4. Demokrat, PPP dan Golkar. 3 partai ini tentu saja punya keinginan untuk menguasai Jakarta. Tetapi mereka tahu diri sehingga tidak begitu berambisi. Maksud gw tahu diri itu adalah mereka sadar bahwa Basis massa mereka di DKI tidak sekuat basis massa yang dimiliki PDIP, Gerindra dan Golkar. PPP lumayan sementara Demokrat dan Golkar minim di DKI dalam soal basis massa. Mereka akan cenderung bergabung dengan Gerindra dan PKS.
5. PAN yang Spekulatif. Kabar terakhir dari media ternyata PAN tidak seperti sebelum-sebelumnya yaitu berkoalisi dengan partai lain, ada kabar PAN akan mengusung calonnya sendiri (kadernya sendiri) yaitu Desi Ratna Sari dan Eko Patrio. Menurut gw mah buang-buang duit aja. Kalau untuk jadi bupati Sukabumi bolehlah Desi Ratnasari maju begitu juga dengan Eko Patrio di daerahnya. Tetapi kalau di Jakarta mah gw bilang itu mimpi di siang bolong aja.
Selanjutnya untuk PKB, Nasdem dan Hanura gw pastikan kemungkinan besar mereka akan bergabung pada kekuatan yang besar. Filosofinya sederhana saja yaitu, untuk apa berperang dengan pihak yang pasti akan menang?
TANPA DUKUNGAN PARTAI, AHOK AKAN DILIBAS MESIN PARPOL
Ahok bukan Jokowi. Dua tahun terakhir Ahok punya popularitas yang hampir menyamai Jokowi tetapi Ahok tidak punya elektabilitas seperti yang dimiliki Jokowi. Beda jauh ya masbro antara popularitas dan elektabilitas. Nggak perlu dijelaskan pasti sudah paham.
Ahok memang berprestasi dan Ahok juga sudah menjadi harapan warga DKI untuk Jakarta yang lebih baik. Sayangnya Ahok punya kelemahan yang fatal yaitu Komunikasi Politik. Sangat lemah di titik ini sehingga akhirnya Ahok tidak memiliki “teman” yang baik. Teman disini adalah dukungan politik dari partai. Disisi lain komunikasi Ahok dengan masyarakat memiliki jarak sehingga bisa dikatakan Ahok kurang punya kharisma di hati masyarakat. Inilah kelemahan Ahok sebenarnya.
Masbro dan Mbaksis yang merupakan pendukung sejati Ahok jangan protes sama gw yaa. Ini pendapat pribadi dan ini hanya pendapat Pengamat Politik dari Gunung jadi jangan sampai emosi ataupun jadi tidak semangat setelah membaca artikel ini. Hehehee.
Kembali ke Laptop, kita harus menerawang sejenak ke Pilpres 2014. Pada Pilpres 2014 sebenarnya elektabilitas Jokowi diatas 58 % tetapi dengan adanya mesin parpol di kubu Prabowo, terus adanya Black Campaign dan Negatif Campaign maka akhirnya Jokowi hanya menang 53%. Itulah bukti bahwa mesin Parpol memang bisa bekerja. Jokowi bisa menang dari mesin Parpol karena memiliki elektabilitas yang sangat tinggi. Tanpa elektablitas yang tinggi Jokowi akan kalah telak dari Prabowo pada pilpres 2014.
Lalu bagaimana dengan Ahok? Ahok punya elektabilitas tinggi atau rendah? Berapa elektabilitas Ahok saat ini tentu belum bisa diukur. Sebuah elektabilitas akan memiliki angka bila sudah ada 2 atau lebih calon. Contohnya pada tahun 2013 atau beberapa waktu sebelum Pilpres 2014. Waktu itu diatas kertas yang sudah diperkirakan/dipastikan oleh masyarakat akan maju menjadi Presiden adalah Prabowo, Megawati, Aburizal dan Jokowi. Dari kondisi tersebut ketika dilakukan survey maka keluarlah angka-angka elektabilitas.
Jadi untuk Ahok, bila setelah ada calon-calon yang memastikan diri maju jadi Cagub DKI dan setelah ada Survey yang benar-benar independen maka keluarlah angka elektabilitas untuk Ahok. Dengan catatan bilamana hasilnya ternyata elektabilitas Ahok masih dibawah 50% maka akan sangat sulit Ahok bisa memenangkan Pilgub ini.
Apalagi kalau dirinya hanya sebagai Calon Indpenden (tanpa partai). Ahok akan dilibas habis oleh lawannya yang sudah pasti orang pilihan dari gabungan Gerindra dan PKS dengan basis massanya masing-masing.