Mohon tunggu...
Muhammad FadlurRahman
Muhammad FadlurRahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mata kuliah Ekonomi dan Bisnis syariah

Dengan dibuatnya akun ini bertujuan untuk berbagi ilmu dan untuk memenuhi UTS mata kuliah Ekonomi dan Bisnis Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadirkan Bay Al-salam dan Bay Al-Istishna dalam Transaksi Sistem Pre Order

5 April 2021   23:45 Diperbarui: 6 April 2021   23:41 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Makanan dan Minuman

Salah satu bisnis yang juga banyak dipilih dan digeluti oleh masyarakat indonesia adalah berbisnis makanan dan minuman. Minuman dengan beragam macamnya, minuman kesehatan, kopi, dan lain-lain, begitu juga dengan  makanan, mulai dari makanan berat sampai ke makanan ringan atau camilan. Jenis bisnis makanan dan minuman pun memang kebanyakan menggunakan sistem PO dengan alasan agar produk yang dijual ini tidak basi dan tetap fresh, karena jika sistem nya ready stock pasti beresiko tinggi, bagaimana jika ternyata makanan dan minuman yang Anda siapkan dihari itu tidak begitu banyak konsumennya dan akhirnya menjadi basi. Tentu menjadi kerugian dan tidak bisa dijual kembali, maka dari itu menjual makanan dan minuman menggunakan sistem PO akan lebih aman karena produknya hanya disiapkan sesuai dengan kuota pesanan yang ada.

Banyak sekali manfaat dan system jual beli yang menggunakan sistem PO ini. Namun kenikmatan sistem pre order ini memiliki kecacatan dalam islam maupun secara umun. karena dalam islam jual beli harus jelas objek transaksinya jika tidak akan mengadung yang sifatnya Gharar yakni ketidak jelasan objek transaksi, islam melarang jual beli yang sifatnya mengandung Gharar karena tidak ingin salah satu pihak dirugikan. Misalnya seseorang ingin membeli rambutan kepada tetangganya namun buah rambutan tersebut belum bisa dipanen karena belum matang. Sehingga pembeli memberikan uangnya saja dan menunggu panen. Dalam kasus ini terjadi ketidakjelasan objek transaksi karena penjual belum tau pasti hasil panen rambutan tersebut sesuai apa yang di harapkan. Dari sini dapat diketahui bahwa akan ada pihak yang dirugikan yaitu pihak pembeli. Jikalau suatu saat terjadi gagal panen uang bisa dikembalikan tetapi tetap saja pihak pembeli merasa tertipu, ataupun membuang waktu.

Dengan menghadirkan Bay Al-salam dan Bay Al-Istishna dapat memperkecil atau mengatasi transaksi jual beli system PO yang sifatnya kemungkinan besar Gharar. Salam dan istishna jenis transaksi ini telah berlangsung sejak masa rasul sehingga perlu ditelusuri dalil-dalil dalam penetapan hukum serta tatacaranya untuk diperoleh suatu kesimpulan hukum berdasarkan konteks ajaran Islam yang dapat diperpedomani dalam memahami transaksi jual beli melalui Bay As-salam dan Bay Al- Istishna ini terutama dalam memahami transaksi jual beli yang berlaku di era kontemporer dalam kaitannya dengan hukum Islam.

Bay al-salam ialah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari atau dengan kata lain jual beli salam adalah suatu benda yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau memberi uang di depan secara tunai, sedangkan barangnya diserahkan kemudian atau diserahkan pada waktu yang telah ditentukan. Imam Abu Hanifah/imam hanafi mensyaratkan adanya objek barang salam di pasar ketika waktu penyerahan telah sampai. Misalkan seseorang yang ingin membeli buah, penjual harus memasyikan bahwa barang yang akan ia jual pada waktu penyerahan, ada di pasar. Tujuannya untuk menghindari gharar apabila penjual tidak dapat memproduksi sendiri barang yang ingin dijual. Namun pada kondisi darurah gharar dibolehkan tetapi jika kondisi itu hilang maka unsur gharar harus dihilangkan. Pemikiran Abu Hanifah adalah untuk memperkecil terjadinya Gharar dalam bay' al-salam. Sehingga konsisten dengan prinsip syariah yang lain.

Adapun syarat-syarat lain bay Al Salam dalam buku fiqh yang pertama uang harganya hendaklah dibayar di majlis aqad berarti pembayaran terlebih dahulu, jadi dalam akad bay salam harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dibayarkan terlebih dahulu oleh pembeli. Selanjutnya barang yang dipesan oleh pembeli kepada penjual jadi hutang. Maksud dari hutang adalah barang yang telah dipesan menjadi sesuatu yang harus dipenuhi oleh penjual. Yang ketiga objek transaksi harus diberikan pada waktu yang telah dijanjikan, misalnya pemesanan buah-buahan, penjual harus memberikan pasa saat waktu yang dijanjikan meskipun musim buah tetap saja harus diwaktu yang telah dijanjikan. Lalu yang ke empat barang itu hendaklah jelas ukurannya, baik dengan takaran atau timbangan, atau ukuran, atau bilangan, menurut kebiasaan cara menjual barang semacam itu. Selanjutnya barang tersebut harus diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya yang berarti dengan sifat itu dapat sesuai dengan harganya dan kemauan orang pada barang itu. Sifat-sifat ini hendaknya terang hingga tidak ada keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan nanti antara kedua belah pihak(Penjual dan Pembeli), begitu juga macamnya harus pula disebut, seperti daging kambing yang harus diterangkan pada pembeli daging kambing jangan bilang bahwa itu adalah jenis daging sapi. Syarat yang terahir yakni disebutkan tempat menerima barangnya, kalau tempat 'aqad tidak layak buat menerima barang itu. 'Aqad salam mesti terus, berarti tidak ada khiyar syarat.

Dalam transaksi jual beli dalam islam tidak hanya Bay Al salam masih banyak lagi diantaranya Bay Al istishna, sebenarnya kedua jenis transaksi ini tidak jauh berbeda. Namun Istishna pembayarannya fleksibel, walaupun hanya berlaku pada manufactured product, istishna lebih luas daripada salam karena pengaplikasiannya relevan dengan kehidupan sehari-hari pada sekarang. Contohnya dalam membangun rumah sendiri tidak akan langsung membeli semua bahan- bahan pasti kita membeli satu-persatu atau membeli barang dengan cara dicicil. Semakin majunya teknologi tentunya harus dilengkapi dengan kegiatan yang bersifat manufaktur. Sebenarnya istishna hampir serupa dengan forward contact yang diterapkan dalam apa saja seperti asset, komoditas, mata uang surat, tetapi forward contac dilarang dalam islam karena mengandung gharar dan riba.

Istishna memiliki prasyarat untuk memperkecil gharar yaitu barang yang dipesan berupa manufactured product yang ketergntungan dengan Alam(nature) tidak begitu besar, karena sudah mengunakan teknologi manufacturing.

Pada prinsipnya akad istisna' menyerupai akad salam di mana keduanya tergolong bay' al-ma'dum yakni jual beli barang yang belum ada. Namun antara kedua jual beli tersebut terdapat perbedaan, di antaranya adalah:
Pertama, obyek salam bersifat tanggungan (ad-dain), sedangkan obyek istisna' bersifat benda {al-ain). Kedua, dalam akad salam dibatasi dengan tempo waktu yang pasti, sedangkan akad istisna'.tidak dibatasi dengan tempo waktu.
Akad salam bersifat luzum (mengikat kedua pihak), tetapi pada akad istisna' tidak bersifat mengikat di mana masing masing pihak mempunyai hak khiyar.
Harga pokok dalam akad salam harus dibayarkan secara kontan dalam majelis akad, tetapi yang demikian ini tidak diberlakukan pada akad istisna.
Menurut mahzab Hanafi, Bai' al-Istishna' termasuk akad yang dilarang karena bertentangan dengan semangat Bai' secara Qiyas. Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam Bai' al-Istishna', pokok kontrak itu belum ada atautidak dimiliki penjual. Meskipun demikian Mahzab Hanafi menyetujui kontrak Istishna' atas dasar karena alasan-alasan berikut:

a. Masyarakat telah memperaktekkan Bai' al-Istishna' secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan Bai' al-Istishna' sebagai kasus Ijma atau konsensus umum.
b. Di dalam Syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap Qiyas berdasarkan Ijma' ulama.
c. Keberadaan Bai'al-Istishna' didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang sering kali memerlukan barang yang tidak tersedia dipasar sehingga mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
d. Bai' al-Istishna' sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan Nash atau Syariah.

Kedua akad salam dan istishna menurut penyusun merupakan jawaban dari permasalahan hukum bagaimana ketika seseorang melakukan muamalah melalui media internet, sistem PO(Pre Order). Indikasi ini menunjukkan bila akad-akad dalam muamalah Islam mampu menjawab perkembangan zaman kontemporer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun