Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rupanya Ini Alasan Jessica Ditangkap dan Ini Bukti-bukti Kasusnya

30 Januari 2016   16:46 Diperbarui: 30 Januari 2016   17:18 28249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyambung tulisan sebelumnya yang mengabarkan Jessica Kumala Wongso sudah ditetapkan menjadi Tersangka atas pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin dimana  selanjutnya Jessica sudah “ditangkap” dan kini berada di Mapolda Metro Jaya untuk melakukan proses BAP.

Kabar dari Detiknews hamper setiap 10 menit diupdate untuk kasus yang sudah menyita perhatian public ini.  Yang menarik kemudian penetapan Tersangka Jessica ini terkesan sangat dipaksakan.

Sejak awal (hari pertama) kasus ini terjadi polisi dan keluarga Mirna sudah berasumsi bahwa Jessicalah yang meracuni Korban.  Asumsi itu terjadi karena beberapa hal yaitu :

1.Jessica yang pertama datang di Café,

 2.Jessica yang memesan Kopi Vietnam tersebut dan langsung membayarnya,

3.Jessica (sengaja) menaruh handbag di meja minuman sehingga gelas minuman tidak terpantau CCTV.

4.Jessica membuang Celana yang dipakai sesaat setelah kejadian itu berlangsung.

5.Keterangan Saksi Pelayan Café  yang  bercerita seolah-olah Jessica begitu dingin sikapnya pada saat kejadian Korban  kejang-kejang.

6.Jessica diasumsikan memiliki  kelainan prilaku seksual. (Lesbi).

Dari sekian asumsi itu polisi sudah melakukan penyidikan berkali-kali selama 3 minggu. Polisi sudah menanyai sekitar 20 saksi (termasuk Jessica), polisi sudah memiliki rekaman CCTV  pada saat kejadian dan polisi sudah berkoordinasi dengan Polisi Australia untuk mencari tahu riwayat hidup Jessica, Mirna dan teman-teman lainnya.

Sayangnya kemudian setelah dua minggu berlalu polisi tidak juga berani menetapkan Jessica sebagai Tersangka.  Hal itu terkesan bahwa  rekaman CCTV yang dimiliki polisi tidak menghasilkan suatu bukti yang bisa membuat Jessica bisa ditetapkan menjadi Tersangka. Begitu juga dengan riwayat Jessica dari kepolisian Australia juga tidak memperkuat asumsi polisi.

Selanjutnya meskipun  sudah dalam posisi menduga keras Jessica  adalah Tersangka tetapi ternyata  polisi  malah membuka Hotline ke masyarakat dengan harapan ada masukan dari masyarakat tentang riwayat Jessica dan teman-temannya.  Polisi juga kembali memeriksa tempat kejadian Café Olivier.

Sampai disini kalau bisa disimpulkan polisi sebenarnya sudah kehilangan jejak.  Terlalu yakin di awal kejadian sehingga tidak bisa maksimal melakukan penyidikan.  Poin ini bisa dilihat dari (kalau tidak salah) tidak adanya Police Line di Café tersebut paska kejadian tersebut.  Café Olivier keesokan harinya buka seperti biasa seperti tidak pernah ada kejadian sebelumnya.  Ini  krusial karena  umumnya penyidikan yang namannya TKP biasanya steril sampai penyidikan selesai.  Kemungkinan besar pada hari pertama kejadian polisi sudah sangat yakin Jessica tersangkanya sehingga  tidak membuat Polisi Line. Padahal bisa saja masih tersisa barang bukti lainnya di TKP  yang belum ditemukan sementara  keesokan harinya café tersebut sudah buka (sudah banyak orang lalu lalang di TKP).

Perjalanan lebih lanjut Polisi tidak kunjung juga menetapkan Jessica sebagai Tersangka. Kemungkinan memang tidak ada alat bukti yang benar-benar kuat. Sebelumnya  sempat Dirkrismum Kombes Krisnha Murti mengatakan sudah 4 alat bukti tetapi herannya tidak berani menetapkan Tersangka.  Kemungkinan besar statement itu hanya perang psikologis ke kubu Jessica.

Polisi juga sudah  menjadi sorotan  masyarakat  sejak  tanggal 26 januari ketika janji-janji Krisnha Murti  untuk menetapkan Tersangka ternyata beberapa kali meleset. Terakhir KM  sudah menjnjikan akan menetapkan Tersangka setelah gelar perkara dengan Kejaksaan pada tanggal 26 Januari. Tetapi ternyata kabarnya Kejaksaan meminta polisi melengkapi berkas perkaranya dulu.

Selanjutnya  media memberitakan Polisi memanggil  beberapa pakar Psikolog untuk memberikan keterangannya.  Dari poin itu kemudian Polisi kembali ke Kejaksaan untuk berkoordinasi tentang perkara (tadi malam tanggal 26 Januari 2016) hingga akhirnya pagi ini menetapkan Jessica menjadi Tersangka.

SUBJEKTIVITAS PENYIDIK SEBAGAI FAKTOR TERKUAT PENANGKAPAN  TERSANGKA

Kita memang nggak tahu pasti prosedur penetapan Tersangka oleh Polisi kita. Yang kita tahu polisi bisa menetapkan seseorang menjadi Tersangka bila mendapati  2 alat bukti yang kuat.  Tetapi ternyata masih ada factor lainnya yaitu Pandangan umum dari Penyidik yang menyelidiki kasus tersebut.  Bila suatu kasus dipandang oleh Penyidik sudah ada seseorang yang diduga Tersangka ditambah  1 bukti dan ada 2 saksi maka Penyidik boleh menetapkan seseorang untuk menjadi Tersangka.

Selanjutnya juga  ternyata  Penyidiklah yang  punya wewenang melakukan penangkapan kepada Tersangka tergantung apa pandangan penyidik.  Ini yang terjadi dengan Jessica. Jessica tidak dipanggil tetapi ditangkap (dijemput). Padahal  kemarin-kemarin Jessica sangat kooperatif bila dipanggil polisi. (jadi teringat Kasus Bambang Widjojanto yang ditangkap oleh Bareskrim Polri).

Dan soal penangkapan  Jessica itu ketika dikonfirmasi ke Kapolda Metro Jaya, maka jawabannya kurang lebih :

"Itu kan subjektif penyidik, mau dipanggil boleh, mau ditangkap boleh. Mungkin penyidik perlu ada kecepatan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian di GOR Sumantri Bojonegoro, Jakarta Selatan, Sabtu (30/1/2016). Irjen Tito menjawab pertanyaan mengapa Jessica sampai perlu ditangkap.

"Kalau dipanggil nanti dia nggak datang, harus menunggu dua hari, panggil lagi. Nggak datang lagi, dua hari lagi. Soal alat bukti, barang bukti lain mungkin sudah disingkirkan atau berbagai macam sehingga kewenangan hukum memberikan sepenuhnya kepada subjektif penyidik untuk menentukan dia mau memanggil, dia mau menangkap," ulas Tito.

Begitulah rupanya alas an polisi kita dalam menangkap seseorang pelaku (diduga pelaku) tindak criminal.

TERNYATA YANG DISEBUT BUKTI-BUKTI BUKANLAH BUKTI FISIK

Masyarakat selama ini sangat penasaran dengan polisi yang tidak juga menetapkan seorang Tersangka. Padahal  polisi sudah berkali-kali mengatakan sudah memiliki 4 alat bukti. Ini mengherankan sekali. Tetapi ternyata yang dimaksud polisi dengan alat bukti tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut.

1.Keterangan Saksi yang memberatkan (disebut ada 20 saksi).

2.Keterangan Ahli. Disebut ada 6 Ahli yang menganalisa. (mungkin ahli forensic, psikolog forensic dan Psikologi umum).

3.Dokumen  dan surat yang bisa dijadikan Petunjuk. (mungkin hasil analisa lab forensic penyebab kematian).

4.Barang bukti yang merupakan petunjuk . (tidak dijelaskan berupa apa).

Poin ini sesuai dengan keterangan Dirkrismum  Polda Metro Jaya Kombes Krisna Murti dengan statementnya :

"Alat bukti keterangan saksi kami miliki, banyak, kurang lebih 20 keterangan saksi. Keterangan ahli ada 6, yang sudah diperiksa dan akan tambah lagi. Petunjuk dokumen atau surat sudah kami miliki, barbuk atau petunjuk yang kesesuaian satu sama lain sudah kami miliki," ujar Krishna (detiknews,30 Jan 2016).

Jadi dari keterangan tersebut  diatas mungkin bisa dipastikan dijadikannya  Jessica sebagai Tersangka oleh Polisi selain hasil lab tentang penyebab kematian  ternyata  lebih banyak ditentukan oleh  keterangan Ahli  Psikologi.

Ini agak mengherankan tetapi mungkin saja ini cukup sah dari sisi hukum. Dan bila selanjutnya kita ingin tahu apa pendapat pakar Psikolog tentang Jessica dari berita lain didapat analisanya bahwa “Ketenangan Jessica” pada saat kejadian  dan pada saat pemeriksaan itu dianggap aneh oleh pakar Psikolog.

Secara teori Psikolog disebut "Jika seseorang tidak bersalah, tidak perlu menjustifikasi harus mengiklankan dirinya. Kalau dia tidak bersalah harusnya dia akan diam seperti saksi-saksi lainnya, kan tidak melakukan justifikasi di media-media. Tidak perlu ada defense mekanisme," ungkap pakar Hypnoterapi Dewi P Faeni soal sikap Jessica. (detiknews).

“Eye movementnya sangat cepat, ini suatu refleksi dari nervous. Terus sering melihat ke atas, itu berarti orang sedang berusaha membangun fakta, bisa jadi dia tidak mengatakan sesungguhnya. Saya hanya lihat dia dari facial ekspresi. Walau di akhir-akhir sudah mulai tenang, sudah seperti dilatih," jelas Dewi.

Dewi juga mempermasalahkan minuman yang dipesan/diminum Jessica pada saat kejadian yaitu berupa Cocktail. Dewi heran kenapa Jessica membutuhkan minuman beralkohol pada sore hari (jam 16.00) pada hari kejadian.

KESIMPULAN

Teori Kejahatan Tindak Pidana Pembunuhan biasanya harus memenuhi 3 unsur yaitu : Ada Pelaku (dengan alat pembunuhnya), Ada Korban dan ada TKP. Tetapi dalam kasus ini alat pembunuhnya adalah barang tidak Nampak (sianida). Secara psikologis seorang pembunuh yang menggunakan Sianida adalah orang yang ingin menjaga jarak dari korbannya. Jadi teori 3 unsur itu tidak akan berlaku.  Pelaku belum tentu ada di lokasi kejadian (TKP).

Akhirnya  menurut kesimpulan gw polisi sudah melakukan blunder  karena menetapkan Tersangka hanya berdasarkan pendapat pakar dan bukan berdasarkan bukti fisik.

Entahlah bagaimana dengan  pendapat-pendapat pakar hukum  dengan kondisi penuntutan perkara seperti ini yang hanya berdalih pendapat pakar ahli psikologi.  Tetapi menurut gw bila memang yang dijadikan bukti hanyalah pendapat-pendapat ahli yang umumnya hanya berupa teori dan asumsi dan bukan bukti fisik maka kasus ini kemungkinan besar akan mendapatkan perlawanan keras/ ditolak oleh hakim pengadilan.

Mari kita tunggu perjalanan panjang dari kasus ini.

Sumber :

http://news.detik.com/berita/3131053/ini-bukti-bukti-yang-jadi-dasar-polisi-tetapkan-jessica-sebagai-tersangka

http://news.detik.com/berita/3131076/analisis-pakar-hypnoterapi-ahli-forensik-dan-mantan-hakim-soal-jessica

tulisan sebelumnya

Polisi Memaksakan Diri Menjadikan Jessica Tersangka

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun