Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengonsep I La Galigo sebagai Warisan Sejarah Intelektual

15 Oktober 2019   20:45 Diperbarui: 18 Oktober 2019   10:39 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul artikel ini adalah tema diskusi singkat saya dengan seorang teman pada suatu kesempatan di beberapa waktu lalu. Waktu itu ia tiba-tiba saja mengirim pesan melalui Whatsapp bahwa ia tengah berpikir menyusun sebuah event budaya terkait I La Galigo yang nantinya diharapkan dapat menjadi legacy sejarah intelektual. Karena itu event tersebut mestilah padat narasi dan edukasi sejarah-budaya dan sebisa mungkin terhindar dari kesan hiburan artifisial.

Lebih lanjut kawan ini menekankan bahwa event tersebut nantinya haruslah merupakan suatu terobosan dalam upaya menghadirkan sesuatu yg besar sehingga menjadi titik balik kesadaran semua orang. 

Ia berargumen bahwa sudah saatnya mengembalikan Nusantara bukan terbatas dalam definisi geopolitik Majapahit saja tetapi lebih menurut garis spritual dan filosofi Nusantara.

Jika merujuk pada konsep filosofi Nusantara yang dimaksudkannya, maka hal itu jelas akan mengantarkan kita pada persepsi kosmologi Nusantara yang dalam tulisan saya yang berjudul: Sains Buktikan Kosmologi Nusantara Orisinil telah saya buktikan bahwa konsep makro kosmos dan mikro kosmos di Nusantara adalah terbukti paling awal.

Sementara konsep makro kosmos dan mikro kosmos di beberapa bangsa besar di dunia, seperti Cina, India, Mesir hingga Yunani lebih merupakan sebuah wujud difusi gagasan dari konsep kosmologi Nusantara.

Sebenarnya perdagangan dunia kuno dapat pula menjadi salah satu landasan pikir dari konsep event tersebut.

Dalam tulisan saya yang lain, yakni: Jejak Pedagang Nusantara di Asia Tengah pada Masa Kuno telah pula saya urai beberapa fakta mengenai adanya jejak eksistensi orang-orang dari Nusantara yang berdagang di wilayah Asia tengah pada masa kuno. 

Lalu menurut tinjauan bahasa telah pula saya mengulas adanya begitu banyak kesamaan kosa kata dalam bahasa daerah di Nusantara dengan kosakata dalam bahasa Sansekerta hingga Yunani kuno. 

Hal ini saya tulisan dalam banyak tulisan saya di kompasiana. beberapa diantaranya adalah: Hubungan Bahasa Tae', Tamil, dan Rumpun Indo-Eropa, Genetik Aksara Nusantara, Formula Kunci Mengurai Sejarah, Language atau Lingua, Sebuah Kata Kuno dari Indonesia.

Untuk tinjauan Sosial Budaya, dalam tulisan yang berjudul: I La, Tanri, dan Petta, Gelar Bangsawan Bugis dan Dewa Tertinggi di Masa Kuno, saya mengulas hipotesis tentang fakta bahwa sebutan bangsawan di Sulawesi selatan seperti I La, Tanri dan Petta adalah merupakan nama-nama dewa kuno di beberapa bangsa di dunia kuno. 

Misalnya kata Petta identik dengan Ptah yang merupakan nama dewa tertinggi di Mesir kuno. sebutan Tanri persis sama dengan sebutan "Tanri" yang dikenal sebagai dewa utama di Turki kuno, dan nama "Tengri " yang dikenal sebagai dewa utama dalam tradisi Mongol kuno. 

Sementara itu sebutan "I La" yang dapat kita lihat digunakan dalam penyebutan nama kitab I La Galigo faktanya identik dengan sebutan "Ila" yang dikenal sebagai dewa utama dari Mesopotamia pada periode Pra-Sargonik.

Demikianlah, gagasan kawan ini jelas sebuah gagasan besar. Sebuah movement budaya yang bisa menciptakan titik balik persepsi sejarah Nusantara bahkan sejarah dunia.

Tapi tentu saja dalam mengesekusinya jelas menuntut pendalaman dan eksplorasi konsep tingkat tinggi.

Bagi saya keinginan kawan ini jelas sangat sejalan dengan apa yang saya pikirkan selama ini tentang sejarah Nusantara dan dunia. Sejujurnya, keinginannya ini menghadirkan getaran tersendiri dalam diri saya.

Tantangan besar yang dimunculkannya terasa jelas meningkatkan andrenalin. Energi yang ditimbulkannya kuat memacu semangat minat jelajah dan eksplorasi dalam diri saya.

Berbicara tentang bobot sangat besar yang disandang konsep tersebut, tentu saja akan mengarahkan kita pada fakta bahwa ia tentulah menuntut pembiayaan yang sangat besar pula.

Namun demikian, saya percaya bahwa kawan ini memang bukan hanya qualify dalam membuat konsep besar semacam ini, tetapi pada faktanya ia pula memang memiliki jaringan kuat dan luas di pemerintahan dan non pemerintahan, bahkan hingga ke lingkaran terdalam kepresidenan. 

Karena itu jika ia mengatakan menjamin bisa mendapatkan pendanaan tersebut maka saya cukup percaya bahwa memang ia dapat melakukannya.

Tapi terlepas dari kemampuan kawan ini, tentu saja niat baiknya tersebut sudah sewajarnya mendapatkan support, setidaknya doa dari kita semua yang mencintai pelurusan sejarah. 

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat... salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Belopa 15 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun