Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Interpretasi Kesamaan Adam, Fuxi, dan Batara Guru

5 Februari 2019   07:21 Diperbarui: 22 Februari 2019   09:44 2144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara intuitif kami melihat gambaran api yang menjulang ke langit dalam kedua kisah mitologi sebagai suatu wujud emosi. Jika dikaitkan dengan situasi pertemuan pertama kali Nabi Adam dan Hawa di bumi (setelah sempat terpisah beberapa lama saat diturunkan dari Surga), kami menduga bahwa pada saat pertama kali mereka bertemu kembali, sempat terjadi pertengkaran yang hebat antara keduanya. Saling melempar kesalahan tentang hal yang menyebabkan mereka terusir dari dalam Surga.

kami menduga interpretasi dari kalimat: "mereka mendirikan dua tumpukan api yang terpisah", adalah wujud emosional/kemarahan keduanya. Dan lanjutan kalimat: "dan api akhirnya menjadi satu. Di bawah api, mereka memutuskan untuk menjadi suami dan istri" menggambarkan mereka berhasil menemukan titik temu.

Api sebagai simbol kemarahan umumnya kita dapat temukan dalam ilustrasi komik, seperti pada gambar berikut ini...

(sumber: https://i.pinimg.com/236x/f7/99/6e/f7996ea9b5573590b9f54f34b5557bbb.jpg)
(sumber: https://i.pinimg.com/236x/f7/99/6e/f7996ea9b5573590b9f54f34b5557bbb.jpg)
Sementara itu, interpretasi kami pada situasi pertemuan Batara Guru dan We Nyili Timo, Jika dikaitkan dengan situasi emosional dalam pertemuan pertama kali Nabi Adam dan Hawa adalah sebagai berikut: kami melihat Hawa terlihat lebih memainkan emosinya. Dalam kisah itu, setidaknya ada tiga momentum yang diciptakan We Nyili Timo (Hawa) yaitu;
  • Nyala api yang membumbung tinggi; wujud emosional/kemarahan We Nyili Timo (Hawa) yang dapat diredakan oleh Batara Guru (Nabi Adam) dengan mantera (ungkapan simbolik dari bujukan).
  • We Nyili Timo (Hawa) berubah memutih, dengan rambut pun juga  putih; merupakan wujud kegamangan atau kelengangan emosi. Hal ini umum kita dapat lihat pada orang-orang yang baru saja selesai meluapkan kemarahan. Dalam situasi  itu Batara Guru (Nabi Adam) tetap memberikan bujukannya.
  • We Nyili Timo (Hawa) berubah wujudnya menjadi anak kecil; merupakan gambaran perubahan psikologi We Nyili Timo (Hawa) yang malu-malu ingin dibujuk seperti layaknya anak kecil.

Situasi emosional perjumpaan keduanya (Nabi Adam dan Hawa) ini yang kemungkinan digambarkan Allah dalam Al Quran surat Thaahaa ayat 123: "Turunlah kamu berdua dari Surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain....." (Wallahualam, hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu)

Dan berikut ini rangkuman keidentikan yang terdapat antara pasangan Adam/Hawa dengan Fuxi/Nuwa, Fuxi/Nuwa dengan Batara Guru/We Nyili Timo, dan Adam/Hawa dengan Batara guru/We Nyili Timo.

1. Keidentikan pasangan Adam/ Hawa dengan Fuxi/Nuwa.

  • Fuxi dan Nuwa awalnya merupakan saudara sebelum kemudian menjadi pasangan suami istri. Hal ini mirip dengan latar belakang Hawa yang diciptakan Allah dari tulang rusuk Nabi Adam (terkait hal itu, Adam dan Hawa dapatlah dianggap hubungan saudara pada awalnya).
  • Dalam berbagai literature agama, Nabi Adam dan Hawa dikatakan merupakan nenek moyang manusia. Sementara itu, dalam mitologi Cina, Fuxi dan Nuwa juga dikisahkan merupakan asal muasal ummat manusia di dunia.

2. Keidentikan pasangan Fuxi/Nuwa dengan Batara Guru/We Nyili Timo.

  • Dalam cerita kronologi pertemuan mereka, sama-sama terdapat bagian cerita yang menggambarkan adanya api yang menjulang kelangit sebelum mereka menjadi pasangan suami istri, baik dalam dalam kisah Batara Guru dan We Nyili Timo maupun Fuxi dan Nuwa. Dengan mempertimbangkan bentuk penulisan kisah mereka sebagai sebuah sastra kuno, dan dengan memahami bahwa kebanyakan sastra kuno jaman dahulu umumnya tersaji dalam bentuk perandaian, maka ungkapan "api yang menjulang.." dalam kisah pertemuan mereka, kemungkinan bisa ditafsirkan sebagai bentuk situasi emosional mereka pada saat itu.
  • Jika dalam mitologi Cina dikatakan Fuxi dan Nuwa merupakan asal muasal ummat manusia di dunia, maka, demikian pula mitologi tentang Batara Guru dan We Nyili Timo yang tersebar di kawasan Indonesia khususnya dan Asia tenggara pada umumnya.
  • Dalam Sure I La Galigo diceritakan bahwa Batara Guru diperintahkan turun ke dunia tengah dan menikah dengan We Nyili Timo yang merupakan Putri penguasa dari dunia bawah. Setelah menikah, keduanya kemudian memulai mengisi kehidupan di dunia tengah yang sebelumnya masih kosong, gelap gulita.

3. Keidentikan Adam/Hawa dengan Batara Guru/We Nyili Timo.

  • Semua literature sejarah yang membahas tentang mereka, secara umum mengungkap mereka sebagai nenek moyang ummat manusia.
  • Keduanya (Nabi Adam maupun Batara Guru) diceritakan sebagai sosok yang diturunkan dari langit. Dalam beberapa kitab suci diungkap bahwa keinginan Allah menciptakan Nabi Adam yaitu untuk menjadikannya sebagai kalifah (pemimpin di muka bumi). Sedangkan Batara Guru dalam Sure I La Galigo diceritakan diturunkan dari langit oleh Sang Penguasa dan ditugaskan memerintah di dunia tengah (Ale Kawa) yang sebelumnya masih kosong.
  • Dalam berbagai Literatur diceritakan bahwa setelah Nabi Adam berada di Bumi, ia kemudian mengajarkan penduduk di bumi berladang (bercocok tanam) dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Sementara itu, Batara Guru dalam cerita rakyat di Luwu, dikatakan juga mengajarkan anak cucunya bercocok tanam. Wotu menyebutnya sebagai Bilassa Lamoa atau Kebun Dewata.  Selain itu, terdapat pula Bukit Sangiang Serri yang dipercaya sebagai tempat bermula tanaman padi. Di Cerekang (Luwu Timur), terdapat 8 titik hutan adat yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat secara turun temurun. Diantara 8 titik hutan adat itu, Hutan Pensimoni merupakan hutan "dikeramatkan" yang dipercaya sebagai tempat Batara Guru atau To Manurung (manusia pertama) pertama kali menapakkan kaki di bumi. Pemangku adat setempat tidak memperbolehkan siapa pun memasuki hutan pensimoni, serta melarang juga untuk digarap. Ketatnya aturan adat yang mengkramatkan hutan dan sungai menjadikan wilayah cerekang tetap lestari hingga hari ini.

Sebagaimana yang kami nyatakan diatas, kesemua identifikasi ini pada prinsipnya adalah intrepretasi. Adapun kebenaran yang sesungguhnya hanya Allah-lah yang Maha Tahu.

Mengurai sejarah manusia di muka bumi dengan mencermati bahan-bahan mitologi yang bersifat alegori bukanlah hal yang mudah, bahkan bisa dikatakan sangat sulit. 

Kuat dugaan kami bahwa beberapa mitologi tertentu, seperti I La Galigo misalnya, adalah hasil karya "orang suci" pada masa lalu, yang menafsirkan peristiwa sakral tertentu kedalam bentuk simbolik sehingga peristiwa sakral tersebut dapat terdokumentasi tetapi tidak mudah untuk diakses esensinya demi menjaga keontentikannya sekaligus menghindarkannya dari upaya manipulasi dari pihak-pihak tertentu dikemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun