Irenaeus, seorang teolog Kristen berpengaruh dari abad ke-2, adalah orang pertama yang menafsirkan Penunggang Kuda ini sebagai Yesus Kristus sendiri. Kuda putihnya dimaknai keberhasilan penyebaran Injil. Dari waktu ke waktu ada banyak sarjana yang mendukung pendapat ini. Umumnya merujuk pada kemunculan penunggang kuda putih di wahyu 19:11-14 yang dianggap sebagai kristus.
Berikut ini bunyi ayat tersebut:
- 19:11 - Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil.
- 19:12 - Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri.
- 19:13 - Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Allah."
- 19:14 - Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih.
Penafsiran lain yang bersandar pada penelitian religius komparatif menganggap Penunggang Kuda pertama sebagai penuntun bagi "jalan yang benar". Di Mahabharata, Krishna adalah pengendali kereta kuda yang ditarik oleh beberap kuda putih, ia bersama Arjuna di sisinya yang membawa busur panah.
Kuda Merah
Wahyu 6:3-4
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kedua, aku mendengar makhluk yang kedua berkata: "Mari!" Dan majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah, dan orang yang menungganginya dikaruniakan kuasa untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi, sehingga mereka saling membunuh, dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang yang besar.
Penunggang kuda kedua sering dianggap mewakili Perang, dengan penggambaran pola memegang pedang yang diangkat ke atas, seolah siap untuk berperang, atau siap melakukan pembantaian massal. Terlebih dengan merujuk pada pertimbangan warna kuda yakni "merah" yang dianggap merepresentasikan sikap "berapi-api".
Menurut interpretasi Edward Bishop Elliott, seorang pendeta Inggris dan penulis premillennarian, yang menganggap "Empat Penunggang Kuda" adalah merupakan ramalan simbolis dari sejarah Kekaisaran Romawi, pembukaan segel kedua dan hadirnya penunggang kuda merah menggambarkan "Kedamaian meninggalkan Bumi Romawi" akibat perang. Bahwa pemberontakan merayap merasuki Kekaisaran yang dimulai segera setelah masa pemerintahan Kaisar Commodus (161 - 192 M) .
Kuda Hitam
Wahyu 6:5-6
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga, aku mendengar makhluk yang ketiga berkata: "Mari!" Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hitam dan orang yang menungganginya memegang sebuah timbangan di tangannya. Dan aku mendengar seperti ada suara di tengah-tengah keempat makhluk itu berkata: "Satu liter gandum untuk satu dinar, dan tiga liter jelai untuk satu dinar; tetapi jangan merusak minyak dan anggur."
Penunggang kuda ketiga yang mengendarai kuda hitam secara populer dipahami sebagai simbolisasi Kelaparan, terutama karena Penunggang Kuda hitam ini membawa timbangan. Dianggap menunjukkan cara roti ditimbang selama masa paceklik.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa harga gandum yang ditunjukkan dalam ayat ini dianggap nilainya sekitar sepuluh kali lipat dari harga normal, sehingga hal ini dianggap sebagai masa-masa sulit, dengan kelaparan terjadi di mana-mana.
Dari Empat Penunggang Kuda, kuda hitam dan penunggangnya adalah satu-satunya yang penampilannya disertai dengan informasi adanya ucapan, yakni bahwa John mendengar suara yang berbicara tentang harga gandum dan harga barang lainnya.
Menurut interpretasi Edward Bishop Elliott, pembukaan segel ketiga yang ditandai kehadiran kuda hitam menggambarkan masa kesusahan dan duka yang parah dalam sejarah kekaisaran Romawi yang diakibatkan oleh pemajakan yang berlebihan terhadap warganya.