adalah merupakan lanjutan dari kalimat: "...Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini." - yang telah saya ulas dalam artikel lainnya berjudul: "Wangsit Prabu Siliwangi: Perang di Ujung Laut Utara".

Perkembangan terkini eskalasi politik di kawasan Laut Cina Selatan, saya pikir menunjukkan indikator kuat, jika ujung laut utara yang dimaksud dalam pesan Prabu Siliwangi, merujuk pada Laut Cina Selatan. Dengan pertimbangan bahwa jika Prabu Siliwangi penyampaikan pesan tersebut di pulau Jawa, maka, laut Jawa adalah sebelah utaranya, dan Laut Cina Selatan adalah ujung dari laut utara.

Kalimat "burung menetaskan telur" dapat diduga sebagai pesawat yang menjatuhkan bom. Sementara kalimat "Riuh seluruh bumi!" menggambarkan ketegangan di Laut Cina Selatan memang menjadi salah satu tema keprihatinan dunia saat ini.

Kalimat selanjutnya: "Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini." Sejauh ini, yang sedang terjadi adalah mewabahnya penyakit Covid-19. 

Perang belum terjadi (semoga saja tidak terjadi), tapi akan mengarah ke sana jika, saling serang secara verbal antara kubu-kubu tertentu di jagad internet, akibat berbeda sudut pandang, tidak mendapat solusi.

Berikut ini penggalan kalimat dari pesan Prabu Siliwangi yang saya anggap cukup memiliki keterkaitan dengan situasi terkini:

Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh.

Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapak. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. 

Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. Seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi, ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang seberang.

Saya tidak akan menginterpretasi secara jelas kalimat "Yang putih dihancurkan, Yang hitam diusir", karena saya yakin para pembaca akan dapat memahami sendiri variabel mana yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut, jika jeli mencermati bagaimana perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Sebenarnya, ini hal yang berat hati untuk saya bahas, tapi menjadi seperti mimpi buruk yang terus membayangi selama saya tidak utarakan. Saya berdoa semoga yang saya khawatirkan tidak terjadi. 

Jika pun harus terjadi (karena beberapa hal di dunia ini memang telah ditentukan harus terjadi), semoga dengan pengungkapan ini, dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi, sehingga memenuhi esensi dari pesan Prabu Siliwangi tersebut, yaitu sebagai "peringatan dini."

Ketika semua harus terjadi, ingatlah, kita semua manusia adalah bersaudara. Apa pun mimpimu tentang hadirnya sebuah perubahan "timbanglah dengan sebaik-baiknya, karena esok kita akan tetap di sini, tapi mimpimu hari ini mungkin tidak."

Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun