Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Honeymoon Keliling Asean ala Backpacker (8): Megahnya Masjid di Chiang Rai

21 Maret 2016   14:03 Diperbarui: 21 Maret 2016   14:32 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai sholat kami melanjutkan penjelajahan. Kali ini kami akan menuju sebuah suku yang sungguh unik di utara Kota Chiang Rai. Suku Karen yang terkenal dengan tradisinya memanjangkan leher, khususnya bagi wanita. Jaraknya cukup ditempuh selama 30 menit perjalanan menggunakan motor dari pusat kota. Saya sedikit mengebut membawa motor, karena jalanan yang di lalui sangat lebar serupa jalan tol. Tidak ada angkutan umum menuju ke sana. Pilihan lain bisa menggunakan jasa tur yang disediakan oleh agen-agen tur di pusat kota.

Cukup mudah menemukan tempat tinggal suku tersebut. Plang penunjuk bertuliskan “Long Neck” banyak terdapat di sisi jalan. Kemudi motor saya belokkan ke kanan. Jalanan sudah berubah menjadi lebih sederhana hingga semakin tak beraspal. Suasana semakin sepi. Hari semakin petang. Namun kami nekat saja untuk memasukinya. Ternyata tempat ini dimanfaatkan sebagai objek wisata. Memasukinya harus membayar tiket sebesar 300 Baht kepada petugas yang berjaga.

Suasana perkampungan terasa sekali di sini. Sensasi berada di wilayah pedalaman. Ternyata suku-suku yang berada di dalamnya sangat ramah. Setiap kali diajak berfoto mereka langsung memasang pose dan tersenyum. Sepertinya mereka sudah terbiasa dengan kedatangan wisatawan. Pemerintah setempat tampaknya sangat memperhatikan keberadaan mereka. Di beberapa tempat tersedia kotak donasi yang bisa disumbangkan dengan sukarela. Mereka juga menjual kain tenun asli dan aneka souvenir yang dibanderol mulai dari harga 50 Baht hingga 200 Baht.

Konon katanya wanita-wanita Suku Karen itu memanjangkan leher agar terlihat cantik. Cara mereka memanjangkan leher adalah dengan memasang ring-ring besi berwarna emas. Setiap bertambah usia maka bertambah pula satu ring di leher mereka. Sehingga leher mereka akan terlihat semakin memanjang. Sebenarnya bukan leher mereka yang bertambah panjang melainkan bahu yang semakin menurun ke bawah.

[caption caption="Memasuki desa Suku Karen"]

[/caption]

[caption caption="Bersama gadis Suku Karen"]

[/caption]

[caption caption="Warga Suku Karen sedang bersantai di sore hari"]

[/caption]

[caption caption="Anak-anak Suku Karen sedang bermain"]

[/caption]

[caption caption="Plang penunjuk jalan menuju desa Suku Karen"]

[/caption]

Sebelum hari semakin gelap, kami bergegas meninggalkan perkampungan Suku Karen. Laju motor saya tancapkan kembali menuju Kota Chiang Rai. Malam ini kami berjalan-jalan melihat suasana Kota Chiang Rai sembari melihat-lihat night market dan hal-hal menarik lainnya di kota ini. Salah satunya adalah sebuah tugu cantik di tengah-tengah persimpangan jalan. Tugu yang mirip kuil ini bentuknya mengerucut ke atas dan sangat eksotis dengan ukiran-ukiran artistik yang menghiasinya. Pada jam-jam tertentu tugu ini akan beraksi; cahaya yang menempel di bodi tugu tersebut berubah-ubah dari merah, kuning, hijau, ungu, hingga biru bersamaan dengan alunan musik nan mendayu merdu yang keluar dari dalamnya. Terkesan romantis sekali. Malam semakin larut. Namun esok hari kami masih akan mengeksplorasi Chiang Rai. Ya, Chiang Rai menyuguhkan banyak destinasi dibandingkan Chiang Mai.

[caption caption="Tugu ini akan berubah-ubah warna diiringi dentingan lagu mendayu pada jam tertentu"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun