Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahasa sebagai Faktor Penyebab Utama Terbangunnya Peradaban

18 Januari 2020   17:43 Diperbarui: 18 Januari 2020   18:38 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://www.sciencenews.org/ )

Asal mula bahasa telah menjadi subjek spekulasi selama beberapa abad. Jika saja kita merujuk pada sumber-sumber yang tertera dalam kitab-kitab suci, maka dapat dikatakan bahwa spekulasi tersebut bisa terselesaikan, dengan kesimpulan bahwa manusia diciptakan dengan kemampuan unik ini. 

Tetapi, tentu ada saja pihak-pihak yang berusaha menjelaskan fenomena asal mula bahasa tanpa merujuk kepada Tuhan, yang mana pola pendekatannya dengan menggunakan kerangka evolusi. Dalam perjalanannya kemudian, muncullah deskripsi yang mengatakan bahwa studi tentang asal mula bahasa sebagai "tantangan terberat bagi sains". 

Kekurangan bukti Empiris (pada asal-usul bahasa) telah menyebabkan banyak sarjana menganggap seluruh topik sebagai hal yang tidak sesuai untuk studi serius. Pada tahun 1866, Linguistic Society of Paris melarang segala perdebatan yang ada atau yang akan datang mengenai masalah tersebut, suatu larangan yang tetap berpengaruh di sebagian besar dunia barat hingga akhir abad keduapuluh. Hari ini ada banyak hipotesis tentang bagaimana, mengapa, kapan, dan di mana bahasa mungkin telah muncul. (Edgar Andrews. 2018: 260-261)

Dalam buku Approaches to the Evolution of Language (James R. Hurford. 1998: 30-43) dikemukakan teori asal mula bahasa, yang dikelompokkan berdasarkan asumsi model evolusi, disebut sebagai "Teori Kontinuitas," yang mana teori ini dibangun di atas gagasan bahwa bahasa menunjukkan begitu banyak kompleksitas sehingga orang tidak dapat membayangkannya muncul begitu saja dari ketiadaan dalam bentuk akhirnya; karena itu ia harus berevolusi dari sistem pra-linguistik sebelumnya di antara leluhur primata kita.

"Teori diskontinuitas" mengambil pendekatan sebaliknya --- bahasa tidak dapat dibandingkan dengan apa pun yang ditemukan di antara non-manusia, pasti muncul secara tiba-tiba selama evolusi manusia. Noam Chomsky adalah pendukung terkemuka teori Teori diskontinuitas ini.  

Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens: Riwayat Singkat Ummat Manusia (2017: 22) mengatakan: "Homo Sapiens menaklukkan dunia terutama berkat bahasanya yang unik". Lebih lanjut pembahasam Yuval terkait hal ini dapat kita simak dalam kutipan berikut:

kemunculan cara-cara baru berpikir dan berkomunikasi, antara 70.000 dan 30.000 tahun silam, merupakan Revolusi Kognitif. Apa yang menyebabkannya? Kita tidak tahu pasti. Teori yang paling banyak dipercaya berargumen bahwa mutasi-mutasi genetik tanpa sengaja mengubah sambungan-sambungan di dalam otak Sapiens, memungkinkan mereka berpikir dengan cara-cara yang tak pernah ada sebelumnya dan berkomunikasi menggunakan jenis bahasa yang sepenuhnya baru. 

Kita bisa menyebutnya mutasi Pohon pengetahuan. Mengapa mutasi itu terjadi dalam DNA Sapiens, bukan dalam DNA Neandertal? Sejauh yang bisa kita tahu, itu masalah kebetulan semata. Namun yang lebih penting adalah memahami akibat mutasi pohon pengetahuan, ketimbang penyebabnya. Apa yang sedemikian istimewa mengenai bahasa baru Sapiens yang memungkinkan spesies manusia tersebut menaklukkan dunia?

Bahasa tersebut bukanlah bahasa pertama. Setiap hewan memiliki semacam bahasa. Bahkan serangga, seperti lebah dan semut, tahu bagaimana berkomunikasi dalam cara-cara yang canggih, saling memberi informasi mengenai letak makanan. Bahasa Sapiens juga bukan bahasa vokal pertama. Banyak hewan, termasuk semua spesies kera dan monyet, memiliki bahasa vokal. 

