Seperti halnya buku saya sebelumnya ( Tentang Buku Saya: "Nusantara Titik Awal Peradaban Manusia"), buku ini pun merupakan kumpulan beberapa tulisan yang telah saya publish di Kompasiana dalam beberapa waktu belakangan ini.
Tulisan-tulisan yang saya rangkum di dalam buku ini meliputi "pembahasan hipotesis" saya terkait Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Ibrahim, dan Nabi Syu'ayb, yang bisa dikatakan belum pernah "dicetuskan" atau "dibahas" dalam tulisan manapun.
Hipotesis-hipotesis tersebut merupakan hasil pembacaan 'tanda-tanda' yang merupakan jejak yang tertinggal dalam rentang sejarah umat manusia.Â
Tanda-tanda tersebut ada yang dalam bentuk metafora, toponim (nama wilayah), nama-nama tokoh mitologi, simbol-simbol dalam aksara, dan lain sebagainya.Â
Kesemua 'tanda-tanda' tersebut bisa dikatakan sebagai suatu misteri yang tak terpecahkan oleh para pemikir dan peneliti selama ini.
Meskipun bersifat sebagai suatu pembahasan misteri, namun penjelasan yang saya berikan Insya Allah memenuhi kaidah ilmiah, dan tentunya logis.
Ketika anda menyelami tulisan-tulisan saya, itu sama seperti anda sedang menelusuri jejak jalan setapak yang telah terlupakan selama ribuan tahun. Kegagalan para ilmuwan menemukan atau memecahkan "jejak-jejak" tersebut terutama disebabkan oleh karena memang secara khusus 'jejak-jejak' itu disamarkan oleh para orang suci untuk menjaga esensi sejarah.
Kesadaran oleh para orang suci di masa kuno tentang pentingnya menjaga kerahasiaan esensi sejarah, telah disadari bahkan sejak di masa Nabi Idris (Henokh). Hal ini setidaknya diungkap dalam kitab Henokh chapter 104:10, yang berbunyi:Â
"...Dan sekarang saya mengetahui misteri ini, bahwa orang berdosa akan mengubah dan memutarbalikkan kata-kata kebenaran dalam banyak cara, dan akan mengucapkan kata-kata yang jahat, dan berbohong, dan mempraktikkan penipuan besar, dan menulis buku menurut kata-kata mereka..."
Ayat dalam kitab Henokh ini memberi gambaran kesadaran bahwa dalam lintasan sejarah manusia, akan ada pihak-pihak tertentu yang akan melakukan praktek penipuan besar dengan menulis sejarah tidak sebagaimana mestinya. Mereka ini akan menulis buku sejarah sesuai kehendak dan kepentingannya. Inilah alasan mengapa beberapa "fakta kunci" sejarah manusia dibenamkan dalam bentuk 'tanda-tanda' yang sulit terpecahkan.
Jika pembaca bertanya, lalu mengapa di masa ini rahasia-rahasia tersebut dapat terungkap? itu karena memang sudah saatnya... :)
Seperti halnya suatu film yang ketika mendekati akhir scene-nya satu demi satu mulai memperjelas plot cerita, maka, demikian pulalah kehidupan di dunia ini. Karena bukankah ada frasa yang berbunyi "Dunia ini panggung sandiwara!", frasa yang diutarakan oleh karakter Jaques dalam karya William Shakespeare berjudul As You Like It.
All the world's a stage,
And all the men and women merely players;
They have their exits and their entrances;
And one man in his time plays many parts,
His acts being seven ages. At first the infant,
Mewling and puking in the nurse's arms;
Then the whining school-boy, with his satchel
And shining morning face, creeping like snail
Unwillingly to school. And then the lover,
Sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mistress' eyebrow. Then a soldier,
Full of strange oaths, and bearded like the pard,
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
Seeking the bubble reputation
Even in the cannon's mouth. And then the justice,
In fair round belly with good capon lin'd,
With eyes severe and beard of formal cut,
Full of wise saws and modern instances;
And so he plays his part. The sixth age shifts
Into the lean and slipper'd pantaloon,
With spectacles on nose and pouch on side;
His youthful hose, well sav'd, a world too wide
For his shrunk shank; and his big manly voice,
Turning again toward childish treble, pipes
And whistles in his sound. Last scene of all,
That ends this strange eventful history,
Is second childishness and mere oblivion;Sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything." --- Jaques (Act II, Scene VII, lines 139-166)
 ya... ketika Allah menginspirasi manusia mengetahui budaya drama, sandiwara, dan sejenisnya, hal itu pada dasarnya adalah cara Ia memudahkan manusia mengenal esensi kehidupan di dunia ini. Ada sangat banyak "cerminan" semacam ini yang diberikan Allah agar manusia dapat lebih mudah memahami ciptaan-Nya.
Sekian  apa yang wajib saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 10 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H