Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sentuhan Jokowi Membuat Konflik Golkar Selesai, Agung Harus Bisa Nrimo

26 Januari 2016   05:27 Diperbarui: 26 Januari 2016   07:26 4343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh menarik bila mencermati Dinamika yang ada di Partai Beringin ini.  Ini partai yang paling senior diantara partai-partai yang ada saat ini. Bila dibandingkan kualitas pengalaman politisi-politisi yang ada di Golkar dengan yang ada di partai lain maka bisa dikatakan yang ada di Golkar ini unggul  setengah tingkat diatas partai-partai lain.

Sejak dulu banyak Politisi Golkar  dikenal sangat lihai bermanuver. Melakukan  intrik, tipu daya hingga bergaya bunglon.  Dulunya  kader-kader muda Golkar yang mampu meroket namanya adalah mereka-mereka yang sudah malang melintang di berbagai organisasi kemasyarakatan seperti HMI, ICMI, FKPPI, ormas-ormas  lainnya termasuk Pemuda Pancasila.  Kemudian kader-kader muda ini akan bersaing lagi diorganisasi sayap Golkar seperti Soksi, Kosgoro dan lain-lain hingga akhirnya beberapa dari mereka sampai di tingkatan DPP (Dewan Pimpinan Pusat). Tidak heran kalau mereka akhirnya menjadi Politisi-politisi yang handal.

Sayangnya kondisi ini mulai berubah ketika JK berhasil menjadi Ketua Umum Golkar. Golkar mulai berubah menjadi Partai Matre dan semakin diperparah lagi ketika Aburizal Bakrie berhasil menjadi Ketua Umumnya.  Kondisi berubah sehingga  tidak cukup lagi hanya berpengalaman di berbagai organisasi saja bila ingin masuk ke lingkaran elitnya. Butuh modal juga.

Makanya tidak heran Ratu Atut, Akil Mochtar dan lain-lainnya terpaksa melakukan korupsi agar tetap bisa eksis di elit Golkar.  Juga tidak heran bila Setya Novanto yang sangat lihai mencari proyek kemudian bisa menjadi Bendahara terbaik Golkar dan kemudian  berhasil menjadi Ketua DPR kemarin.

JK bisa menjadi Ketua Umum karena saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan memiliki uang. ARB sebagai penerusnya  juga sangat mengandalkan uangnya sehingga berhasil menjadi Ketua Umum. Kondisi inilah yang akhirnya membuat senior elit lainnya seperti   Wiranto, Prabowo, Surya Paloh dan lainnya meninggalkan Golkar untuk membentuk Partai Baru. Yang bertahan tinggal Politisi “Tua” seperti Akbar Tanjung, Habibie, Muladi, Siswono dan level bawahnya seperti Agung Laksono, Priyo Budi dan lainnya.

KONFLIK GOLKAR DAN KEBERUNTUNGAN ICAL

Seharusnya  bulan Oktober   tahun 2014 adalah masa berakhirnya jabatan Ketua Umum Ical. Sebelum-sebelumnya  sejak reformasi  masa tugas Ketua Umum adalah 5 tahun dan belum pernah ada yang menjabat dua periode.  Ical yang sudah kalah telak di Pileg dan Pilpres  harusnya sudah mempersiapkan Munas di awal 2015 untuk menentukan penggantinya.  Tetapi Ical ogah. Terlihat Ical masih betah menjadi Ketua Umum untuk periode berikutnya. Mungkin masih penasaran dan ingin jadi Capres 2019.

Kalau ada yang menyimpulkan Konflik Golkar sejak Pilpres 2014 hingga Desember 2015 itu karena Golkar diobok-obok Pemerintah itu adalah  salah besar. Golkar sudah berkonflik ketika ARB gagal membawa Golkar menang di Pemilu Legislatif 2014 ditambah bergabungnya  dengan Capres Prabowo yang diatas kertas akan kalah dari Capres Jokowi.  Sejak saat itu internal Golkar sudah bergejolak.

Sebagian kader-kader muda Golkar meminta Agung Laksono melengserkan Golkar dan mempercepat Munas paska Pilpres berakhir. Agung akhirnya bersedia “memberontak” pada Ketua Umum karena secara senioritas Munas berikutnya diatas kerta milik Agung Laksono. Tadinya Agung ingin menunggu Ical menyelenggarakan Munas tetapi ternyata tidak ada tanda-tanda persiapan untuk itu sehingga Agung mau memimpin “pemberontakan” terhadap Ical.

Selanjutnya paska  Jokowi-JK dilantik  tepatnya Oktober 2014 desakan kepada Ical untuk melaksanakan Munas semakin deras. Di titik inilah JK mulai bermain dan membantu kubu Agung Laksono untuk mendesak Ical segera melaksanakan Munas Golkar. Sejak saat itu memang benar kalau dibilang Pemerintah mengintervensi Golkar melalui tangan Agung Laksono.

Bukan Pemerintah sebenarnya, yang tepat adalah JK dan PDIP yang mencoba mengintervensi Golkar. Sayangnya perlawanan Ical sangat keras dan alot.  Ical yang posisinya melemah di Golkar mendapatkan amunisi baru dari eksternal Golkar yaitu KMP. Ical sungguh beruntung  karena KMP sudah mengangkat Ical menjadi ketua Presidium KMP.

Keberuntungan Ical juga saat itu adalah Ical masih didukung oleh Kader-kader Golkar berpengaruh yang berhasil tembus ke Senayan dan menjadi Legisl atif.  Sebut saja nama Setya Novanto, Ade Komarudin, Roem Kono, Firman Soebagyo, Azis Syamsudin, Bambang Soesatyo dan lain-lainnya. Sementara Agung Laksono yang didukung Priyo Budi dan lainnya tidak punya pendukung kuat dari kader Golkar yang berhasil tembus ke Senayan. 

Disinilah kekalahan Agung yang pertama dari Ical.  Di sisi lain mayoritas DPD-DPD Tingkat 1 Golkar memang masih dalam genggaman Ical.  Tentu kita  masih ingat ketika Rapimnas Golkar 2013 dimana sudah jelas Elektabilitas Ical jeblok tetapi hasil Rapimnas tersebut mayoritas DPD merekomendasikan ARB menjadi Capres dari Golkar.

Jadi pada akhir 2014 kemarin meskipun Agung Laksono didukung JK dan PDIP tetapi  Agung tidak berhasil mempengaruhi  kader-kader Golkar untuk menyelenggarakan Munas.  Selain kekuatan Ical ada di DPR lewat Setya Novanto Cs, Ical juga menguasai DPD-DPD Tingkat 1 dan ditambah masih ada dukungan (waktu itu) dari Akbar Tanjung, Muladi dan lainnya.

Akhirnya kita saksikan sama-sama  Ical berhasil mengkadali kubu Agung dan JK dengan membuat Rapimnas Jogja 2014 yang panityanya adalah orang-orang  Ical disusul dengan Munas Bali.  Agung tidak mau kalah dan membuat Munas Jakarta  dan segera meminta Pengesahan dari Menkumham Yasona Laoly yang merupakan kader PDIP. Berhasil dan PDIP memang membantu Agung sehingga Munas Jakarta mendapatkan Pengesahan dari Menkumham.

Kemudian kubu Ical tidak terima dan menggugat berkali-kali lewat PTUN dan 2 Pengadilan Negeri sekaligus hingga akhirnya konflik Golkar berlanjut sampai Desember 2015. Inilah konflik Golkar terpanjang selama sejarah Golkar.

Putusan Kasasi dari MA yang terakhir adalah Munas yang sah adalah Munas Riau 2009 dimana Ketua hasil Munas tersebut adalah  ARB sehingga sampai Desember 2015 Ketua Golkar yang sah sepanjang 2015 adalah ARB. Begitulah keberuntungan dari Ical.

JK YANG TAK PERNAH BERHENTI BERMANUVER DAN AKHIRNYA BERMAIN DUA KAKI

JK punya hutang sama Megawati. Pada saat sebelum Pilpres JK meyakinkan Megawati bahwa dirinya akan mampu membawa Golkar mendukung Jokowi. Oleh sebab itu JK sangat berusaha membantu Agung Laksono untuk menarik Golkar kedalam kabinet Jokowi sejak saat dirinya dilantik hingga akhir tahun 2015.

Faktanya  JK mendapatkan perlawanan keras dari  Ical yang didukung  Setya Novanto dan kawan-kawan di DPR. Ical juga didukung Akbar Tanjung yang masih sakit hati pada JK ketika Golkar direbut JK sewaktu jadi Wapres SBY.  Lalu kemudian JK mencari cara lain yaitu menghantam “pondasi terkuat “ ARB yang berada di DPR. Sudah jelas sasarannya adalah Setya Novanto.  JK melakukannya dengan bantuan kaki-tangannya Sudirman Said dengan isu Papa Minta Saham.  Tetapi ternyata  Setya Novanto  sangat tangguh dan tidak diduga Setnov didukung PDIP.  JK pun akhirnya mental dengan sendirinya.

Sebenarnya PDIP sudah tidak mempermasalahkan janji JK untuk bisa menarik gerbong Golkar. Faktanya dalam setengah tahun terakhir Golkar yang dipimpin Setya Novanto di DPR sangat koorporatif dengan PDIP.  Mulai dari meloloskan APBN 2016 hingga meloloskan  RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak dan lain-lainnya.  Makanya PDIP iklas saja membantu Setya Novanto di MKD.

Di sisi lain JK belakangan ini posisinya terpojok. Keberadaan  Luhut menjadi Menko Polhukam dan keberadaan Rizal Ramli membuat  JK tak berkutik.  JK juga sudah berseteru dengan elit PDIP di Kasus Pelindo II. Begitu juga dengan PKB dalam urusan PSSI. Belum lagi nanti PAN masuk juga ke cabinet menambah persaingan di Ring 1.. Intinya JK saat ini butuh kekuatan politik lagi.

Dan akhirnya  JK mulai melirik ARB yang masih menguasai Golkar.  JK menawarkan perdamaian untuk ARB.   JK berselingkuh dari kubu Agung Laksono.  Buat JK yang penting Golkar mau masuk cabinet dan mendukung posisi dirinya . Tidak penting siapa yang menjadi Ketua Golkar karena yang penting JK berharap agar mendapatkan pendukung politik baru di cabinet.

Ical akhirnya bersedia.  Saat ini Akbar Tanjung, Muladi dan lainnya sudah berada di kubu Agung Laksono. Di sisi lain KMP juga dikatakan sudah bubar sejak PAN melompat merapat ke Jokowi.  Bergabung dengan pemerintah bukan pilihan buruk bagi ARB.  PDIP sendiri sudah menjadi  “sahabat” ARB ketika Setya Novanto di skakmat Sudirman Said. 

Tetapi ARB minta syarat bahwa Golkar akan bergabung ke pemerintah tetapi kendali Golkar harus tetap  ada ditangannya.  ARB akan bergabung dengan Tim Transisi tetapi  akan mengadakan Rapimnas dulu dan  Agung tidak boleh jadi Ketua Umum Golkar bila nanti ada Munas ataupun Munaslub.  Deal, JK langsung setuju.

Selanjutnya  JK mulai bermain di kubu Agung yang sudah didukung Akbar Tanjung, Muladi dan lain-lain. Keinginan Akbar Tanjung, Muladi dan para senior Golkar sangat jelas yaitu Konflik Golkar harus berakhir dan Munas harus diadakan. Sementara Agung Laksono sendiri keinginannya juga jelas yaitu ingin menggantikan ARB.  Tetapi intinya mereka sepakat harus diadakan Munas Bersama agar semua kekuatan bisa bersatu.  Sepakatlah mereka membentuk Tim Transisi.  JK ditunjuk sebagai Ketuanya dan Rapat Pertama akan dilaksanakan di kediaman JK.

Selanjutnya kita lihat bersama-sama  JK kura-kura dalam perahu ketika Rapat Tim Transisi ternyata Ical tidak datang.  Akbar dan Agung bersuara keras ketika Ical ingin melaksanakan Rapimnas ilegal tetapi JK hanya diam saja. Padahal JK adalah Ketua Tim Transisi.  Ya memang sebelumnya JK  diam-diam sudah mengatur semuanya dengan ARB.

Rapimnas  kubu Ical ternyata berlangsung megah dan sukses. Malah yang datang menghadiri pada pembukaan ada Habibie (Tim Transisi), ada Menko Polhukam dan ada Menkumham.  JK juga sebenarnya merencanakan hadir tetapi masih berpura-pura  dalam posisi Ketua Tim Transisi. Tetapi akhirnya kedok mulai terbuka ketika Penutupan Rapimnas JK hadir dan mendampingi ARB. Alasannya kangen sama kawan-kawan di Golkar. Mulus sekali permainannya JK ini.

Dan semalam  setelah menghadiri Rapimnas kubu Ical, JK pun mengeluarkan pernyataan :  Tim Transisi mendukung Munaslub yang disuarakan oleh mayoritas DPD-DPD yang hadir di Rapimnas.  Munaslub akan diselenggarakan oleh DPP (Dewan Pimpinan Pusat) yang terdiri dari gabungan kubu Munas Bali dan kubu Anco.  Nah loh. Semakin clear  sudah posisi JK.

Secara hukum Rapimnas Golkar kemarin itu tidak sah karena penyelenggaranya  kubu ARB yang belum disahkan Menkumham..  Seharusnya JK sebagai  Ketua Tim Transisi melarang Munas tersebut. Tapi faktanya JK menghadiri dan mengamini semua keputusan Munas.  Dalam hal ini Tim Transisi ternyata hanya akal-akalan JK untuk memuluskan apa yang menjadi keinginan ARB.

