(Seri Analisa Filologi Naskah I La Galigo - 2)
Batara Guru dan We Nyili Timo
Dalam tradisi Bugis, Batara Guru dikisahkan dalam Sure I La Galigo yang merupakan naskah yang berisikan cerita mitologi Luwu kuno. Batara Guru diceritakan adalah anak dari Puang Patotoe (Dewata pencipta yang bersemayam di langit, dengan Istrinya, Datu Palinge). Batara Guru diperintahkan turun dan memerintah dunia tengah (bumi) yang masih kosong gelap gulita.Â
Di dunia tengah, Batara Guru dinikahkan dengan We Nyili Timo putri dari penguasa dunia bawah (Guru Ri Selleng dan Istrinya Sinaungtoja yang merupakan adik kembar Sang Pencipta).
Berikut ini penggalan kisah Batara Guru / We Nyili Timo pada saat pertama kali dipertemukan di dunia tengah, yang diceritakan di dalam buku I La Galigo terjemahan R.A Kern. (R. A. Kern. I La Galigo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989 Hlm. 31-32)
"...kenaikan We Nyili'Timo terkatung-katung di atas ombak di depan Batara Guru. Seorang inang pengasuh mendesaknya agar ia sendiri berenang ke padanya, akan tetapi apabila hal itu dilakukan oleh Batara Guru, kenaikan We Nyili Timo bagaikan diterbangkan pergi oleh angin; dengan terperanjat dan bingung Batara Guru kembali ke pantai. Ia memandang berkeliling, dilihatnya mempelainya di sebelah timur; ia berenang pula kepadanya, tiga kali We Nyili Timo selalu menghilang.Â
Ketika Batara Guru kembali ke pantai, ia berganti pakaian; yang dipakainya kini ialah pusakanya dari Sang Pencipta. Diambilnya sekapur sirih dari dalam cenrananya, lalu diucapkannya suatu mantera. Seketika laut menjadi kering, lalu pergilah ia sendirian mendapatkan We Nyili Timo ke tempatnya bersemayam. Â
Akan tetapi sang putri menguraikan rambutnya yang panjang, lalu mengucapkan sebuah mantera. Maka seolah-olah kenaikannya ada yang menariknya pergi lalu tenggelam, orang tidak melihatnya lagi; akan tetapi dalam pada itu lautan pun bagaikan menyala dan We Nyili Timo seolah-olah seorang anak dewata yang turun ke bumi dalam usungannya.Â
Orang-orang ware gemetar melihat api langit sedang mengamuk di tengah lautan. Batara Guru balik lagi dan menanti, dicampakkannya ikat kepalanya (yang berasal dari langit) ke dalam laut sambil mengucapkan suatu mantera hingga tiga kali. Api pun padamlah.Â
Dengan suatu mantera We Nyili Timo menjadikan air naik kembali. Batara Guru berenang kepadanya, lalu duduk disampingnya. Kembali ia tak kelihatan pula, akan tetapi oleh mantera Batara Guru ia turun lagi seluruhnya dalam busana putih, rambutnya pun putih.Â
Sang manurung bungkam keheran-heranan, akan tetapi dia ucapkan jua suatu mantera, sehingga wajah sang puteri berubah, kini bersinar penuh kecantikan, duduk disampingnya. Dengan suatu mantera yang baru We Nyili Timo mengubah dirinya menjadi seorang anak kecil. Batara Guru dari pihaknya membuka ikat rambutnya dan mengucapkan suatu mantera; We Nyili Timo pun menjadi cantik kembali.
Fuxi dan Nuwa
Dalam teks klasik tiongkok "The Classic of Mountains and Seas" atau "Shan Hai Jing", dikenal sosok Fuxi, juga diromanisasi sebagai Fu-hsi, sebagai pahlawan budaya dalam legenda dan mitologi Cina , yang dikreditkan (bersama dengan saudara perempuannya Nuwa).
Pada salah satu kolom dari Kuil Fuxi di Provinsi Gansu, bait berikut ini menjelaskan pentingnya Fuxi: "Di antara tiga primitifitor peradaban Huaxia , Fu Xi di Negara Huaiyang menempati urutan pertama."(Ji Xiaoping. Worshiping the Three Sage Kings and Five Virtuous Emperors The Imperial Temple of Emperors of Successive Dynasties in Beijing :Â 2007)
Pada awalnya belum ada tatanan moral atau sosial. Pria hanya mengenal ibu mereka, bukan ayah mereka. Saat lapar, mereka mencari makanan; ketika puas, mereka membuang sisa-sisanya. Mereka membungkus diri mereka dengan kulit dan cenderung terburu-buru dalam setiap tindakan. Kemudian datanglah Fuxi, melihat ke atas dan merenungkan gambaran di langit, dan melihat ke bawah dan merenungkan situasi di bumi. Dia kemudian menyatukan suami-istri, mengatur lima tahap perubahan, dan menetapkan hukum-hukum kemanusiaan. Dia menyusun delapan trigram, untuk mendapatkan penguasaan atas dunia.
Narasi simbolik yang terpenting dari Fuxi dan Nuwa, dan bisa kita lihat ada kesamaan dengan kisah simbolik yang ada pada Batara Guru dan We Nyili Timo dalam naskah I La Galigo adalah sebagai berikut:
Fuxi dan Nuwa awalnya adalah saudara. Suatu hari mereka mendirikan dua tumpukan api yang terpisah, dan api akhirnya menjadi satu. Di bawah api, mereka memutuskan untuk menjadi suami dan istri.
Narasi tersebut identik dengan narasi simbolik Batara Guru dan We Nyili Timo pada bagian ini:
akan tetapi dalam pada itu lautan pun bagaikan menyala dan We Nyili Timo seolah-olah seorang anak dewata yang turun ke bumi dalam usungannya.Â
Orang-orang ware gemetar melihat api langit sedang mengamuk di tengah lautan. Batara Guru balik lagi dan menanti, dicampakkannya ikat kepalanya (yang berasal dari langit) ke dalam laut sambil mengucapkan suatu mantera hingga tiga kali. Api pun padamlah.Â
Telaah Kesamaan
Kesamaan kedua versi narasi simbolik di atas, dapat kita lihat pada bagian cerita yang menggambarkan adanya api yang menjulang ke langit.
Secara intuitif kami melihat gambaran api yang menjulang ke langit dalam kedua kisah mitologi sebagai suatu wujud emosi. Jika dikaitkan dengan situasi pertemuan pertama kali Nabi Adam dan Hawa di bumi (setelah sempat terpisah beberapa lama saat diturunkan dari Surga), kami menduga bahwa pada saat pertama kali mereka bertemu kembali, sempat terjadi pertengkaran yang hebat antara keduanya. Saling melempar kesalahan tentang hal yang menyebabkan mereka terusir dari dalam Surga.
kami menduga interpretasi dari kalimat: "mereka mendirikan dua tumpukan api yang terpisah", adalah wujud emosional/kemarahan keduanya. Dan lanjutan kalimat: "dan api akhirnya menjadi satu. Di bawah api, mereka memutuskan untuk menjadi suami dan istri" menggambarkan mereka berhasil menemukan titik temu.
Api sebagai simbol kemarahan umumnya kita dapat temukan dalam ilustrasi komik, seperti pada gambar berikut ini...
- Nyala api yang membumbung tinggi; wujud emosional/kemarahan We Nyili Timo (Hawa) yang dapat diredakan oleh Batara Guru (Nabi Adam) dengan mantera (ungkapan simbolik dari bujukan).
- We Nyili Timo (Hawa) berubah memutih, dengan rambut pun juga  putih; merupakan wujud kegamangan atau kelengangan emosi. Hal ini umum kita dapat lihat pada orang-orang yang baru saja selesai meluapkan kemarahan. Dalam situasi  itu Batara Guru (Nabi Adam) tetap memberikan bujukannya.
- We Nyili Timo (Hawa) berubah wujudnya menjadi anak kecil; merupakan gambaran perubahan psikologi We Nyili Timo (Hawa) yang malu-malu ingin dibujuk seperti layaknya anak kecil.
Situasi emosional perjumpaan keduanya (Nabi Adam dan Hawa) ini yang kemungkinan digambarkan Allah dalam Al Quran surat Thaahaa ayat 123: "Turunlah kamu berdua dari Surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain....." (Wallahualam, hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu)
Dan berikut ini rangkuman keidentikan yang terdapat antara pasangan Adam/Hawa dengan Fuxi/Nuwa, Fuxi/Nuwa dengan Batara Guru/We Nyili Timo, dan Adam/Hawa dengan Batara guru/We Nyili Timo.
