Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengembalikan Ibukota Negara ke pusat Dinasti Sailendra

2 Mei 2019   16:38 Diperbarui: 5 Mei 2019   14:53 3222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendapat de Casparis itu diilhami oleh F. H. van Naerssen, yang melihat bahwa di dalam prasasti Kalasan tahun 778 M, yang berbahasa Sanskerta ada dua pihak, yaitu pihak raja wangsa Sailendra, yang disebut  Sailendrawangsatilaka yang artinya "mustika keluarga Sailendra", dan Rakai Panangkaran - raja bawahan dari wangsa Sanjaya. (F. H. van Naerssen, "The Sailendra Interregnum", India Antiqua, 1947, hlm. 249-253)

Pendapat bahwa wangsa Sailendra itu berasal dari luar Indonesia (India atau Kamboja) ditentang oleh R.Ng. Poerbatjaraka. Ia merasa amat tersinggung membaca teori-teori tersebut, seolah-olah bangsa Indonesia ini sejak dahulu kala hanyalah mampu untuk diperintah oleh bangsa asing. (Sejarah Nasional Indonesia. Jilid II - Zaman Kuno, 2008. hlm. 115)

Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari wangsa Sailendra, asli Indonesia, yang semula menganut agama Siwa, tetapi sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Buddha Mahayana.

Munculnya wangsa Sailendra bersamaan dengan perubahan sebutan negara She-po menjadi Ho-ling dalam kronik Cina. Jika berita berita Cina dari zaman  dinasti Sung Awal (420-470 M) menyebut utusan yang datang dari laut selatan (Nusantara) sebagai utusan dari negara She-po, maka dalam berita-berita Cina dari zaman dinasti Tang (618-906 M) disebut dari Negara Ho-ling, lalu kemudian berubah lagi menjadi She-po mulai tahun 820 M sampai tahun 856 M.

Pelliot mencatat pengiriman utusan dari Ho-ling ke Tiongkok terjadi pada tahun 640 sampai 648, 666, 767, 768, 813, sampai 815 dan 818. Selama masa itu, tidak ada penyebutan nama She-po.

Kronik Cina dari zaman dinasti Sung Awal (420-470 M) ada menyebut nama She-po, yang berarti muncul sebelum masa pencatatan Ho-ling, lalu muncul kembali pada tahun 820 sampai tahun 856 M, yakni setelah nama Ho-ling tidak disebutkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa utusan Ho-ling ataupun She-po dianggap sama oleh orang-orang Cina.

Kesamaan antara She-po dan Ho-ling  pun pada dasarnya dengan jelas disebutkan dalam berita-berita dari zaman dinasti Tang.  Salah satu bunyi berita tersebut adalah: Ho-ling yang juga disebut She-po, terletak di laut selatan. Di sebelah timurnya terletak Po-li dan di sebelah baratnya terletak T0-po-teng. Di sebelah selatannya adalah lautan, sedang di sebelah utaranya terletak Chen-la. 

Identifikasi saya mengenai letak Ho-ling, telah saya bahas dalam beberapa judul tulisan, yaitu:

Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Ho-ling Terletak di Sulawesi

"Batu Pasui" di Karatuan, Mitologisasi Batu Gnomon Peninggalan kerajaan Ho-ling

Hipotesis Letak Geografis Ho-ling di Sulawesi

Kesamaan masa munculnya wangsa Sailendra dengan masa kerajaan Ho-ling mendasari pendapat sebagian ahli sejarah bahwa kerajaan Ho-ling adalah merupakan cikal-bakal raja-raja wangsa Sailendra. Sehingga jika merujuk pada hipotesis saya sebelumnya bahwa Kerajaan Ho-ling terletak di pulau Sulawesi, maka bisa dikatakan wangsa Sailendra pun berasal dari pulau Sulawesi. 

Karena itu, saya sangat menyarankan para pembaca agar juga membaca hipotesis saya tentang letak Ho-ling di pulau Sulawesi, sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih jelas. Karena pada bagian selanjutnya dari tulisan ini saya hanya akan membahas hipotesis terkait jejak wangsa Sailendra di pulau Sulawesi.

Definisi nama Sailendra

Pada umumnya para ahli sepakat bahwa nama Sailendra berasal dari bahasa Sanskerta gabungan kata Saila= gunung, dan Indra=raja , yang berarti "Raja Gunung". Inilah yang mendasari pendapat G. Coedes bahwa dinasti Sailendra dianggapnya berasal dari Fu-nan (Kamboja). Karena menurutnya  Raja-raja Fu-nan disebut parwatabhupala yang berarti "raja gunung", sama dengan kata Sailendra. tetapi beberapa Ahli sejarah Kamboja telah mengabaikan ini. Mereka berpendapat bahwa tidak ada bukti historis untuk gelar-gelar semacam itu pada periode Funan. (Jacques 1979; Vickery Michael. Funan Reviewed : Deconstructing the Ancients. In: BEFEO, 2003. pp. 101-143)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun