Berikut ini makna yang dikandung huruf S, D T, E, dan L, menurut aksara Yunani.
S (Sigma), mengandung makna: sinkronisasi (synchronized) dan kontraksi (contraction). Webster mendefinisikan synchronized sebagai "menyebabkan untuk dapat melanjutkan, memindahkan, beroperasi/ bekerja dengan kecepatan yang sama dan secara bersamaan." Lalu, contraction didefinisikan sebagai "suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang ditentukan." Bentuk Sigma menyerupai gerbang awal di arena pacuan kuda. Gerbang start digunakan untuk menyinkronkan awal lomba, sehingga semua kuda memulai pada saat yang sama. (sumber rujukan: di sini)
D (Delta), mengandung makna: mengarahkan (direct) dan lintasan (trajectory). Webster mendefinisikan direct sebagai "untuk mengelola atau memandu; untuk mengatur arah; "dan trajectory sebagai "jalan atau perkembangan". Delta yang berbentuk anak panah dianggap simbol yang menunjukkan arah. (sumber rujukan: di sini dan di sini)
T (Tau), mengandung makna: regangkan (stretch) dan rentangkan (extend). Webster mendefinisikan stretch sebagai "untuk menarik atau memperluas -  untuk memperluas jarak atau area atau ke arah tertentu. . . " dan extend didefinisikan sebagai "tindakan meregangkan atau menegangkan." Yang menarik karena konsep spiritual Tao yang menganggap yin dan yang sebagai kekuatan penyeimbang yang membentuk ketegangan sempurna. Dapat kita lihat jika kedua nama ini (Tau dan Tao) bukan saja memiliki kemiripan secara fonetis, tetapi mengandung konsep makna yang kurang lebih sama. (sumber rujukan: di sini)
E (Epsilon), mengandung makna: esensi (essence) dan intisari (quintessence). Webster mendefinisikan essence sebagai "sifat dasar, nyata, dan tidak berubah...." dan mendefinisikan quintessence sebagai "esensi murni". (sumber rujukan: di sini)
L (Lambda), mengandung makna: melonggarkan/ melepaskan (loosen) dan membebaskan (liberate). Simbol Lambda yang menyerupai panah menunjuk ke atas, seolah-olah menyarankan kebebasan dari gravitasi; menentang gravitasi. (sumber rujukan: di sini)
Dengan mencermati uraian di atas, rasanya dapatlah kita memahami jika makna yang dikandung formasi unik penyusunan angka dalam bahasa Indonesia, adalah tentang tahapan yang dilalui manusia dari awal hingga akhir hidupnya.
Mulai dari sinkronisasi aspek ilahiah dalam diri manusia dan pembuatan kontrak perjanjian antara manusia dan Sang Pencipta sebelum manusia dilahirkan ke dunia - Tahap Sigma.
Setelah dilahirkan ke dunia, manusia diberikan arahan (direction) untuk menjalani lintasan (trajectory) atau usianya - Tahap Delta.
Dalam hidupnya, manusia diharapkan mampu menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh hingga mengalami kegagalan. Hal ini disimbolisasi dengan kata rentangkan (extend), merupakan tindakan yang secara naluri kita lakukan - merentangkan tangan selebar-lebarnya ketika berupaya menjaga keseimbangan saat meniti lintasan sempit agar tidak terjatuh, misalnya meniti seutas tali. Bentuk huruf T (tau) pada dasarnya menunjukkan simbol seorang yang sedang merentangkan lengan.
Pemain akrobatik lintas tali biasanya terlihat mentaktisi upayanya menjaga keseimbangan dengan memanfaatkan sebuah bilah panjang sebagai pemberat, sehingga keseimbangannya memiliki "ketegangan sempurna". Hal sama kiranya terdapat pada konsep spiritual Tao yang menganggap yin dan yang sebagai kekuatan penyeimbang yang membentuk ketegangan sempurna - Tahap Tau
Dari kondisi manusia yang lemah dan rentan mengalami banyak kegagalan  (masa kanak-kanak hingga remaja), namun terus berproses sedemikian rupa, belajar dari pengalaman, hingga mampu menyeimbangkan segala aspek pada dirinya,maka, memasuk masa dewasa adalah saat di mana manusia  diharapkan telah berada pada kondisi idealnya, yaitu tingkat esensi - Tahap Epsilon
Mencapai tingkat esensi berarti mencapai tingkat tertinggi. Maka melepas kefanaan adalah tahapan akhir yang mesti dilalui. Disimbolisasi dengan simbol Lambda yang menyerupai panah menunjuk ke atas, yang seolah-olah menyarankan kebebasan dari gravitasi; menentang gravitasi - Tahap Lambda
Demikianlah, leluhur kita di masa lalu senantiasa menempatkan pesat-pesan sakral dalam medium yang diyakininya tidak akan hilang, rusak atau terbongkar susunannya. Yaitu pada bahasa dan fiturnya.
Dengan memanfaatkan fitur gramatikal (sistem angka) yang secara tradisional merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan selain itu memiliki aturan susunan yang baku, maka kepingan-kepingan pesan dari informasi yang ingin disamarkan dapat dijaga urutan susunannya secara tepat.
Mekanisme pewarisan bahasa pada manusia yang bekerja secara neurotik dalam otak manusia (yang kapasitas penyimpanannya bisa dikatakan tak terhingga), yang proses akuisisinya dimulai sejak lahir dan mencapai tingkat dapat diucapkan dengan fasih pada usia tiga tahun, yang kemudian di sisi lain, akumulasi jumlah manusia yang terlahir jika dihitung menurut basis periode masa kelahiran tertentu adalah bersifat kelipatan, menjadikan ingatan manusia secara kolektif sebagai media penyimpanan yang sangat efektif secara kapasitas maupun kontinuitas. Inilah alasan utama leluhur kita yang cerdas itu (yang entah siapa orangnya, yang pasti bukan orang biasa) memilih bahasa dan fitur-fiturnya sebagai media penyimpanan pesan sakralnya.