Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Survei Jalur Timur Gunung Latimojong via Desa Tolajuk, Kabupaten Luwu

14 Juli 2019   18:56 Diperbarui: 15 Juli 2019   16:46 2241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamparan lautan awan yang tersaji di jalur timur pendakian Latimojong. (Dokpri)

Selepas Buntu Katapu, memasuki ketinggian 3000 Mdpl, pepohonan kerdil cantigi yang merupakan tumbuhan khas dataran tinggi mulai nampak menghiasi sepanjang perjalanan. 

Di antara bubun dirangkang dan nenemori, beberapakali kami mendapatkan hamparan tanah datar yang sangat luas, yang salah satunya mencapai ukuran 80x100 m. Di tempat ini kami masih juga menemukan jejak Anoa gunung. Dengan demikian, jika diukur dari kawasan buntu katapu hingga kawasan nenemori maka habitat alami anoa di sisi timur pegunungan Latimojong dapat diperkirakan berada dalam luas radius 6-8 km.

Demikianlah, survei pembukaan Jalur Timur pendakian gunung Latimojong membuka potensi terpendam sisi timur pegunungan Latimojong, yakni selain sangat layak dikembangkan sebagai objek wisata petualangan oleh pemerintah Kabupaten Luwu, juga sangat penting sebagai kawasan konservasi dan penelitian ilmiah.

Terdapatnya jejak-jejak pemburu liar Anoa berupa jerat atau perangkap yang kami temukan di beberapa titik dalam zona habitat alami Anoa (sepanjang buntu Katapu dan buntu Nenemori) membuat saya berharap agar Jalur Timur Latimojong nantinya dapat pula difungsikan sebagai jalur pengawasan terhadap perburuan liar Anoa. 

Kiranya, Pemerintah Kabupaten Luwu dapat bekerjasama dengan BKSDA Sulawesi Selatan dalam merespon hal ini. Terlebih lagi, International Union for Conservation of Nature (IUCN) sejak 2007 telah menempatkan anoa, — anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) –, sebagai hewan terancam punah (Endangered).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun