Pada tahun 693, biksu Bodhiruci dari India menghasilkan teks yang disebut "Baoyu jing" (Ratnamegha sutra), yang berisi petikan-petikan yang diinterpolasi, yang meramalkan kehadiran seorang bodhisattva--perempuan chakravartin--penguasa Jambudvipa di Cina. Yang menarik karena dalam teks ini Wu Zeitan dikaitkan dengan Bodhisattva Chandraprabha, dan bukan Maitreya.Â
Profesor Antonino Forte (1940-2006), seorang cendekiawan besar dalam hal sejarah Buddha Cina dan Jepang , mengatakan bahwa biksu Bodhiruci telah datang ke Tiongkok atas permintaan pribadi Wu Zeitan. Antonino Forte berpendapat bahwa selama masa ini, penggunaan politis motif dan atribut Buddhis memberikan stimulus luar biasa bagi pertukaran Tiongkok-India selama dua dekade terakhir abad ketujuh.
Untuk menggambarkan Wu Zeitan sebagai penguasa yang sah tidak hanya di Cina, tetapi seluruh benua Jambudvpa, pendeta Budha Tiongkok yang bekerja atas nama permaisuri tampaknya telah meminta bantuan dari biksu Buddha Cina dan India.Â
Bukti kehadiran dan keterlibatan biksu India dalam propaganda politik Wu Zeitan berasal dari sebuah colophon yang ditemukan pada naskah Dunghuang "Ratnamegha sutra". Kolofon mencatat nama, fungsi, dan gelar orang yang berpartisipasi dalam terjemahan sutra di bawah pengawasan biksu Huaiyi. Dari tiga puluh orang yang terdaftar di colophon, sembilan adalah biksu India.Â
Bisa dikatakan pemerintahan Wu Zeitan adalah salah satu periode paling menguntungkan bagi komunitas Buddhis di Cina. (Tansen Sen, 2003: p. 98)
Namun demikian, Track record Wu Zeitan dipenuhi intrik dan tindakan-tindakan keji selama hidupnya. Cerita tradisional tentang dirinya cenderung menggambarkan Wu sebagai wanita yang haus kekuasaan tanpa peduli dengan siapa dia terluka atau apa yang dia lakukan.
Teori yang paling populer adalah bahwa Wu membunuh anaknya sendiri sesaat setelah ia lahirkan, lalu menuduh permaisuri Wang (Permaisuri utama) sebagai pelakunya.
Pada masa Kaisar Gaozong Wu berhasil menyingkirkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao. Tuduhan Wu bahwa keduanya menggunakan sihir terhadap Kaisar Gaozong, menyebabkan Kaisar Gaozong menurunkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao menjadi pangkat biasa dan menahan mereka pada tahun 655. Setelah Wu naik menggantikan Permaisuri Wang, Wu lalu memerintahkan Permaisuri Wang dan Permaisuri Xiao untuk dieksekusi.
Atas alasan-alasan tersebut, saya pikir sangat tidak mungkin untuk menganggap Wu Zetian sebagai sosok Chakravartin sekaligus Bodhisattva yang dimaksudkan Buddha Sakyamuni.
Karena Bodhisattva sesungguhnya adalah seorang yang suci. Dikenal memiliki sifat welas asih dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban. Ia mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk selain dirinya di alam semesta. Ia dapat juga diartikan "calon Buddha".Â
Lalu jika bukan Permaisuri Wu, lalu siapakah sosok Chakravartin syang dimaksudkan Buddha Sakyamuni dalam ramalannya?