Sumber lainnya, yakni Kadis Dukcapil Luwu, Muh. aras Nursalam, yang juga pernah menjabat camat di Bastem [Basse Sang Tempe], mengatakan bahwa dirinya pernah ke puncak gunung ini, dan di atas dijumpainya batuan yang mirip candi. (palopopos.fajar.co.id - Gunung Batu yang Dipercaya Ada Harta Karunnya. Posted on Oktober 11, 2016).
Hipotesis batu pasui sebagai mitologisasi batu gnomon
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya dalam hipotesis batu pasui sebagai bentuk mitologisasi batu gnomon, adalah: (1). Adanya Variabel kata "bayangan" yang konsisten melekat dalam cerita mitos, (2). Objek utama adalah berwujud sebuah batu, (3). Letaknya yang tepat berada di atas puncak gunung.
Kesemua variable tersebut setidaknya selaras dengan apa yang diberitakan dalam kronik cina: "Di daerah pegunungan ada sebuah daerah yang bernama Lang-pi-ya, raja sering pergi ke sana untuk menikmati pemandangan laut. Apabila pada pertengahan musim panas orang mendirikan gnomon setinggi 8 kaki, bayangannya akan jatuh ke sebelah selatannya, dan panjangnya dua kaki empat inci."
Dari uraian ini kita dapat melihat bahwa pada awalnya batu tersebut digunakan oleh masyarakat setempat untuk menentukan waktu dengan mencermati bayangan batu matahari, namun seiring berjalannya waktu, ketika ilmu penentuan waktu tersebut telah terlupakan, dan yang tersisa di ingatan kolektif masyarakat setempat adalah variabel objek "batu" dan "bayangan" saja, maka berkembanglah bentuk cerita mitos "batu pasui" dalam cerita tutur masyarakat karatuan bastem, sebagai wujud interpretasi variabel objek "batu" dan "bayangan" yang tersisa dalam ingatan kolektif mereka. Fenomena semacam ini merupakan tipikal urban legend (legenda urban).
Hipotesis mengenai batu pasui di karatuan bastem sebagai bentuk mitologisasi terhadap batu gnomon yang disebutkan dalam kronik Cina terkait informasi kerajaan Ho-ling, sejalan pula dengan informasi kronik Cina lainnya (dan masih tentang kerajaan Ho-ling), yaitu tentang keberadaan suatu wilayah yang mengeluarkan air garam.
Karena di sekitar wilayah ini pula terdapat mata air yang mengeluarkan air dengan kadar garam yang tinggi, dan bahwa pada masa lalu, untuk kebutuhan garamnya, penduduk di kaki gunung latimojong seperti di wilayah Tibusan hingga Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, biasanya membasahi daun tertentu dengan air garam tersebut lalu menjemurnya. ketika memasak, daun yang telah memiliki kristal garam tersebut tinggal mereka celupkan di masakan tersebut.
baca juga:
- Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Holing Terletak di Sulawesi
- Tekstil Mesir Abad 3-4 M, Bernuansa Motif Toraja/ Bugis
- Genetik Aksara Nusantara, Formula Kunci Mengurai Sejarah
- Jejak Pedagan Nusantara di Asia Tengah pada Masa Kuno
Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat... salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa.
Fadly Bahari, Palopo 29 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H