Sementara itu, para haliang selalu berada di rumah tobara, tanpa melakukan aktifitas apa pun. Pada hari keempat adalah momentum buat para haliang, yaitu pada saat mereka dibawa keluar rumah dan ditempatkan di bagian bawah tangga.
Di sini mereka dihujani dengan air dari tabung bambu ("dimandikan"). Segera setelah upacara pemandian selesai, keresahan para haliang telah berakhir, oleh karena semua larangan yang dikenakan terhadap mereka telah dibatalkan.
Setelah upacara air, para mantan haliang berjalan ke salah satu lumbung padi, yang telah dipilih sebagai tempat di mana kegiatan pembuatan tato akan dilakukan. Ketiga mantan haliang ini wajib ditato.
Pada hari kelima, daun ambelong dimasak, dari ekstraknya setiap orang harus minum sebagai tanda bahwa perayaan telah berakhir. Hari keenam semua orang pergi untuk mendapatkan kayu bakar, dan pada hari ketujuh mereka memulai pekerjaan pertanian. Setengah dari penduduk akan membuka ladang kering (kebun), setengah lainnya bekerja di ladang basah.Â
Sementara itu, tandasang (budak yang akan dikorbankan) masih hidup, dan bahkan diperlakukan dengan sangat baik dan ramah. Jika beras, rakyat, dan kerbau situasinya berjalan dengan baik, Ma'Bua hanya akan berakhir setelah tiga tahun.Â
Namun, jika tanaman padi tidak terus berhasil dan ada banyak kematian dan penyakit di antara manusia dan hewan, diputuskan untuk menutup Ma'Bua setelah dua tahun. Selama masa penantian ini, tandasang memiliki kehidupan yang baik dan melakukan pekerjaan ringan untuk tuannya.Â
Ketika waktu untuk mengakhiri Ma'Bua telah tiba, Api besar dinyalakan di halaman rumah tobara selama tiga malam berturut-turut... ada yang melakukan tarian dan nyanyian.Â
Pemimpin dalam lagu-lagu ini, sang popenani, menggunakan tombak sungguhan (doke belo), sementara yang lain menampilkan tarian mereka dengan tombak bambu (doke tallang). Para lelaki menghiasi diri mereka dengan songko gala, yakni topi yang terbuat dari kulit monyet atau rotan yang dikepang, tempat dua tanduk kuningan terpasang.Â
Setelah malam ketiga berakhir, di pagi hari(sekitar jam empat subuh),  pongkalu turun dari rumah tobara. Dia kembali mengikat kulit cuscus di punggungnya dan sekeranjang nasi tumbuk di tangannya.Â
Kali ini ia diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian terbaik. Ia menaburkan kerbau yang akan disembelih dengan nasi tumbuk dan kemudian kembali ke rumah, diikuti oleh para wanita. Kerbau disembelih dan tandasang terikat pada saat yang sama.Â
Ketika jamuan makan sudah siap, semua orang makan, dan lagu-lagu juga dilantunkan. Setelah makan, karena sudah terikat, tandasang dituntun keluar... lalu ditabrakkan kepalanya ke balok tiang pada lumbung padi atau dengan menghantamnya dengan balok pemukul. Setelah disiksa sedemikian rupa hingga sekarat, tandasang akhirnya dikembalikan ke rumah tobara.Â