Perlu saya tekankan, bahwa temuan ini sifatnya bukan penerawangan mistis, tapi melalui metode tinjauan bahasa, berawal dari keyakinan dasar saya bahwa bahasa dan aksara merupakan instrumen intelektual paling primordial yang digunakan manusia dalam mengembangkan peradaban.Â
Hal ini yang mendorong saya beberapa tahun terakhir ini secara khusus mempelajari aksara dan bahasa dari empat wilayah di dunia yang membentuk dasar peradaban besar dunia, yaitu: India, Cina, Yunani dan Arab.Â
Hasilnya, saya menemukan fakta bahwa orang-orang zaman dahulu mengembangkan bentuk ungkapan idiom (perandaian) bukan saja sebagai komsumsi estetika, tapi tujuan utama sebenarnya adalah merekam pesan tertentu.Â
Bentuk idiom itu lalu mereka rangkum (padatkan) lagi dalam bentuk aksara dan simbol. sehingga butuh pemahaman dan wawasan luas tentang "sejarah aksara" dan "bahasa utama" untuk memecahkan pesan tersebut. Bisa dikatakan "angka dan aksara tertentu" merupakan medium penyimpanan mereka sekaligus merupakan kunci dari setiap teka-teki yang dimunculkan.
Oleh Roderick Bucknell dan Martin Stuart-Fox, metode ini dipopulerkan dengan sebutan "The Twilight Language" (bahasa senja) dari bentuk aslinya "Samdhya-bhasa" atau "sandha-bhasa".Â
Seperti yang dinyatakan Bucknell dan Stuart-Fox "Dalam tradisi Vajrayana, yang sekarang sebagian besar dipertahankan dalam sekte Tibet, telah lama diakui bahwa ajaran-ajaran penting tertentu diungkapkan dalam bentuk bahasa simbolik rahasia yang dikenal sebagai Samdhya-bhasa..." [Bucknell, Stuart-Fox (1986), p.vii ]
Sebagai bagian dari tradisi inisiasi esoterik, teks-teks yang berisi ajaran penting tertentu, tidak boleh digunakan oleh mereka yang tidak memiliki panduan yang berpengalaman. Dikatakan jika teks-teks tersebut tidak dapat dipahami tanpa komentar lisan khusus dari para guru Vajrayana yang berwenang. [Simmer-Brown (2002), p.169]
Saya cukup yakin jika metode semacam ini bukan hanya ada pada Vajrayana (tradisi buddha), tapi jauh sebelum munculnya ajaran Buddha, metode ini telah digunakan. Dapat dikatakan mereka yang mewarisi dan melestarikannya.
Jadi apakah "bidang kuda di tepi sungai ussu" adalah letak makam Ratu Sima atau Datu Simpurusiang? - Silahkan para ahli arkeolog menindaklanjuti jika tertarik... fungsi saya hanya mengungkap... :)
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 11 Januari 2020