Misalnya, monyet hijau (Chlorocebus sabaeus) menggunakan berbagai jenis panggilan yang berarti "hati-hati! Elang!" panggilan lain yang agak berbeda memperingatkan "hati-hati! Singa!" Ketika para peneliti memutar rekaman panggilan pertama kepada sekelompok monyet, monyet-monyet itu menghentikan kesibukan mereka dan melihat ke atas dengan ketakutan. Ketika kelompok yang sama mendengar rekaman panggilan kedua, peringatan terhadap singa, mereka lekas-lekas memanjat pohon. 

Sapiens dapat menghasilkan jauh lebih banyak suara berbeda daripada monyet hijau, namun paus dan gajah memiliki kemampuan yang sama mengesankannya. Burung betet bisa mengatakan apapun yang dikatakan Albert Einstein, juga meniru dering telepon, bunyi pintu dibanting, dan raungan sirine. Apapun keunggulan Einstein dibanding betet, itu pastilah bukan keunggulan vokal. Kalau begitu, apa yang sedemikian istimewa mengenai bahasa kita?

Jawaban paling umum adalah bahasa kita luar biasa luwes. Kita bisa menyambungkan bunyi dan tanda dalam jumlah terbatas untuk menghasilkan kalimat dalam jumlah tak terbatas, masing-masing dengan makna sendiri. Karena itu kita bisa menelan, menyimpan, dan menyampaikan banyak sekali informasi mengenai dunia di sekeliling kita. Monyet hijau bisa meneriakkan kepada rekan-rekannya, "Hati-hati! Singa!" 

Namun manusia modern dapat memberitahukan kepada teman-temannya bahwa pagi ini, di dekat lekukan sungai, dia melihat singa melacak sekawanan bison. Dia kemudian menjabarkan di mana persisnya dia melihat kejadian itu, termasuk berbagai jalan yang mengarah ke sana. Dengan informasi itu, anggota-anggota kawanannya dapat berkumpul dan berembug apakah mereka harus mendekati sungai guna menghalau singa dan memburu bison.

Teori kedua setuju bahwa bahasa kita yang unik berevolusi sebagai cara berbagi informasi mengenai dunia. Namun informasi terpenting yang perlu disampaikan adalah tentang manusia, bukan tentang singa dan bison. Bahasa kita berevolusi sebagai cara bergosip. 

Menurut teori ini, Homo Sapiens utamanya merupakan hewan sosial. Kerja sama sosial adalah kunci kelestarian dan reproduksi kita. Tidak cukup bagi individu laki-laki dan perempuan untuk mengetahui di mana singa dan bison, jauh lebih penting bagi mereka untuk mengetahui siapa yang dibenci rekan sekawanan, siapa yang tidur dengan siapa, siapa yang jujur, dan siapa yang bohong.

(Dikutip dari buku Yuval Noah Harari: "Sapiens: Riwayat Singkat Ummat Manusia". Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2017. hlm. 25-26)

Demikianlah Yuval menyampaikan ulasannya secara lugas layaknya maksud teori kedua di atas.

Nampak jelas dalam kutipan di atas bahwa Yuval mengulas keistimewaan bahasa manusia sebagai instrument berpikir dan berkomunikasi yang sangat efektif jika dibandingkan dengan bahasa yang ada pada hewan-hewan, yang memungkinkan spesies manusia mampu menaklukkan dunia.

Terlepas dari apapun teori atau argumentasi yang disampaikan Yuval mengenai keunikan bahasa manusia, berikut ini saya akan mencoba mengulas pendapat saya terkait hal tersebut.

Esensi Bahasa

Saya melihat bahwa hal terpenting dalam berbicara tentang bahasa adalah terlebih dahulu memaknai esensi dan tujuan Allah mengajarkan Nabi Adam semua nama, seperti yang diungkap Al Quran pada Surat Al-Baqarah Ayat 31: "Dan Dia mengajarkan kepada Adam semua nama..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun