Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hubungan Nusantara dan Tanah Punt

25 Oktober 2019   13:29 Diperbarui: 25 Oktober 2019   15:28 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1970an Abdel Monem Abdel Haleem Sayed dari Universitas Alexandria, Mesir, melakukan penggalian di situs Mersa / Wadi Gawasis yang dianggap sebagai titik awal pelayaran Mesir dalam melakukan ekspedisi perniagaan ke berbagai wilayah, termasuk ke Punt. 

Situs Mersa / Wadi Gawasis yang letaknya di Laut Merah kembali dieskavasi pada tahun 2004 oleh tim arkeologi yang dipimpin oleh ahli Mesir Kathryn Bard dan Rodolfo Fattovich. Mereka mengidentifikasi situs tersebut sebagai pelabuhan tua Saww, yang digunakan oleh orang Mesir kuno selama ekspedisi ke Punt.

Dalam artikel Kathryn A. Bard dan Rodolfo Fattovich berjudul "The Middle Kingdom Red Sea Harbor at Mersa/Wadi Gawasis" yang berisi data terkait penelitian mereka pada tahun 2004, menyatakan bahwa ditemukan bukti adanya aktifitas di pelabuhan kuno Mersa / Wadi Gawasis terkait kegiatan ekspedisi pelayaran menuju tanah Punt, yang mana membuktikan bahwa Tanah Punt bukanlah negeri mitos.

Berikut ini sebagai kutipan dari artikel tersebut:

Pada pertengahan tahun 1970-an Abdel Monem Abdel Haleem Sayed dari Universitas Alexandria, Mesir, melakukan penggalian tes di situs ini, dan menemukan poterherd dengan prasasti lukis (hieratikal) dan Stela yang bertuliskan rekaman ekspedisi ke Bia-Punt dari sebuah wilayah yang disebut Saww, dari pemerintahan Senusret I (sekitar 1956--1911 SM), Amenenhat II (sekitar 1911--1877 SM), Senusret II (ca. 1877--1870 SM) dan Senusret III (ca. 1870--1831 SM).

Bukti arkeologi dan tekstual memberikan kronologi untuk penggunaan situs Mersa / Wadi Gawasis sebagai pelabuhan di zaman fir'aun. Yang secara konsisten menunjukkan bahwa pelabuhan itu digunakan di Middle Kingdom (ca. 2055-1650 SM).  

Bukti epigrafik (pada stelae, kotak kayu dan ostraca), termasuk stelae yang dicatat oleh Sayed pada pertengahan tahun 1970-an, menegaskan bahwa pelabuhan digunakan di sebagian besar Dinasti Keduabelas, pada masa pemerintahan Senusret I, Senusret II, Senusret III, Amenemhat III (ca. 1831--1786 Bc), dan Amenemhat IV (ca. 1786--1777 SM).

Sebuah prasasti dari Bir Umm Al-Huwaytat merekam ekspedisi pelayaran selama pemerintahan Amenemhat II juga menyarankan penggunaan pelabuhan selama masa pemerintahan raja ini.

Sebagian besar catatan arkeologi di Mersa / Wadi Gawasis terdiri dari sisa-sisa kegiatan efemeral dari setelah ekspedisi ini, seperti perapian, dan artefak dan puing-puing yang ditinggalkan. Secara keseluruhan bukti ini memberikan lanskap budaya yang koheren karena penggunaan berulang dari wilayah yang sama untuk kegiatan tertentu.

Penggalian UNO / ISIAO dan BU di Mersa / Wadi Gawasis telah menunjukkan bahwa situs ini terkait dengan aktivitas maritim di Laut Merah selama Middle Kingdom. Penggalian di sektor barat dari situs di Wadi Gawasis, khususnya, mengungkapkan banyak bukti tentang ekspedisi pelayaran di Dinasti Kedua Belas: kayu kapal, jangkar, tali, kotak kargo, perangkat administratif, stela berlabel, ostraca, fragmen papirus, keramik, litik, dan sisa tumbuhan dan hewan.

Bukti arkeologis yang ditemukan juga secara jelas mengkonfirmasi Tanah Punt sebagai tanah leluhur orang-orang Mesir. Bahwa selain hal itu dinyatakan dalam epigrafik, juga dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah monument yang dibangun untuk mengenang setiap ekspedisi ke Tanah Punt, yakni sejumlah 16 buah yang diperkirakan merupakan jumlah total ekspedisi. 

Hal ini memberi gambaran kepada kita betapa orang Mesir kuno sangat menghargai setiap upaya pelayaran mereka ke tanah Punt sebagai tanah leluhur.

Sepuluh stela (digali oleh Sayed pada tahun 1970-an dan oleh ekspedisi UNO / IsIAO dan BU) masih menyimpan beberapa bukti dari prasasti asli. Beberapa dari stelae ini menyebutkan toponim Bia-Punt, Tanah Tuhan, dan / atau Punt, yang didedikasikan terutama untuk Min of Coptos.

Tidak diketahui berapa kali Mersa / Wadi Gawasis digunakan sebagai pelabuhan untuk ekspedisi pelayaran di Laut Merah selama Dinasti ke-12. Perkiraan sementara dapat disarankan berdasarkan bukti epigrafi dan jumlah monumen seremonial di situs.

Stelae, ostraca, dan dua kotak kargo mencatat dua belas atau tiga belas ekspedisi, yang diorganisasi selama pemerintahan Senusret I (Tahun 24), Amenemhat II (Tahun 28), Senusret II (Tahun 1 dan 2), Senusret III ( Tahun 5), Amenemhat III (Tahun 23 dan 41), dan Amenemhat IV (Tahun 8), serta di Tahun 4, 5, 6, 12, dan 16 dari pemerintahan raja-raja yang tidak dikenal. 

Ada kemungkinan lima ekspedisi lagi, jika kita memperhitungkan empat stelae dan satu ostracon tanpa tahun resmi yang dicatat untuk Senusret I (2 stelae) dan Amenemhat III (2 stelae dan 1 ostracon).

Jumlah monumen seremonial di sepanjang tepi teras karang di Mersa dan Wadi Gawasis mungkin sesuai dengan jumlah total ekspedisi --- enam belas, jika struktur ini dibangun sebagai semacam monumen peringatan setelah setiap ekspedisi.

Secara keseluruhan, Bukti epigrafi dan arkeologi tampaknya konsisten dalam hal jumlah ekspedisi, menunjukkan bahwa pelabuhan digunakan di Middle Kingdom untuk lima belas hingga dua puluh ekspedisi.

Sejak penemuan situs pelabuhan di pertengahan 1970-an para sarjana berasumsi bahwa Mersa / Wadi Gawasis dikaitkan dengan perdagangan maritim ke Punt, atas dasar bukti epigrafi. 

Penggunaan pelabuhan untuk ekspedisi pelayaran ke tanah Punt juga disarankan oleh dua stelae dari Bir Umm Al-Huwaytat sepanjang Wadi Gasus yang merekam "Tanah Tuhan" (kemungkinan besar terkait dengan Punt) dan Bia-Punt ("tambang" Punt), dan dari situs pelabuhan tiga rekaman stelae Bia-Punt dan satu rekaman stela Bia-Punt dan Punt, serta ostracon dengan nama Punt.

Bukti tekstual ini, bagaimanapun, adalah ambigu dan mungkin menunjukkan penggunaan utama pelabuhan untuk eksploitasi tambang di suatu daerah (Bia-Punt) di suatu tempat di sepanjang atau di dekat Laut Merah daripada perdagangan pelayaran reguler dengan Punt.

.........

Demikianlah sebagian kutipan dari artikel Kathryn A. Bard dan Rodolfo Fattovich.

Dari data yang ada, tanah Punt dan Bia-Punt telah kita ketahui nyata keberadaannya, hanya saja hingga saat ini lokasi keduanya belum dapat ditentukan secara pasti oleh para ilmuwan.

Hal yang menarik perhatian saya terhadap misteri tanah Punt ini -- sekaligus akan saya gunakan sebagai titik awal hipotesis saya untuk memecahkan misteri tersebut -- adalah keberadaan nama pelabuhan kuno tempat ekspedisi pelayaran dimulai, yakni: Saww (pengucapan: Sauu).

Saya melihat kata Saww ini memiliki keterkaitan dengan kata"Sauh" dalam bahasa Indonesia yang berarti "jangkar". 

Secara logika saya yakin pembaca bisa melihat keterkaitan antara kedua kata tersebut, yakni; "Saww" sebagai nama pelabuhan laut, dan "Sauh" yang berarti jangkar kapal. 

Selain keterkaitan terhadap kata "Sauh",  saya juga melihat "Saww" memiliki keterkaitan dengan kata "Sau" yang dalam bahasa Tae' berarti "melepas". 

Kaitan ketiga kata ini (Saww, sauh dan sau) dapat kita gambarkan dalam uraian sebagai berikut: Pelabuhan (Saww) -- adalah tempat melepas (Sau) -- jangkar (Sauh).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun