Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Ho-ling Terletak di Sulawesi

24 Maret 2019   19:39 Diperbarui: 13 April 2019   23:38 2608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulu Lampia/ langpiya dengan pemandangan laut di kejauhan (Dokpri)

Dalam buku "The Early and the Imperial Kingdom in Southeast Asian History" Hermann Kulke mengatakan bahwa penobatan Ratu Sima sebagai penguasa Ho-ling adalah wujud primus inter pares (utama/ pertama dari yang sederajat) di antara dua puluh delapan bangsawan yang menjadi penguasa negara kecil disekitarnya.

Artinya, meskipun Sima atau Simpurusiang sederajat takaran kebangsawanannya dengan penguasa di wilayah sekitarnya, namun karena dianggap memiliki kelebihan khusus dalam hal kepemimpinan, maka akhirnya dialah yang dinobatkan menjadi penguasa tertinggi dan membawahi negera-negara kecil yang ada disekitarnya.

Di sekeliling She-po ada 28 kerajaan kecil, dan tidak ada diantaranya yang tidak tunduk. Ada 32 pejabat tinggi kerajaan, dan yang terutama di antara mereka ialah ta-tso-kan-hsiung (W. P. Groeneveldt, Historical Notes, hlm. 12-15)." - Terdapatnya 32 pejabat tinggi kerajaan dalam pemerintahan Ho-ling, dapat diperkirakan adalah terdiri dari utusan 28 negera kecil disekitarnya ditambah 4 orang yang merupakan pejabat kerajaan/kedatuan tingkat regional yang masing-masing membawahi dan mengurusi 7 negara kecil di sekitarnya. Sistem semacam ini, hingga hari ini masih dapat ditemukan dalam sistem pemerintahan kedatuan Luwu. 

Misalnya, Maddika Bua, membawahi/ mengurusi wilayah : Kendari, Kolaka, Sangngalla', Pantilang, Wara/Palopo dan WalEnrang; Makole BaEbunta, membawahi/ mengurusi wilayah : Donggala/Palu, Nuha, Malili, Wotu, Mangkutana, BonE-BonE, MalangkE', Masamba dan Rongkong; Maddika Ponrang, membawahi/ mengurusi wilayah : Pitumpanua, Larompong, Suli, Bastem (RantE Galla').  

Adapun nama  ta-tso-kan-hsiung yang dikatakan sebagai yang utama diantara seluruh pejabat tinggi kerajaan Ho-ling, sangat identik dengan nama To Ciung yang melegenda sebagai orang bijak dari Tana Luwu. Dapat kita lihat bahwa "hsiung" sangatlah identik dengan "Ciung". Jadi dengan demikian, bisa jadi nama To Ciung sebenarnya adalah nama jabatan pada masa kuno, yang kemudian melegenda menjadi nama sosok orang bijak di Tana Luwu pada hari ini.

"raja Ho-ling tinggal di kota She-p'o, tetapi nenek moyangnya yang bernama Ki-yen telah memindahkan ibu kotanya ke timur, ke Po-lu-chia-sseu. Menurut Berita dalam Ying-huan-tchelio perpindahan itu terjadi dalam masa pemerintahan T'ien-pao, yakni disekitaran tahun 742-755 M." - Nama Po-lu-chia-sseu dan T'ien-pao kuat dugaan saya ada keterkaitan dengan Raja/Datu kelima dalam silsilah kedatuan Luwu, yakni: Tampa Balusu. Nama T'ien-pao identik dengan "tampa"; sementara, Balusu identik dengan "Po-lu-chia-sseu".

Jadi, dapat diduga bahwa nama "Tampa Balusu" dapat diurai terdiri dari: tampa = nama panggilan, gelar atau julukan; sementara, Balusu = nama wilayah.

Masa pemerintahan T'ien-pao (tampa balusu) yang disebutkan antara tahun 742-755 M, selisih sekitar 68 tahun dari masa penobatan Ratu Sima (674 M). Untuk hal ini, dapat diduga bahwa rentang waktu 68 tahun tersebut adalah terdiri dari masa pemerintahan Ratu Sima (simpurusiang) dan putranya Anakaji (datu ke-4 dalam silsilah kedatuan Luwu).

Mengenai berita dalam kronik Cina bahwa Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas dan perak, cula badak, dan gading, sepintas lalu akan membuat orang akan berpikir bahwa karena di pulau Sulawesi tidak ada hewan Badak dan Gajah, maka dengan sendirinya membuat hipotesis gugur atau setidaknya akan dianggap lemah. Namun penting untuk dipahami bahwa komoditas yang diperdagangkan orang dari pulau Sulawesi di negeri Cina bisa saja berasal dari pulau-pulau sekitarnya. 

Daya jelajah orang Sulawesi untuk mendapatkan barang dagangannya tak perlu diragukan. mereka tak segan berlayar hingga ratusan mil ke pantai utara Australia hanya untuk berburu teripang untuk kemudian dipasarkan ke negeri Cina.

Demikian pula gading gajah ataupun cula badak. mereka dapat saja berburu hingga ke pulau Jawa dan Sumatera, mengumpulkannya, lalu menjualnya ke Cina. Dan karena itu, tidaklah mengherankan jika kronik Cina kemudian menyebut Ho-ling sebagai negeri penghasil komoditi cula badak dan gading gajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun