Hal Ini dapat dimungkinkan dengan mencermati fase kehidupan manakah dari Nabi Adam dan Ibu Hawa yang menjadi tema mitologisasi dari bangsa-bangsa kuno tersebut.
Dan berikut ini beberapa bentuk mitologisasi tersebut...
Batara Guru dan We Nyili Timo dalam Mitologi Luwu / Bugis Kuno
Dalam tradisi Bugis, Sosok Nabi Adam dan Ibu Hawa nampaknya tersimbolisasi sebagai Batara Guru dan Istrinya We Nyili Timo. Hal ini dapat kita jumpai dikisahkan dalam Kitab Sure I La Galigo.
Batara Guru diceritakan adalah anak dari Puang Patotoe (Dewata pencipta yang bersemayam di langit, dengan Istrinya, Datu Palinge). Batara Guru diperintahkan turun dan memerintah dunia tengah (bumi) yang masih kosong gelap gulita.Â
Di dunia tengah, Batara Guru dinikahkan dengan We Nyili Timo putri dari penguasa dunia bawah (Guru Ri Selleng dan Istrinya Sinaungtoja yang merupakan adik kembar Sang Pencipta).
Berikut ini penggalan kisah Batara Guru / We Nyili Timo pada saat pertama kali dipertemukan di dunia tengah, yang diceritakan di dalam buku I La Galigo terjemahan R.A Kern. (R. A. Kern. I La Galigo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989 Hlm. 31-32)Â
"...kenaikan We Nyili' Timo terkatung-katung di atas ombak di depan Batara Guru. Seorang inang pengasuh mendesaknya agar ia sendiri berenang ke padanya, akan tetapi apabila hal itu dilakukan oleh Batara Guru, kenaikan We Nyili Timo bagaikan diterbangkan pergi oleh angin; dengan terperanjat dan bingung Batara Guru kembali ke pantai. Ia memandang berkeliling, dilihatnya mempelainya di sebelah timur; ia berenang pula kepadanya, tiga kali We Nyili Timo selalu menghilang.Â
Ketika Batara Guru kembali ke pantai, ia berganti pakaian; yang dipakainya kini ialah pusakanya dari Sang Pencipta. Diambilnya sekapur sirih dari dalam cenrananya, lalu diucapkannya suatu mantera. Seketika laut menjadi kering, lalu pergilah ia sendirian mendapatkan We Nyili Timo ke tempatnya bersemayam.
Akan tetapi sang putri menguraikan rambutnya yang panjang, lalu mengucapkan sebuah mantera. Maka seolah-olah kenaikannya ada yang menariknya pergi lalu tenggelam, orang tidak melihatnya lagi; akan tetapi dalam pada itu lautan pun bagaikan menyala dan We Nyili Timo seolah-olah seorang anak dewata yang turun ke bumi dalam usungannya.Â
Orang-orang ware gemetar melihat api langit sedang mengamuk di tengah lautan. Batara Guru balik lagi dan menanti, dicampakkannya ikat kepalanya (yang berasal dari langit) ke dalam laut sambil mengucapkan suatu mantera hingga tiga kali. Api pun padamlah.Â
Dengan suatu mantera We Nyili Timo menjadikan air naik kembali. Batara Guru berenang kepadanya, lalu duduk disampingnya. Kembali ia tak kelihatan pula, akan tetapi oleh mantera Batara Guru ia turun lagi seluruhnya dalam busana putih, rambutnya pun putih.Â
Sang manurung bungkam keheran-heranan, akan tetapi dia ucapkan jua suatu mantera, sehingga wajah sang puteri berubah, kini bersinar penuh kecantikan, duduk disampingnya. Dengan suatu mantera yang baru We Nyili Timo mengubah dirinya menjadi seorang anak kecil. Batara Guru dari pihaknya membuka ikat rambutnya dan mengucapkan suatu mantera; We Nyili Timo pun menjadi cantik kembali.
Fuxi dan Nuwa dalam Mitologi Cina
Dalam teks klasik tiongkok "The Classic of Mountains and Seas" atau "Shan Hai Jing", dikenal sosok Fuxi, juga diromanisasi sebagai Fu-hsi, sebagai pahlawan budaya dalam legenda dan mitologi Cina , yang dikreditkan (bersama dengan saudara perempuannya Nuwa).
Pada salah satu kolom dari Kuil Fuxi di Provinsi Gansu, bait berikut ini menjelaskan pentingnya Fuxi: "Di antara tiga primitifitor peradaban Huaxia , Fu Xi di Negara Huaiyang menempati urutan pertama."(Ji Xiaoping. Worshiping the Three Sage Kings and Five Virtuous Emperors The Imperial Temple of Emperors of Successive Dynasties in Beijing : 2007)
Pada awalnya belum ada tatanan moral atau sosial. Manusia hanya mengenal ibu mereka, bukan ayah mereka. Saat lapar, mereka mencari makanan; ketika puas, mereka membuang sisa-sisanya. Mereka membungkus diri mereka dengan kulit dan cenderung terburu-buru dalam setiap tindakan.Â
Kemudian datanglah Fuxi, melihat ke atas dan merenungkan gambaran di langit, melihat ke bawah dan merenungkan situasi di bumi. Dia kemudian menyatukan suami-istri agar manusia beranak pinak, mengatur lima tahap perubahan, dan menetapkan hukum-hukum kemanusiaan. Dia menyusun delapan trigram, untuk mendapatkan penguasaan atas dunia. Demikian gambaran singkat Fuxi dalam mitologi Cina.
Adapun narasi simbolik yang terpenting dari Fuxi dan Nuwa, dan bisa kita lihat ada kesamaan dengan kisah simbolik yang ada pada Batara Guru dan We Nyili Timo dalam naskah I La Galigo adalah sebagai berikut:Â
Fuxi dan Nuwa awalnya adalah saudara. Suatu hari mereka mendirikan dua tumpukan api yang terpisah, dan api akhirnya menjadi satu. Di bawah api, mereka memutuskan untuk menjadi suami dan istri.Â