Pegunungan Latimojong dengan puncak tertingginya 'Rante Mario' (3478 mdpl), merupakan salah satu dari tujuh puncak tertinggi (Seven Summit) Indonesia.Â
Selama ini kegiatan pendakian gunung Latimojong umumnya dilakukan melalui sisi barat, yakni dari desa Karangan - kabupaten Enrekang. Hal ini menyebabkan timbulnya pemahaman keliru di khalayak umum bahwa pegunungan Latimojong hanya terletak di wilayah administrasi kabupaten Enrekang.
Secara geografis, Pegunungan Latimojong terletak di empat wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan, yakni: sisi utara - masuk di wilayah administrasi Kabupaten Tana Toraja, sisi barat -masuk di wilayah administrasi Kabupaten Enrekang, sisi selatan, masuk di wilayah administrasi Kabupaten Sidenreng Rappang, dan di sisi timur - masuk di wilayah administrasi Kabupaten Luwu.
Dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir, dikabarkan telah ada ekspedisi yang dilaksanakan oleh beberapa kelompok pecinta alam atau penggiat alam bebas yang mencoba melintasi pegunungan Latimojong dari sisi satu ke sisi lainnya. Ada yang berhasil dan ada pula yang gagal.Â
Kondisi udara dingin ekstrim di pegunungan Latimojong yang rata-rata di bawah 10 derajat celcius bahkan terkadang hingga minus, serta sulitnya mendapat sumber air menjadi tantangan utama bagi setiap pendaki gunung dalam melintasi pegunungan Latimojong yang membutuhkan durasi waktu perjalanan berhari-hari.
Pada tanggal 4 juli 2019 yang lalu, saya bersama teman-teman dari KPA Akar Indonesia (dari Kota Palopo) memulai perjalanan survei pembukaan jalur timur Latimojong. Kegiatan ini dapat berlangsung berkat dukungan sepenuhnya dari Saudara Arham Basmin ketua Pemuda Pancasila Kabupaten Luwu.
Perjalanan survei berlangsung selama 7 hari. Dimulai dari desa Tolajuk, melintasi Buntu Pongnipa, Buntu Katapu, Kawasan Bubun dirangkang, Buntu Nenemori, Buntu Rante Mario, dan berakhir di Desa Karangan, Kabupaten Enrekang. Dalam artian perjalanan ini melintas dari sisi timur ke sisi barat pegunungan Latimojong.
Peserta perjalanan terdiri dari 12 orang. Yang menarik karena dalam perjalanan ikut pula seorang gadis kecil usia 6 tahun. Salva namanya. Sebulan sebelumnya, Salva sebagai seorang pendaki cilik telah berhasil menginjakkan kakinya di puncak To langi/ Baliase.Â
Meski bertubuh kecil, Salva menunjukkan kemampuan fisik dan mental yang sangat mengagumkan. Sepanjang perjalanan selama 7 hari tersebut, tak sekalipun ia minta digendong.
Lintasan jalur pendakian dengan tanjakan dan turunan ekstrim yang membutuhkan nyali dan tingkat kehati-hatian yang tinggi semua berhasil ia lalui tanpa banyak mengeluh.
Selain medan yang berat, Suhu dingin 4-7 derajat celcius (bahkan kadang hingga mencapai minus), dan sangat terbatasnya sumber air yang dapat kami temukan sepanjang perjalanan menjadikan rute "Jalur Timur" sebagai jalur pendakian yang sarat tantangan.Â
Ada beberapa kali kami terpaksa istirahat malam dan menghadapi suhu malam yang sangat dingin tanpa makan terlebih dahulu, lalu pagi harinya mesti melanjutkan perjalanan tanpa sarapan pagi.
Alhamdulillah, atas berkat rahmat dan lindungan Allah SWT, serta rasa kebersamaan dan kekompakan yang tinggi dari seluruh tim, perjalanan tersebut pada akhirnya dapat kami selesaikan dengan baik.
Potensi "Jalur Timur Latimojong" sebagai objek wisata petualangan, Penelitian dan konservasi.
Dalam perjalanan survei pembukaan jalur timur pendakian gunung Latimojong kami banyak disuguhi keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Hal yang cukup menghibur di sela kesulitan-kesulitan yang kami hadapi selama perjalanan.
Di kawasan Buntu Katapu dengan ketinggian 2000-2400 Mdpl, kami menemukan banyak sekali jejak Anoa gunung. Bahkan beberapa kali kami menemukan zona lick salt atau mineral lick, yakni tempat Anoa berkubang sekaligus tempat mereka menjilat nutrisi mineral penting dari endapan garam dan mineral lainnya. Di tempat ini pula banyak kami temukan kotoran mereka yang sudah mengering dan yang masih basah.
Di punggungan Buntu Katapu juga kami temukan banyak jenis tumbuhan langka Kantong semar (Nepenthes).Â
Selain memiliki keunikan flora dan fauna, perjalanan menyusuri punggungan sempit Buntu Katapu yang memanjang sekitar 2 km menawarkan sensasi tersendiri tatkala sisi kiri kanannya yang merupakan jurang yang menganga tertutupi hamparan lautan awan. Ini membuat kita seakan-akan berjalan disebuah jembatan yang membelah lautan awan.
Selepas Buntu Katapu, memasuki ketinggian 3000 Mdpl, pepohonan kerdil cantigi yang merupakan tumbuhan khas dataran tinggi mulai nampak menghiasi sepanjang perjalanan.Â
Di antara bubun dirangkang dan nenemori, beberapakali kami mendapatkan hamparan tanah datar yang sangat luas, yang salah satunya mencapai ukuran 80x100 m. Di tempat ini kami masih juga menemukan jejak Anoa gunung. Dengan demikian, jika diukur dari kawasan buntu katapu hingga kawasan nenemori maka habitat alami anoa di sisi timur pegunungan Latimojong dapat diperkirakan berada dalam luas radius 6-8 km.
Demikianlah, survei pembukaan Jalur Timur pendakian gunung Latimojong membuka potensi terpendam sisi timur pegunungan Latimojong, yakni selain sangat layak dikembangkan sebagai objek wisata petualangan oleh pemerintah Kabupaten Luwu, juga sangat penting sebagai kawasan konservasi dan penelitian ilmiah.
Terdapatnya jejak-jejak pemburu liar Anoa berupa jerat atau perangkap yang kami temukan di beberapa titik dalam zona habitat alami Anoa (sepanjang buntu Katapu dan buntu Nenemori) membuat saya berharap agar Jalur Timur Latimojong nantinya dapat pula difungsikan sebagai jalur pengawasan terhadap perburuan liar Anoa.Â
Kiranya, Pemerintah Kabupaten Luwu dapat bekerjasama dengan BKSDA Sulawesi Selatan dalam merespon hal ini. Terlebih lagi, International Union for Conservation of Nature (IUCN) sejak 2007 telah menempatkan anoa, — anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) –, sebagai hewan terancam punah (Endangered).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H