Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ma'Bua, Ritual Pengorbanan Manusia pada Masa Lalu

11 Februari 2020   16:08 Diperbarui: 12 Februari 2020   03:39 5363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi perkampungan dataran tinggi, di bagian tengah pulau Sulawesi pada masa lalu. Koleksi Tropenmuseum (sumber: artoftheancestors.com) 

Mereka berangkat dengan membawa beberapa kerbau sebagai alat pembayaran pembelian budak. Biasanya satu sudah cukup (laki-laki atau perempuan), yang kemudian dibayar dengan dua ekor kerbau. Umumnya yang dicari adalah budak tua, atau seorang budak perempuan yang dianggap tidak bernilai lagi. 

Ketika kelompok yang berangkat ini telah hampir mencapai desa, mereka mengabarkan ke penduduk desa bahwa mereka akan mencapai desa  keesokan harinya, sehingga dengan berita itu, seluruh desa akan segera bersiap-siap.

Keesokan harinya, dilaksanakan penyembelihan seekor ayam untuk setiap keluarga dan sejumlah besar nasi dimasak. Ini ditujukan kepada mereka yang kembali. Setelah tiba, kelompok yang datang bersama budak yang akan dikorban, melaksanakan makan bersama dengan penduduk desa.

Budak yang dibeli untuk prosesi Ma'Bua disebut tandasang. Dikatakan bahwa hanya orang asing yang dapat digunakan untuk tandasang, dari negeri yang jauh, selain itu, dia seharusnya tidak pernah ke Seko sebelumnya. 

Ketika semua telah kembali ke desa, haliang ditunjuk. Yang menarik karena kata haliang ini identik artinya dengan kata "halyang" dalam bahasa Korea yang artinya: penyerahan.

Di antara To Seko ada tiga posisi: tobara, yang merupakan para bangsawan; todirenge, warga negara biasa yang bebas; dan kaunan, yang merupakan budak. Biasanya yang menjadi kepala desa atau kepala suku adalah dari "tobara".

Tobara yang menunjuk tiga wanita muda dari keluarganya yang akan menjadi haliang. Wanita yang sudah menikah tidak memenuhi syarat untuk menjadi Haliang, mereka juga bukan dari anggota keluarga Todirenge atau Kaunan. 

Haliang yang telah terpilih akan pergi ke tandasang (Budak yang akan dikorbankan) dan menyentuhnya, sambil menyapa dia dengan ramah dan mengatakan bahwa dia tidak perlu takut, karena mereka akan dijaga dengan baik.

Keesokan harinya ma'paroe berlangsung, yaitu persembahan kepada arwah. Dilaksanakan di sebelah timur rumah Tobara, yaitu bagian halaman yang dianggap suci. Tempat yang dianggap suci ini ditandai dengan menempatkan susunan beberapa batu. Prosesi Ma'paroe dilaksanakan dengan menyajikan telur, nasi tumbuk dan tuak aren.

Hari berikutnya (hari ketiga ritual), tiga kerbau disembelih. Seorang pria bernama pongkalu mengikat kulit tikus berkantung (cuscus) di punggungnya dan mengambil keranjang dengan nasi tumbuk di tangannya. 

Dengan perlengkapan tersebut, ia turun dari rumah dan berjalan tiga kali dari kiri ke kanan di sekitar kerbau yang akan disembelih, menaburkannya dengan nasi tumbuk. Kemudian dia masuk kembali ke rumah dan memukul drum tiga kali. Setelah dia melakukan ini, kerbau pun mulai disembelih di bawah rumah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun