Narasi tersebut identik dengan narasi simbolik Batara Guru dan We Nyili Timo pada bagian ini:Â
...akan tetapi dalam pada itu lautan pun bagaikan menyala dan We Nyili Timo seolah-olah seorang anak dewata yang turun ke bumi dalam usungannya.Â
Orang-orang ware gemetar melihat api langit sedang mengamuk di tengah lautan. Batara Guru balik lagi dan menanti, dicampakkannya ikat kepalanya (yang berasal dari langit) ke dalam laut sambil mengucapkan suatu mantera hingga tiga kali. Api pun padamlah.Â
Telaah Kesamaan
Kesamaan kedua versi narasi simbolik di atas, dapat kita lihat pada bagian cerita yang menggambarkan adanya api yang menjulang ke langit. Secara intuitif saya melihat hal ini sebagai suatu wujud gambaran emosi.Â
Jika pemahaman "gambaran emosi" tersebut dikaitkan dengan situasi pertemuan pertama kali Nabi Adam dan Hawa di bumi (setelah sempat terpisah beberapa lama saat diturunkan dari Surga), saya menduga bahwa pada saat pertama kali mereka bertemu kembali, sempat terjadi pertengkaran yang hebat antara keduanya. Saling melempar kesalahan tentang hal yang menyebabkan mereka terusir dari dalam Surga.
Saya menduga interpretasi dari kalimat: "mereka mendirikan dua tumpukan api yang terpisah", adalah wujud emosional/kemarahan keduanya. Dan lanjutan kalimat: "dan api akhirnya menjadi satu. Di bawah api, mereka memutuskan untuk menjadi suami dan istri" menggambarkan mereka berhasil menemukan titik temu.
Api sebagai simbol kemarahan umumnya kita dapat temukan dalam ilustrasi komik, seperti pada gambar berikut ini...
- Nyala api yang membumbung tinggi; wujud emosional/kemarahan We Nyili Timo (Hawa) yang dapat diredakan oleh Batara Guru (Nabi Adam) dengan mantera (ungkapan simbolik dari bujukan).
- We Nyili Timo (Hawa) berubah memutih, dengan rambut pun juga putih; merupakan wujud kegamangan atau kelengangan emosi. Hal ini umum kita dapat lihat pada orang-orang yang baru saja selesai meluapkan kemarahan. Putih dalam beberapa hal biasanya merupakan simbol kekosongan (misalnya: seorang anak bayi, kadang diberi ungkapan lembaran putih kehidupan). Dalam situasi itu Batara Guru (Nabi Adam) tetap memberikan bujukannya.
- We Nyili Timo (Hawa) berubah wujudnya menjadi anak kecil; merupakan gambaran perubahan psikologi We Nyili Timo (Hawa) yang malu-malu ingin dibujuk seperti layaknya anak kecil.
Terlepas dari tinjauan aspek emosional pertemuan Nabi Adam dan Ibu Hawa yang digambarkan di atas, ungkapan Fuxi dan Nuwa yang mengatakan "awalnya mereka merupakan saudara sebelum kemudian menjadi pasangan suami istri," identik dengan latar belakang Hawa yang dalam berbagai literatur kuno dikatakan diciptakan Allah dari tulang rusuk Nabi Adam (terkait hal itu, Adam dan Hawa dapatlah dianggap bersaudara pada awalnya).Â
Dewa Surya dan Dewi Ushas dalam mitologi Hindu
Dalam tradisi Hindu, Nabi Adam nampaknya dipersonifikasi dalam sosok Dewa Surya, sementara Ibu Hawa dipersonifikasi dalam sosok Dewi Ushas.
Kehadiran keduanya yang dianalogikan "bagai matahari pagi yang hadir menghilangkan gelap malam" - dimana matahari sebagai simbolisasi ilmu pengetahuan, sementara gelap malam sebagai simbolisasi kebodohan, merupakan wujud illustrasi kehadiran Nabi Adam dan Hawa di masa awal peradaban manusia, yang datang membawa ilmu pengetahuan.
Dalam tradisi Hindu, sejauh ini saya belum menemukan illustrasi fase awal kehidupan Nabi Adam dan Hawa di bumi, sebagaimana yang digambarkan dalam mitologi Bugis ataupun dalam mitologi Cina.
Dalam Rigveda, personifikasi Nabi Adam dan Hawa terlihat lebih kepada penggambaran fase hidup mereka dalam perjuangannya membimbing umat manusia di masa awal peradaban. Keduanya dipersonifikasi sebagai dewa / dewi matahari yang setiap hari menggunakan kereta kuda melintasi langit menuju arah barat (sebagaimana pergerakan matahari terlihat dari bumi).Â