[caption caption="Negeri di Atas Awan, Pasaman, Sumatera Barat."]
Untuk memenuhi undangan tersebut aku diharuskan mengenakan baju batik dan celana bahan. Namun aku tidak membawa keduanya. Sementara posisiku sudah di dalam perjalanan. Duh. Aku bingung hendak mencarinya dimana. Mau membeli pun dirasa tak sempat karena hari H pertemuan di Istana Negara adalah besok pagi! Akhirnya beberapa teman dan saudara yang berdomisili di Jakarta aku hubungi. Dari semua yang aku hubungi hanya satu orang yang memberikan harapan kepadaku. Dan orang itu ternyata juga akan menghadiri acara yang sama. Seorang Kompasianer. Dia memiliki 2 stel baju batik dan celana bahan. Ah, terimakasih Bang Udin.
Namun perasaan was-was masih saja menggangguku. Karena tujuan terakhir bis ini di Tangerang. Bukan Jakarta. Disebabkan terjadi miskomunikasi dengan petugas saat akan menaikinya di Medan. Jika tiba di Tangerang pagi hari, bertepatan dengan hari H, artinya aku harus mengejar waktu lagi menuju Jakarta.
Perjalanan pun tiba di Merak, Banten, tepat pukul 6.30 pagi. Jam segini masih di Merak? Sementara Menurut informasi yang aku dapatkan perjalanan dari Merak ke Jakarta memakan waktu sekitar 3 jam. Hah. Aku hanya bisa pasrah. Ditambah lagi dengan bis akan mampir makan sejenak di daerah Merak. Semakin memakan waktu. Semakin pasrah. Aku semakin khawatir bis yang aku naiki tidak bisa mengejar waktu ke Istana Negara yang dijadwalkan pukul 9 pagi ini.
[caption caption="Rumah khas masyarakat di sepanjang jalan di Suamtera Selatan"]
Perjalanan dilanjutkan menuju Tangerang. Aku masih berharap cemas. Dan ternyata bis tiba di Tangerang lebih cepat dari yang diperkirakan, tepat jam 9 pagi. Ya, jam 9 pagi, dimana semua Kompasianer sudah diwajibkan berkumpul di meeting point. Sudah pasti aku akan terlambat menuju titik kumpul di Gandaria City Mall. Aku bergegas mencari taksi untuk menuju Gandaria. Saat di dalam perjalanan tiba-tiba Bang Udin, Kompasianer yang juga turut dalam rombongan ke istana, meneleponku. Ia menanyakan posisi keberadaanku. "Sudah sampai Cengkareng," jawabku. Kemudian suara di telepon dialihkan Bang Udin kepada Kang Pepih. "Nanti Mas Fadli langsung ke Istana saja," saran Kang Pepih. Baiklah.
Taksi yang aku naiki langsung dialihkan ke Istana Negara. Tepatnya menuju kantor Sekretaris Negara (Setneg). Dengan berpakaian celana jeans, kaos oblong, dan sandal aku memasuki gedung setneg dan menemui petugas jaga di pos gerbang masuk. Aku disambut ramah oleh paspampres yang merupakan orang Sulawesi Utara itu. Oleh petugas tersebut aku dipersilakan menuju ruang tunggu yang berjarak 200 meter dari pos tersebut.
Aku tidak sendiri, ada satu kompasianer lagi yang juga terlebih dulu menuju Istana Negara, Pak Michael Sendouw asal Manado. Namun beliau sudah berpakaian rapi sesuai dengan ketentuan. Kami duduk di ruang tunggu sambil berbincang menanti rombongan kompasianer lainnya.
Dua bis besar berwarna biru memasuki kawasan Istana Negara. Rombongan kompasianer telah tiba. Bang Udin turun menemuiku untuk memberikan pakaian yang telah aku pesan. Penampilanku pun berubah seketika. Baju batik dan celana bahan telah menempel di tubuhku. Beres. Namun tiba-tiba masalah baru muncul. Aku baru sadar tidak membawa sepatu. Yasalaam.
Paspampres yang berjaga menjadi sasaranku bagi solusi permasalahan ini. Aku coba meminjam sepatu milik salah seorang paspampres. Sambil Berharap-harap cemas. Ternyata ia tidak keberatan untuk dipinjami sepatu. Syukurlah. Permasalahan selesai.
Ransel kutitipkan di pos penjagaan. Aku berjalan menyusul rombongan kompasianer lainnya. Ternyata mereka masih sibuk berfoto selfie ria di luar. Belum masuk ke dalam ruangan Istana Negara. Aku berbaur dan segera menemui Bang Udin. Ambil kamera, dan jepret! Teteup narsis haha.