Munaslub adalah permintaan ARB pribadi  yang diamini oleh mayoritas DPD yang hadir. Mengapa ARB minta Munaslub sementara  Agung Laksono ingin Munas, karena Munaslub harus dilakukan oleh DPP Golkar sementara Munas bisa dilaksanakan oleh Tim Transisi.  Disini masalahnya pada siapa yang pegang kendali .

Kalau Munaslub yang harus dilakukan oleh DPP maka kendali dipegang Ical. Ical bisa mengkondisikan siapa saja panityanya  dan apapun hasilnya , sementara kalau Munas oleh Tim Transisi  maka kendali ada di Tim Transisi. Hasilnya pasti tidak sesuai dengan keinginan Ical.  Dan kalau nanti  Tim Transisi (Akbar dan Agung) mempermasalahkan DPP yang menyelanggarakan Munaslub, maka Ical punya  alasan untuk mendesak Menkumham  untuk mengesahkan sementara Munas Bali. Begitulah strategi cantik Ical yang ternyata didukung JK plus Habibie (Faksi Sulsel).

SENTUHAN JOKOWI MEMBUAT KONFLIK GOLKAR SELESAI

Jelas dan sangat terlihat bahwa Jokowi  mengetahui semua yang terjadi di Golkar.  Jokowi tahu kubu ARB dekat dengan PDIP belakangan ini, Jokowi juga tahu bahwa JK sangat bernafsu menarik Golkar ke Pemerintahan. 

Jokowi sejak awal memang tidak takut dengan kekuatan politik dari partai-partai.  Setahun lebih memimpin negeri ini Jokowi sudah berkali-kali diserang KMP.  Terasa menghentak memang serangannya. Tetapi yang lebih menohok ketika diserang  dan ditekan PDIP dan partai-partai pendukungnya. Sakitnya tuh disini, kalau boleh diistilahkannya.  Jadi untuk Jokowi sendiri  tidak ada kepentingannya Golkar akan bergabung ke Pemerintah atau tidak. Apalagi sebelumnya PAN sudah merapat sehingga kubu KMP tidak akan segalak sebelumnya.

Yang  penting bagi Jokowi adalah suasana politik kondusif.  Jokowi  tidak menginginkan adanya kegaduhan politik terus-terusan. Konflik Golkar nyata-nyata membuat Parlemen selalu gaduh. Ini harus diakhiri.  Dan akhirnya Jokowi memanggil  Agung Laksono dan ARB ke Istana untuk mencari tahu lebih jelas apa permasalahannya. Clear, Jokowi sudah tahu apa yang harus dilakukannya.

Sikap PDIP kepada ARB yang lembut dan nafsunya JK menarik Golkar juga menjadi  pertimbangan Jokowi. Begitu juga dengan masukan dari Luhut Panjaitan dan tim penasehatnya yang akhirnya semuanya membuat Jokowi mengambil pertimbangan kuat  untuk memilih salah satu kubu yang bertikai.

Dua kekuatan besar yang setara bila dibiarkan berperang maka akan terjadi  perang yang panjang dan kehancuran yang fatal, tetapi  bila salah satunya lebih besar kekuatannya maka perang akan cepat selesai dan kehancuran fatal bisa dihindari.

Jokowi memilih “merestui” keinginan Aburizal.  Tidak penting bagi Jokowi tentang siapa yang menjadi penguasa Golkar. Tidak ada dampaknya buat Jokowi.  Lebih berdampak buruh kegaduhan politik berkepanjangan daripada mengurusi siapa Ketua Umum Golkar. Inilah salah satu pertimbangannya hingga akhirnya  Jokowi bersedia mengutus Luhut Panjaitan menghadiri Rapimnas yang diselenggarakan kubu Ical.

Pertimbangan Jokowi itu juga  searah dengan yang diinginkan PDIP. Beda kepentingan sebenarnya tetapi searah. PDIP ingin membantu Ical karena berharap Ical, Setya Novanto dan kawan-kawan akan terus membantu kepentingan PDIP di Parlemen sementara untuk Jokowi yang penting kegaduhan politik ini berhenti.

Dan akhirnya hanya ingin menghimbau  kepada Agung Laksono. Berhentilah bermimpi untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Lupakan saja keinginan itu.  Ical sudah didukung JK, PDIP hingga Jokowi. Biarkan Ical melaksanakan Munaslub sesuai dengan keinginannya. Berdoa sajalah bahwa pada saat Munaslub nanti akan terjadi perubahan kekuatan di DPD-DPD sehingga  yang akan menjadi Ketua Umum  nanti bukanlah orang-orang Ical sehingga Golkar  bisa lebih baik lagi. Hehehee..

Segitu aja masbro, pengamatan politik dari wong gunung. :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun