Demikianlah, jika para ilmuwan mengatakan bahwa Meghalaya Age (zaman Meghalaya) sebagai periode yang unik, dikarenakan permulaannya berhubungan dengan perubahan budaya utama yang didorong oleh peristiwa iklim besar, ini pun bisa dikatakan sesuai dengan fakta historis, bahwa di masa inilah hadir Nabi Ibrahim yang nantinya dikenal sebagai bapak Agama-agama besar dunia.Â
Jadi benar, zaman Meghalaya adalah salah satu periode sejarah manusia yang sangat menentukan. Di titik inilah tonggak sejarah baru dimulainya perjalanan peradaban manusia dimulai, yang kemudian berlangsung hingga saat ini.
Nampaknya, ketika para Ilmuwan kemudian memilih nama wilayah Meghalaya untuk menjadi nama periode seri terakhir Holosen, pun bukanlah pula suatu kebetulan, tapi memang telah digariskan oleh yang Maha Penguasa Alam Semesta.Â
Sebagaimana bunyi Surat Al Hadid ayat 22: Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.Â
Al Imran ayat 190-191: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.Â
Jika kita lebih jauh menggali apa hikmah di balik fenomena zaman Meghalaya, kita dapat melihat bahwa bukan saja karena di Meghalaya (di gua Mawmluh) ini ditemukan data kunci penanggalan waktu geologi, tetapi juga karena nampaknya memang dari wilayah inilah Nabi Ibrahim memulai suatu peradaban baru manusia yang akan terus berlangsung hingga masa sekarang.
Ketika ia menyebutkan "Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku..." (Al Ankabut ayat 26), pada hakekatnya, perintah itu adalah suatu anugerah berwujud petunjuk Allah, agar ia menuju tempat yang iklimnya lebih kondusif, yang memungkinkannya dapat merintis peradaban besar.
Bisa jadi di titik ini, ketika dampak kekeringan begitu hebat, sebagaimana yang diungkap para ilmuwan telah mengakibatkan runtuhnya banyak peradaban besar di seluruh dunia, seperti Mesir, Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Lembah Sungai Yangtze, praktis tidak ada lagi penguasa besar yang lalim, yang berpotensi mengganggu tugas Nabi Ibrahim dalam merintis peradaban besar yang akan terus berlanjut hingga ribuan tahun kemudian.
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 18 April 2020