Bisa dikatakan "Tara" merupakan personifikasi Hawa yang paling menyebar luas ke seluruh penjuru dunia. Dalam bahasa Latin ia meninggalkan jejak "Terra" sebagai sebutan Ibu Pertiwi. Budaya Celtic kuno mengenal pula Dewi Tara. Legenda kuno Finlandia ada berbicara tentang "Tar" seorang perempuan bijaksana. Sementara, Suku asli di hutan Amerika Selatan memanggil dewi mereka "Tarahumara".Â
Demikian pula dalam legenda orang Cheyenne (orang Indian Amerika di dataran barat AS) ada menceritakan tentang seorang Bintang Wanita yang jatuh dari langit ke Bumi. Dari tubuhnya semua makanan penting tumbuh. Dia mengirim orang-orangnya untuk kawin dengan penghuni Bumi yang lebih primitif, sehingga memberi mereka kapasitas untuk kebijaksanaan. Untuk diketahui, dalam banyak bahasa India kontemporer lainnya, kata 'tara' juga berarti bintang.
Nama suku Cheyenne juga ada kemungkinan terkait dengan nama lain dari dewi Ushas: Chhaya.
Nama Dewi Diana (dewi berburu, alam, binatang liar dan hutan dalam mitologi Romawi) nampaknya juga berasal dari morfologi 'tara' ke bentuk 'tana' lalu menjadi istilah 'dhyana' yang  dalam tradisi Hindu berarti perenungan dan meditasi. Istilah Dhyana  secara spesifik dianggap terkait dengan dewi Saraswati.
Nama Dewi Artemis yang merupakan dewi berburu dan binatang liar dalam tradisi Yunani kuno (yang mana ekuivalen dengan Dewi Diana dalam mitologi Romawi ataupun Dewi Ushas dalam mitologi hindu, yakni sama-sama sebagai dewi berburu dan binatang liar), cukup samar dan agak sulit dicari asal usul namanya.
Namun dengan mengikuti arah berpikir orang-orang di masa kuno dalam membuat personifikasi Dewa Surya dan Istrinya (Dewi Ushas), atau pun Dewa Siwa dan Istrinya (Parvati), yang biasanya membuat konsep dualisme "maskulinitas dan feminitas" antara keduanya, seperti sebutan "Kala" untuk Siwa dan "Kali" sebagai nama lain untuk Parvati, maka saya menduga jika bentuk nama "Artemis" bisa jadi berasal bentuk "Mitra" yang merupakan nama lain Dewa Surya.
Dewa Mitra tidak hanya dikenal di India, tapi juga dalam tradisi agama Zoroastrianisme di Iran. Dikenal pula dengan sebutan "Mithras" dalam tradisi agama kuno Yunani dan Romawi. Agama ini oleh para ilmuwan disebut "Mithraisme" yaitu agama misteri Romawi yang berpusat pada dewa Mithras.Â
Nama Dewi Artemis bisa jadi merupakan bentuk anagram dari nama Mitras atau Miteras. Tapi menurut saya, konsep paling awal dari anagram ini adalah pembacaan terbalik nama 'Mitra' yang menghasilkan 'Artim'. bentuk  'Artemis' bisa jadi merupakan aksen atau penyebutan yang lebih mudah oleh orang-orang selanjutnya. Sampai saat ini, umumnya kamus etimologi menganggap nama 'Artemis' tidak diketahui atau tidak pasti asal usulnya, misalnya, dalam etymonline.com.
'Ale Kawa' yang dalam kitab mitologi La Galigo disebut sebagai dunia tengah tempat hidup manusia, yang dengan demikian bisa bermakna bumi (dunia atas dan dunia bawah dianggap tempat para dewa), nampaknya juga ada keterkaitan dengan personifikasi Hawa sebagai ibu pertiwi. Kata 'ale' bisa bermakna 'tubuh', sementara kata 'kawa' bisa jadi berasal dari kata 'hawa'. Jadi 'ale kawa' dapat bermakna 'tubuh hawa'.
Demikianlah, Personifikasi Hawa dalam berbagai aspek, dalam ribuan tahun hadir mengisi tradisi kuno berbagai bangsa di dunia. Entah ia hadir dalam wujud abstrak sebagai aspek suci yang termitologisasi, ataukah ia memang hadir sebagai sosok yang diberi "umur panjang".
Suatu hal yang menarik, karena seperti halnya Kali, Tara dalam konteks Hindu-nya menikmati darah. Dalam nyanyian nyanyian seratus nama dari Mundamala-tantra, dia disebut "Dia yang Menyukai Darah", "Dia yang Diolesi Darah" dan "Dia yang Menikmati Pengorbanan Darah". Ini mau tidak mau akan mengingatkan kita pada pemahaman urban legend tentang sosok vampire yang menurut mitosnya adalah makhluk abadi peminum darah.