Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asal Usul Orang Bajo Menurut Literatur Kuno

15 November 2019   20:56 Diperbarui: 7 Desember 2019   20:39 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilihan aksara Cina untuk kata Gu-Lun. Dikutip dari buku "LUWU-BUGIS - The Antediluvian World". Fadly Bahari.  2018. (Dokumen Pribadi)

Pilihan aksara Cina untuk kata Gu-Lun. Dikutip dari buku
Pilihan aksara Cina untuk kata Gu-Lun. Dikutip dari buku "LUWU-BUGIS - The Antediluvian World". Fadly Bahari.  2018. (Dokumen Pribadi)

Jadi, jika Ku-lun atau Gu-lun secara harafiah berarti "Manusia pedagang" atau secara lebih sederhana berarti "pedagang" maka, kata "Sa-po" (atau orang Sabaean) juga memiliki makna yang relatif sama, yaitu: Saudagar. Ini tinjauan menurut keidentikan makna nama.

Sementara itu, tinjauan keidentikan fonetis dapat kita lihat terdapat pada fakta bahwa  orang Bajo sendiri pada umumnya menyebut diri mereka "orang sama", yang dalam hal ini, dapat diduga bahwa kata "sama" merupakan bentuk lain dari "saba" yang dapat diduga telah mengalami perubahan fonetik b menjadi m. Fenomena morfologi bahasa semacam ini merupakan hal yang umum terjadi pada kelompok fonetik labial. (pembahasan mengenai fenomena morfologi bahasa ini dapat dibaca di tulisan saya lainnya: Formula Kunci Mengurai Sejarah dan Genetik Aksara Nusantara, Formula Kunci Mengurai Sejarah)

Dengan demikian, terjemahan Pelliot atas "sa-po" sebagai "orang Sabaen" dapat dikatakan merupakan salah satu titik terang yang sangat penting dalam upaya mengungkap asal usul orang Bajo.

Jika hipotesis "Gu-lun" sebagai bentuk asli dari "Ku-lun" untuk menyebut pelaut dan pedagang dari laut selatan (nusantara) dapat diterima, selanjutnya kita dapat bergerak lebih maju dengan menimbang bahwa jika sebutan Gu-lun merupakan bentuk transkripsi dari Cina, maka bisa jadi bentuk aslinya adalah "gu-run" - yang mana nama ini dapat kita temukan disebutkan dalam naskah kakawin Negarakretagama.

Dalam naskah kakawin Negarakretagama, pada pupuh 14, tertulis: "Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantalayan di wilayah Bantayan beserta Kota Luwuk, Sampai Udamaktraya dan pulau lain-lainnya tunduk."  

Jika mencermati penyebutan Pulau Gurun sebelum menyebutkan Bantayan (Bantaeng) dan Luwuk (Luwu) maka dapat diduga yang dimaksud pulau Gurun di sini adalah pulau Sulawesi.

Dugaan ini dapat dikuatkan dengan menganalisa "sumpah palapa" dari Pati Gajah Mada yang berbunyi: Lamun huwus kalah nusantara insu amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa. (untuk rincian letak wilayah, lihat pada gambar di bawah)

(Dokumen Pribadi)
(Dokumen Pribadi)

Dalam peta di atas dapat kita lihat bahwa semua daerah yang dirinci dalam sumpah Palapa, secara umum mewakili wilayah Nusantara dari timur hingga ke barat. Jika seandainya ada pendapat yang mengatakan bahwa wilayah gurun dalam sumpah palapa bukanlah pulau Sulawesi, maka akan menjad terasa janggal jika Pati Gajah Mada tidak menyebutkan pulau Sulawesi sebagai salah targetnya untuk menyatukan wilayah nusantara.

Sebagai catatan, nama wilayah lain yang disebutkan dalam sumpah tersebut, dapat dikatakan telah dapat teridentifikasi dengan baik. Tersisa nama Gurun saja yang sejauh ini masih menjadi tanda Tanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun