Dari bentuk penamaan  i-Mazigh-en dan Ta-mazight, sangat terlihat bentuk tradisi Bugis di dalam penamaan tersebut.Â
Bentuk I didepan i-Mazigh-en kemungkinan adalah bentuk predikat yang umum digunakan di Luwu/Bugis ketika menyebut nama -- menempatkan I di depan nama, contoh: I La Galigo. Di Bali-pun aksen ini terlihat umum digunakan, contoh: I made, I wayan, dan lain-lain.
Bentuk ta di depan Ta-mazight, saya duga pada dasarnya berasal dari bentuk to atau tau yang berarti "orang". Term ini banyak digunakan dalam bahasa-bahasa rumpun Austronesia. (Andrew Pawley: 2007)
Sementara, Mazigh pada i-Mazigh-en ataupun Ta-mazight, yang artinya adalah "orang bebas" atau "orang mulia" -- saya perkirakan berasal dari kata "Masiak" yang dalam bahasa tae' artinya "liar" tapi dapat juga dimaknai "bebas".Â
Hal ini sangat sejalan dengan pemaknaan i-Mazigh-en sebagai "orang bebas". Mengenai pemaknaan lainnya yakni "orang mulia" atau "orang terhormat", saya menduga pemaknaan ini muncul dari prinsip filosofis yang terkandung pada nama tersebut, bahwa orang bebas adalah orang yang memiliki kehormatan. Prinsip orang Bugis semacam ini digambarkan Thomas Stamford Raffles dalam "The History of Java.":
...Mereka memperbantukan diri mereka kepada pimpinan mereka terutama untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi dalam beberapa kasus mereka memperlihatkan dengan jelas bukti kesetiaannya.Â
Mereka sering mengganti pimpinan yang mereka tinggalkan, tetapi hampir tidak ada apa pun yang dapat membujuk mereka untuk mengkhianati pimpinan yang mereka tinggalkan tersebut.Â
Tidak ada kejadian bahwa perahu milik seorang Belanda atau Cina telah dibawah pergi ketika dikemudikan oleh orang-orang Bugis.Â
Perjanjian-perjanjian yang pernah dilakukan akan selalu ditaati, dan seorang Bugis tidak pernah diketahui menyimpang dari yang telah disepakatinya.Â
"Itulah Kesopanan alami, yang mencirikannya sebagai bangsa yang terhormat dengan memakai apa yang disebut keris Malaya, tidak ada tempat yang lebih mempertontonkan hal itu dari pada yang ada pada penduduk Sulawesi.Â
Perkumpulan-perkumpulan kecil mereka disatukan oleh semua keterikatan dan kehangatan yang mana merupakan keutamaan dari klan-klan di Inggris Utara: - kesamaan semangat gagah berani akan kebebasan dan kegigihan menunjukkan keistimewaan tanpa perlu banyak perintah.
Demikianlah, seluruh uraian ini memberi gambaran kepada kita kemungkinan adanya hubungan yang sangat erat antara orang-orang di Nusantara (khususnya orang dari pulau Sulawesi) dengan orang-orang etnis Berber jauh pada masa kuno, etnis yang mendiami utara benua afrika mulai dari Ethiopia, Mesir hingga Maroko.
Bahkan, hipotesa yang lebih jauh datang dari Helene E. Hagan dalam bukunya The Shining Ones: An Etymological Essay on the Amazigh Roots of Egyptian Civilization yang sepertinya menghubungkan Tuareg atau Tuwariq dengan peradaban Mesir kuno awal -- ini pun juga bisa dikatakan mengkonfirmasi dugaan adanya hubungan Nusantara dengan Mesir kuno, terutama terkait dengan nama pelabuhan Mesir kuno, Saww atau Sauu yang sangat identik dengan kata sauh yang dalam bahasa Indonesia berarti jangkar, dan kata sau yang dalam bahasa tae berarti "melepas".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H