1. Keidentikan pasangan Adam/ Hawa dengan Fuxi/Nuwa.
- Fuxi dan Nuwa awalnya merupakan saudara sebelum kemudian menjadi pasangan suami istri. Hal ini mirip dengan latar belakang Hawa yang diciptakan Allah dari tulang rusuk Nabi Adam (terkait hal itu, Adam dan Hawa dapatlah dianggap hubungan saudara pada awalnya).
- Dalam berbagai literature agama, Nabi Adam dan Hawa dikatakan merupakan nenek moyang manusia. Sementara itu, dalam mitologi Cina, Fuxi dan Nuwa juga dikisahkan merupakan asal muasal ummat manusia di dunia.
2. Keidentikan pasangan Fuxi/Nuwa dengan Batara Guru/We Nyili Timo.
- Dalam cerita kronologi pertemuan mereka, sama-sama terdapat bagian cerita yang menggambarkan adanya api yang menjulang kelangit sebelum mereka menjadi pasangan suami istri, baik dalam dalam kisah Batara Guru dan We Nyili Timo maupun Fuxi dan Nuwa. Dengan mempertimbangkan bentuk penulisan kisah mereka sebagai sebuah sastra kuno, dan dengan memahami bahwa kebanyakan sastra kuno jaman dahulu umumnya tersaji dalam bentuk perandaian, maka ungkapan "api yang menjulang.." dalam kisah pertemuan mereka, kemungkinan bisa ditafsirkan sebagai bentuk situasi emosional mereka pada saat itu.
- Jika dalam mitologi Cina dikatakan Fuxi dan Nuwa merupakan asal muasal ummat manusia di dunia, maka, demikian pula mitologi tentang Batara Guru dan We Nyili Timo yang tersebar di kawasan Indonesia khususnya dan Asia tenggara pada umumnya.
- Dalam Sure I La Galigo diceritakan bahwa Batara Guru diperintahkan turun ke dunia tengah dan menikah dengan We Nyili Timo yang merupakan Putri penguasa dari dunia bawah. Setelah menikah, keduanya kemudian memulai mengisi kehidupan di dunia tengah yang sebelumnya masih kosong, gelap gulita.
3. Keidentikan Adam/Hawa dengan Batara Guru/We Nyili Timo.
- Semua literature sejarah yang membahas tentang mereka, secara umum mengungkap mereka sebagai nenek moyang ummat manusia.
- Keduanya (Nabi Adam maupun Batara Guru) diceritakan sebagai sosok yang diturunkan dari langit. Dalam beberapa kitab suci diungkap bahwa keinginan Allah menciptakan Nabi Adam yaitu untuk menjadikannya sebagai kalifah (pemimpin di muka bumi). Sedangkan Batara Guru dalam Sure I La Galigo diceritakan diturunkan dari langit oleh Sang Penguasa dan ditugaskan memerintah di dunia tengah (Ale Kawa) yang sebelumnya masih kosong.
- Dalam berbagai Literatur diceritakan bahwa setelah Nabi Adam berada di Bumi, ia kemudian mengajarkan penduduk di bumi berladang (bercocok tanam) dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Sementara itu, Batara Guru dalam cerita rakyat di Luwu, dikatakan juga mengajarkan anak cucunya bercocok tanam. Wotu menyebutnya sebagai Bilassa Lamoa atau Kebun Dewata. Â Selain itu, terdapat pula Bukit Sangiang Serri yang dipercaya sebagai tempat bermula tanaman padi. Di Cerekang (Luwu Timur), terdapat 8 titik hutan adat yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat secara turun temurun. Diantara 8 titik hutan adat itu, Hutan Pensimoni merupakan hutan "dikeramatkan" yang dipercaya sebagai tempat Batara Guru atau To Manurung (manusia pertama) pertama kali menapakkan kaki di bumi. Pemangku adat setempat tidak memperbolehkan siapa pun memasuki hutan pensimoni, serta melarang juga untuk digarap. Ketatnya aturan adat yang mengkramatkan hutan dan sungai menjadikan wilayah cerekang tetap lestari hingga hari ini.
Sebagaimana yang kami nyatakan diatas, kesemua identifikasi ini pada prinsipnya adalah intrepretasi. Adapun kebenaran yang sesungguhnya hanya Allah-lah yang Maha Tahu.
Mengurai sejarah manusia di muka bumi dengan mencermati bahan-bahan mitologi yang bersifat alegori bukanlah hal yang mudah, bahkan bisa dikatakan sangat sulit.Â
Kuat dugaan kami bahwa beberapa mitologi tertentu, seperti I La Galigo misalnya, adalah hasil karya "orang suci" pada masa lalu, yang menafsirkan peristiwa sakral tertentu kedalam bentuk simbolik sehingga peristiwa sakral tersebut dapat terdokumentasi tetapi tidak mudah untuk diakses esensinya demi menjaga keontentikannya sekaligus menghindarkannya dari upaya manipulasi dari pihak-pihak tertentu dikemudian hari.Â
Namun tidak selamanya ia tersimpan dan tertutup rapat, ia hanya menunggu waktu yang telah ditentukan... untuk kembali terungkap!
Analisa Pulau Sulawesi sebagai tempat diturunkannya Nabi Adam
Mengenai keterkaitan antara Pulau Sulawesi, yang kuat dugaan kami sebagai tempat Nabi Adam diturunkan - Ceylon (Sri Lanka) atau pun India, yang juga dianggap dianggap sebagian kalangan sebagai tempat Nabi Adam - serta Jabal Rahmah (Mekkah) sebagai tempat turunnya Hawa, kami menemukan suatu fakta yang memang cukup spekulatif tapi kami pikir cukup layak untuk disampaikan disini... Yaitu, bahwa jika kita mengukur dengan menarik garis lurus ke arah barat, dari Kampung Ussu di Luwu Timur  hingga Jabal Rahmah di Makkah, maka, hasilnya berjarak 9200 Km, jarak yang sama akan kita dapatkan jika mengukur jarak ke arah sebaliknya (timur) dari kampung Ussu hingga Honolulu di Hawaii.Â
Agar lebih jelas, gambar kembali kami insert di sini...
Hal ini juga memperlihatkan keberadaan garis hipotetis semacam "Mirror line" pada posisi tanah Luwu sehingga jika kita melipat peta dengan garis lipatan tepat berada di tanah Luwu maka titik Jabal Rahmah di Mekkah akan ketemu secara tepat dengan suatu titik di Honolulu. Dengan demikian, rasanya bukanlah suatu kebetulan nama Hawaii memiliki keidentikan dengan nama Hawa.
Hal lain yang tak kalah menariknya adalah jarak antara kampung Ussu dengan Adam Peak di Sri Lanka yaitu 4644 Km, sama dengan jarak Adam's Peak dengan Jabal Ar Rahmah di Makkah.Â
Rasanya fakta yang terungkap dalam peta tersebut bukanlah hal yang kebetulan, walaupun, di sisi lain, untuk menerimanya juga cukup berat, sebab jika kita mencermati secara seksama, akan sulit membayangkan metode apa yang digunakan oleh orang-orang di masa itu untuk dapat menentukan skema antar wilayah yang demikian luas dengan jarak yang presisi.
Adapun mengenai keterkaitan antara Luwu dan Hawaii, berikut ulasannya...
Jika di Cerekang (Luwu timur) terdapat sumber air suci (sungai yang dikeramatkan) bernama Wai Mami (orang Wotu menyebutnya Uwe Mami), maka, di Pulau O'ahu, Honolulu-Hawaii, juga terdapat sungai yang bernama Wai Momi, yang merupakan nama asli dari Pearl Harbour.Â
Dalam bahasa Hawaii sungai Wai Momi berarti "air mutiara". Wai dalam bahasa tae' dan bahasa Hawaii sama-sama berarti "air". Wilayah Wai Momi atau Pearl Harbour dipercaya sebagai rumah Dewi Ka'ahupahau dan kakaknya (atau anaknya) Kahi'uk, dewi yang dipercaya sebagai pelindung masyarakat setempat terutama dari serangan Hiu pemangsa manusia. (Mitchell Newton-Matza. Historic Sites and Landmarks that Shaped America: From Acoma Pueblo to Ground Zero Volume 1: A-MÂ : 2016)
Demikian ulasan ini. Semoga Bermanfaat... salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H