Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Honeymoon Keliling Asean ala Backpacker (3): Cantiknya Kota dan Pantai di Phuket

2 Maret 2016   15:09 Diperbarui: 2 Maret 2016   15:19 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Phuket Town, kota tua nan modern."][/caption]

Hari ketiga. Jumat, 22 Januari 2016. Wajah kota masih tampak gelap. Jarum jam menunjukkan angka 3 pagi. Bis yang kami tumpangi tiba di Phuket. Kami memilih beristirahat sejenak di terminal bis sambil menanti pagi benderang. Beberapa tukang ojek tampak duduk-duduk sedang menanti penumpang. Salah seorang datang menawarkan jasanya kepada kami. Saya katakan tidak kepadanya dengan isyarat tangan dan sedikit gelengan kepala. Melihat respon saya tersebut tukang ojek itu langsung pergi menjauh tanpa memaksa. Tanpa ditawar berulang-ulang. Cukup sekali. Negara ini memang ramah bagi wisatawan.

Mentari perlahan mulai memancarkan sinarnya. Kami menuju tuk-tuk yang terparkir di platform paling ujung terminal bis ini. Ukuran tuk-tuk di sini lebih besar dibandingkan dengan di Hatyai. Bodinya berbahan kayu dan terbuka. Dipoles dengan warna pink. Kota ini sepertinya sudah sangat paham bagaimana membuat sesuatu yang unik dan menjual untuk menunjang pariwisatanya.

[caption caption="Menuju Phuket Town menggunakak Tuk-tuk dari terminal bis"]

[/caption]

Tuk-tuk membawa kami menuju pusat kota di Phuket Town. Sepanjang perjalanan mata saya tak henti-hentinya memerhatikan jalanannya yang beraspal mulus dan bersih. Kinclong sekali jalanannya. Udara pagi yang masih terasa adem semakin menambah nikmat perjalanan di dalam angkutan unik ini sambil memandangi panorama kotanya yang asri. Sesekali tampak perbukitan di ujung sana. Konon katanya nama kota ini berasal dari bahasa Melayu yaitu bukit. Karena lidah orang Thailand yang khas sehingga penyebutannya terdengar menjadi Phuket.

Tuk-tuk menurunkan kami di sebuah persimpangan di Phuket Town. Deretan toko tua memenuhi di sepanjang sisi jalan. Kami memilih simpang yang mengarah ke pasar. Jangan berpikir kalau pasar ini kumuh. Suasana pasar di sini lebih ramah. Jalanan di sekitarnya masih berlapis aspal mulus. Tergolong bersih untuk sebuah pasar. Kami terus berjalan di sisi ruko-ruko nan terlihat tua. Sebuah bangunan besar bertuliskan Chinotel terlihat tak jauh dari tempat kami berdiri. Hotel ini menjadi peristirahatan kami malam ini. Tarifnya THB 690 per malam. Kamarnya sungguh nyaman. Dekorasinya pun terlihat apik meski berukuran mungil.

[caption caption="Jalanan di Phuket yang beraspal kinclong"]

[/caption]

Selama sehari kami akan mengeksplorasi Phuket. Kami memutuskan untuk menyewa sepeda motor karena selain lebih hemat, tentunya bisa dengan puas menjelajah ke setiap sudut kota. Cukup gampang mencari tempat persewaan motor di sini. Tarifnya THB 200 per hari (24 jam). Paspor saya dipinjam sebagai jaminan. Kami mengelilingi Phuket Town sembari mencari agen tur ke Pulau Phi-phi untuk besok. Mendatangi Phuket rasanya kurang afdol jika tidak menyambangi pulau cantik itu. Sebenarnya ini adalah kali kedua saya akan ke sana. Tetapi kali pertama untuk perjalanan bulan madu. Karena rencana perjalanan kami selanjutnya adalah Phuket – Phiphi – Krabi, maka tiketnya kami beli satu paket hingga ke Krabi seharga THB 600.

[caption caption="Kamar di Chinotel, Phuket Town"]

[/caption]

Hari beranjak siang. Kedatangan kami ke Phuket bertepatan dengan hari Jumat. Ya, saya harus Sholat Jumat. Di kota ini terdapat sebuah Masjid yang tidak begitu jauh dari pusat kota. Saya menuju Masjid tersebut dengan menggunakan motor. Sementara istri beristirahat sejenak di hotel. Masjid bernama Yameay ini berlantai dua. Lantai satu digunakan sebagai pusat keislaman. Sementara tempat beribadah terdapat di lantai dua. Menuju lantai dua bisa langsung dari luar yang terhubung dengan sebuah tangga nan luas selebar lima meter.

Usai Sholat Jumat kami bersiap untuk menuju objek selanjutnya, Patong. Tempat ini merupakan favorit wisatawan mancanegara karena keelokan pantainya. Dari Phuket Town ke Patong memakan waktu 30 menit perjalanan dengan menggunakan motor. Namun jika menggunakan tuk-tuk akan sedikit lebih lama. Cuaca panas terik menyengat tubuh kami di sepanjang perjalanan. Namun hembusan angin yang bertiup akibat laju motor mampu sedikit menawarkan dari panasnya hawa kota. Jalan menuju Patong bertekstur perbukitan yang sedikit curam, khususnya saat akan memasuki wilayah kotanya. Namun lebar jalan nan luas dan aspal yang terawat dengan baik membuat perjalanan menjadi lebih nyaman.

[caption caption="Agen wisata di Phuket Town"]

[/caption]

[caption caption="Sewa motor di Phuket"]

[/caption]

[caption caption="Perjalanan dari Phuket Town ke Pantai Patong"]

[/caption]

Aroma kota Patong semakin tercium. Keramaian kota mulai terlihat. Laju motor masih terus saya pacu hingga ke kawasan pesisir, tepat di bibir pantai. Kami memarkir motor di pinggir jalan yang menghadap langsung ke lautan lepas. Deretan motor tampak terparkir di sepanjang jalan ini. Di sisi satunya lagi terhampar deretan bangunan mulai dari ruko-ruko penjual souvenir, agen tur, restoran, hingga hotel. Suasananya sedikit mirip dengan kawasan Pantai Kuta di Bali. Kami menyusuri sepanjang pantai menikmati pemandangan laut berwarna biru merona dan batu-batu karst raksasa yang memagari sebagian sisi pantai. Banyak turis kulit putih tiduran di pantai memanggang diri di bawah teriknya sinar mentari.

Sejatinya penduduk asli di Patong ini dihuni oleh warga Muslim. Karena tempat ini memiliki alam yang indah sehingga ‘disulap’ menjadi objek wisata. Penduduk aslinya bergeser sedikit, masih di kawasan Patong. Sebuah masjid besar bisa dijumpai di objek wisata ini. Deretan makanan halal sangat mudah ditemui di sekitar Masjid.

[caption caption="Masjid di Patong"]

[/caption]

Hampir seluruh kawasan Patong di sini disulap menjadi objek wisata. Cukup luas. Terdapat banyak persimpangan jalan di sini. Menurut warga setempat, kawasan ini akan terlihat padat oleh wisatawan saat menjelang malam. Khususnya turis dari Eropa yang gemar dengan kehidupan malam. Pada salah satu jalan bernama Bangla Street aksesnya tertutup bagi kendaraan, hanya diperbolehkan bagi pejalan kaki. Semakin tengah malam kawasan ini semakin disesaki oleh pejalan kaki. Di sisi kiri dan kanan jalan terdapat deretan kafe yang mempertontonkan tarian dewasa. Tempat ini memang tidak ramah untuk anak-anak.

[caption caption="Pantai Patong"]

[/caption]

[caption caption="Kawasan di pesisir Pantai Patong yang mirip Bali"]

[/caption]

Sebelum matahari terbenam kami bergegas meninggalkan Patong, kembali ke Phuket Town. Motor sewa yang seharusnya bisa digunakan sampai besok, kami kembalikan malam ini juga, mengingat besok pagi kami sudah harus check-out dari hotel. Malam ini, seusai beristirahat sejenak di hotel, kami mengeksplorasi Phuket Town dengan berjalan kaki sembari mencari tempat nongkrong untuk sekadar menikmati secangkir minuman hangat. Toko-toko telah tutup. Termasuk tempat makan halal yang kami datangi siang tadi. Hanya beberapa kafe dan restoran saja yang masih beroperasi.

Di tengah perjalanan tak sengaja kami melihat restoran dengan label halal di atasnya, Champoon Cafe. Cukup sulit memang mencari makanan halal saat malam hari di sini. Seseorang di depan restoran tersebut menyambut kami dengan bahasa Thailand. Kami hanya membalas dengan senyuman tanpa berkata. Ia terus mengoceh dengan bahasanya. Selama di negara ini kami memang sering disangka warga setempat.

[caption caption="Kafe Champoon halal di Phuket"]

[/caption]

[caption caption="Teh susu di Champoon Cafe"]

[/caption]

[caption caption="Foto kami yang diunggah di FanPage FB Champoon Cafe"]

[/caption]

Kami memesan teh susu. Penampakannya cukup unik. Jika diaduk minuman ini akan berubah warna seperti oren kunyit. Rasa teh susunya sangat nikmat. Harganya pun sangat terjangkau, THB 15. Konsep restoran ini terlihat menarik. Kreatif dengan ornamen-ornamen yang unik. Meski begitu, harga makanan dan minuman di sini sangat terjangkau.

Saat hendak pulang, kami berbincang sejenak dengan pemilik restoran ini yang bernama Muhammad Ali, seorang pria asal Bangkok berusia sekitar 35 tahun. Ia sangat ramah. Setiap pengunjung yang datang ke sini akan difoto olehnya lalu diunggah ke media sosial Facebook pada Fan Page Champoon Cafe yang dikelolanya sendiri. Lokasi kafe ini berdekatan dengan Bank Kungsri dan SCM (Siam Commercial Bank) Thailand di Phuket Town.

[caption caption="Bangunan artistik yang menghiasi Kota Phuket"]

[/caption]

[caption caption="Old Town di malam hari"]

[/caption]

Malam semakin larut. Kami kembali ke hotel melalui jalan berbeda. Bangunan-bangunan tua nan menarik di sepanjang kota tua ini menjadi sasaran kamera kami. Meski hanya sehari namun perjalanan menjelajahi Phuket cukup memuaskan. Perjalanan selanjutnya , esok hari kami akan mengunjungi pulau cantik di Laut Andaman, Pulau Phi-phi.

 

*Dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun