Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ketiban Bintang Jatuh di Pulau Bintan

3 November 2015   18:51 Diperbarui: 3 November 2015   21:01 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Treasure Bay, kolam renang air asin berkonsep pantai di Bintan"][/caption]

It's time to explore Bintan Island! Sabtu, 31 Oktober 2015, pukul satu siang, aku dan kesepuluh peserta yang terpilih untuk mengikuti Eco-Resort di Pulau Bintan, plus tiga orang dari Kompasiana dan tiga orang dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar), telah berkumpul di meeting point, Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang, Kepri.

Ketiban Bintang Jatuh. Ya, seperti itulah yang aku rasakan. Ketika seseorang melihat bintang yang jatuh dari langit, mereka menganggap hal tersebut sebagai sebuah keberuntungan. Maka dari itu, terpilihnya aku untuk mengikuti eksplorasi Eco-Resort di Pulau Bintan ini, aku tidak sekadar melihat satu bintang jatuh saja, tetapi lebih dari itu. Karena banyak sekali hal-hal tak terduga yang aku dapatkan selama mengikuti Blog Trip ini, yang pastinya membuat aku berucap syukur.

Ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagiku. Mengeksplorasi bumi Bintan, yang tidak sekadar memuaskan mata dengan sekadar memandanginya saja sebagaimana yang pernah aku lakukan sebelumnya, tetapi lebih dari itu, kali ini aku akan merasakan nyamannya tidur di dua penginapan berbeda sekaligus di resort mewah ini. Superb! Ya, ini salah satu bintang jatuh yang aku maksud.

Baiklah, sebelum aku meneruskan cerita nan seru selama mengikuti Eco-Resort di Pulau Bintan ini, sebelumnya akan aku luruskan terlebih dahulu terkait pemahaman orang-orang terhadap apa itu Bintan, agar tidak bingung untuk mengikuti pada paragraf-paragraf berikutnya. Bintan adalah nama sebuah pulau terbesar yang ada di gugusan Kepri. Di pulau ini terbagi menjadi dua wilayah otonom pemerintahan; Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang.

[caption caption="Peta Pulau Bintan"]

[/caption]

 

[caption caption="Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang, Kepri"]

[/caption]

Yang disebut terakhir, Kota Tanjungpinang, merupakan ibukota dari propinsi ini. Di seberang Kota Tanjungpinang, terdapat sebuah pulau kecil yang menyimpan sejarah besar kerajaan Melayu, bernama Pulau Penyengat, yang juga akan menjadi salah satu destinasi yang akan kami tuju. Jaraknya hanya selemparan batu, sehingga sistem pemerintahannya masuk ke dalam wilayah Kota Tanjungpinang. Sementara, Bintan Resort, termasuk dalam wilayah Kabupaten Bintan.

Setelah tim dari Kompasiana memberikan pengarahan kepada peserta, kami pun bergegas meninggalkan Bandara RHF menuju tempat santap siang, Restoran Sederhana, yang berjarak sepuluh kilometer. Restoran ini berada di tepi laut, yang hanya dipisahkan sebuah jalan beraspal. Pemandangan yang elok sekali, yang salah satunya tampak dengan jelas Pulau Penyengat di seberang sana.

Sambil menyantap siang menu khas restoran yang tak sesederhana namanya ini, sesekali aku alihkan pandangan ke laut lepas, melihat seronoknya alam di depan sana. Feri-feri cepat yang merupakan transportasi utama masyarakat di propinsi ini, tampak berlalu-lalang menuju pulau-pulau sekitar yang ada di wilayah Kepri, seperti Batam, Karimun, Kundur, Lingga, dan Anambas. Bahkan, terdapat juga feri tujuan negeri jiran; Singapura dan Malaysia.

Kenyang mengisi perut, kami pun menuju destinasi selanjutnya. Betul sekali, sasaran perjalanan kami berikutnya adalah pulau yang terlihat tak jauh di seberang tadi, Pulau Penyengat. Dari Restoran Sederhana menuju pelabuhan satu menit saja dengan menggunakan bis. Sangat dekat. Pelabuhan menuju Penyengat berada terpisah dengan pelabuhan domestik dan internasional. Terlihat lebih sederhana.

Dari Tanjungpinang menuju Pulau Penyengat kami menggunakan perahu motor atau yang lebih khas disebut oleh warga setempat dengan nama Pompong. Jarak tempuhnya adalah 15 menit. Setibanya di dermaga Pulau Penyengat, tampak warga setempat sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, seperti pedagang makanan tradisional, tukang becak motor wisata, atau ada yang sekadar duduk-duduk santai di teras depan rumahnya.

Saat menginjakkan kaki pertama kali di Pulau Penyengat, maka yang terlihat adalah Masjid Penyengat, yang menjadi destinasi utama wisatawan. Pulau Penyengat merupakan pusat tempat bernaungnya kerajaan Melayu Riau (sekali lagi, meski bernama Riau, pulau ini masuk dalam wilayah Propinsi Kepri). Raja Ali Haji merupakan pemangku kerajaan di wilayah ini, yang juga merupakan seorang sastrawan ternama pada masanya. Gurindam yang memenuhi khazanah sastra di negeri ini merupakan hasil dari pemikirannya, yang dikenal dengan nama Gurindam Duabelas, yaitu berisi 12 nasihat tentang kehidupan dan beragama.

Salah satu bukti peninggalan kerajaan Melayu Riau yang masih bisa disaksikan hingga saat ini adalah Masjid Penyengat. Masjid ini dibangun, salah satunya, dengan menggunakan bahan perekat dari putih telur. Desain bangunannya yang unik dengan warna kuning muda yang mencolok sehingga dapat terlihat jelas dari pulau seberang, tepatnya dari bibir Kota Tanjungpinang.

Di Pulau Penyengat, kami mengelilingi pulau mungil ini dengan menggunakan becak motor wisata (BMW). Untuk satu kali trip atau putaran dengan menyinggahi beberapa spot utama seperti Makam Raja Ali Haji dan kerabatnya, rumah adat melayu, dan beberapa spot menarik lainnya, dikenakan tarif sebesar Rp. 30 ribu. BMW didesain menarik mirip seperti rumah adat Melayu, pada bagian atapnya diukir dengan bentuk serupa atap rumah adat suku setempat.

[caption caption="Penampakan lalu lalang feri tujuan domestik dan internasional"]

[/caption]

 

[caption caption="Di atas Pompong, menuju Pulau Penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Masjid Penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Salah satu sudut di Masjid Penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Ornamen khas Melayu di Masjid Penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Becak Motor Wisata di Pulau Penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Makam Raja Ali Haji"]

[/caption]

 

[caption caption="Rumah warga di Pulau penyengat"]

[/caption]

 

[caption caption="Peserta Eco Resort di Pulau Penyengat"]

[/caption]

Usai berkeliling di Pulau Penyengat, kami pun kembali menaiki pompong meninggalkan pulau nan penuh historis itu menuju pelabuhan Tanjungpinang, yang selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Vihara Avalokitesvara. Dari pelabuhan menuju Vihara tersebut ditempuh selama 20 menit perjalanan dengan menggunakan bis. Tempat ibadah umat Buddha ini konon, merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

Ornamen-ornamen yang menghiasi, baik di dinding maupun di halaman luarnya, sangat artistik. Diukir dengan nilai seni tinggi. Luasnya, setara dengan 1,5 lapangan sepakbola. Hamparan rumput hijau terhampar luas di hadapan, terasa puas memandangnya dari ketinggian 5 meter, dimana tempat bangunan utama vihara berada.

[caption caption="Vihara Avalokitesvara"]

[/caption]

 

[caption caption="Ukiran di Vihara Avalokitesvara"]

[/caption]

 

[caption caption="Halaman di depan Vihara Avalokitesvara"]

[/caption]

Hari semakin redup. Maghrib menjelang. Kami kembali memasuki bis pariwisata untuk dibawa menuju penginapan di kawasan Bintan Resorts, Lagoi. Perjalanan ditempuh selama 1,5 jam. Sepanjang perjalanan hanya disuguhi penampakan berupa hutan semak belukar di kiri dan kanan. Sesekali tampak rumah penduduk. Gelap pun mulai menerpa. Panorama alam yang tadinya terlihat hijau, kini berganti gulita.

Bis berhenti di sebuah pos sekuriti. Ternyata kami telah berada di pintu masuk kawasan Bintan Resort. Memasuki kawasan ini memang tidak sembarangan. Pemeriksaannya cukup ketat. Supir bis meminta izin sambil meneriakkan jumlah penumpang yang dibawanya. Akhirnya bis berhasil menembus batas kawasan yang terprivasi khusus dengan wilayah pemerintahan di Pulau Bintan lainnya ini.

Kawasan Bintan Resorts ini sangat luas. Di dalamnya terbagi lagi menjadi lima kawasan yang ditempati resor-resor mewah. Salah satunya adalah Nirwana Gardens, tempat kami akan menginap selama semalam. Dari pos sekuriti tadi ternyata masih harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk tiba di Nirwana Gardens, sekitar sepuluh menit perjalanan. Setiba di kawasan Nirwana Gardens, kami harus berhadapan sekali lagi dengan pos sekuriti, yang juga cukup ketat.

Kami tiba di Nirwana Gardens, yang kece berat. Yeay! Sebuah bangunan besar yang berisi kamar-kamar elegan di dalamnya. Petugas hotel dengan sigap membawa troli dan mengambil barang-barang kami untuk dibawakan ke lobi. Seorang wanita anggun menyambut kami sambil memberikan minuman welcome drink yang dipegangnya pada sebuah wadah. Minuman jahe dingin (tanpa es batu) di dalam sebuah gelas mungil yang rasanya bikin nagih. Ada manis-manisnya gitu. Sedap.

Tidak hanya disini, terdapat juga beberapa vila milik Nirwana di beberapa tempat terpisah, yang didesain dengan ragam bentuk nan artistik. Bahkan disediakan khusus resor murah bagi backpacker di tempat berbeda yang berkonsep rumah panggung. Resor ala backpacker ini bertarif satu juta per malamnya. Cakep bukan?

Aku menempati kamar nomor 2204 bersama Mas Joko, peserta Eco Resort Bintan asal Pulau Batam. Kamarnya aduhai sekali. Fasilitas di dalamnya sungguh bikin betah dan nyaman. Kasurnya yang empuk seakan membuat tubuh ini melekat erat di atasnya alias malas beranjak. Pemandangan diluar sana tampak gelap, namun aku yakin akan terlihat cantik saat pagi menjelang ketika matahari memancarkan sinarnya.

Tepat pukul 8 malam kami berkumpul di lobi untuk beranjak menuju restoran, yaitu makan malam di The Kelong, sebuah restoran berkelas di Bintan Resort. Menuju kesana ternyata harus menggunakan bis, karena terletak di tempat berbeda yang cukup lelah jika berjalan kaki. Lima menit kemudian kami tiba di restoran yang terletak persis di pinggir laut itu. Tentu saja, sajiannya tak jauh-jauh dari hewan-hewan yang ada di laut, seafood.

Kami menempati dua meja bundar, yang masing-masing diisi delapan orang. Setelah memesan, sang pelayan pun datang membawa pesanan-pesanan kami secara bertahap. Mulai dari udang goreng saos tiram, kepiting lada hitam, mie goreng melayu, dan makanan-makanan unik menarik lainnya. Semua menu itu masing-masing disajikan dalam sebuah wadah besar dengan porsi jumbo yang akan kami nikmati secara massal.

Tak ketinggalan tentu saja Gonggong, makanan khas yang menjadi primadona di tanah Melayu ini. Gonggong merupakan binatang sejenis keong yang memiliki rasa khas yang sungguh menggoyang lidah, apalagi dipadukan dengan sambal kecap yang rasanya manis-manis pedas. Maknyus. (Sampai nelen ludah saat menulis bagian ini. Terkenang nikmatnya. Hm..)

Wih, makan malam kali ini benar-benar membuat lupa semuanya. Lupa diet, lupa kolesterol, dan lupa isi dompet (yaiyalah, gratisan haha). Puas mencuci mulut, kami kembali lagi ke hotel. Saatnya melampiaskan rasa lelah selama seharian sekaligus pelampiasan terhadap rasa tak sabar ingin merasakan menginap kali pertama di kawasan Bintan Resorts yang super elegan ini. Meski aku ber-KTP Kepri, tepatnya di Pulau Kundur, dan pernah beberapa kali ke sini hanya sekedar menikmati pantainya, namun kali ini aku benar-benar akan merasakan terlelap di salah satu kamarnya. Makjleb. Selamat tidur!

[caption caption="Restoran The Kelong"]

[/caption]

 

[caption caption="Gonggong, makanan khas Kepri"]

[/caption]

Jarum jam menunjukkan pukul 5 pagi. Aku bergegas Sholat Subuh. Petunjuk arah kiblat terpampang di atas ubin. Sembari menanti hadirnya mentari. Perlahan, langit nan hitam kelam mulai remang. Samar-samar pemandangan diluar sana mulai terlihat. Beberapa menit kemudian sang mentari dengan tegas memancarkan sinarnya dengan terang. Benar dugaanku, dari balik jendela kaca transparan, aku melihat hamparan rumput hijau yang dihiasi aneka tanaman hias di sekitarnya. Ah, indahnya pagi ini. Aku mengambil kamera. Jepret!

Aku keluar dari kamar, jalan-jalan pagi di atas jalur pejalan kaki selebar gang, menyusuri kawasan taman nan luas di kawasan Nirwana Gardens. Melintasi kolam renang dengan desain unik ditengah-tengahnya. Menjejaki pasir pantai yang terletak tak jauh dari hotel. Rehat sejenak di kursi santai khas pantai sambil memandangi laut lepas di depan sana.

Perut mulai lapar, aku menuju restoran yang didesain terbuka yang tak jauh dari pantai untuk sarapan. Aku memilih kursi yang mengarah ke pantai, posisi wuenak untuk menyantap makanan sambil memandangi laut lepas. Menu sarapan tersaji lengkap, mulai dari khas western, chinese, korean, dan tentunya dari negeri tercinta, Indonesia. Saking lengkapnya, sampai bingung hendak memutuskan sarapan apa hari ini.

[caption caption="Menayapa pagi dari balik jendela kamar di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Santai"]

[/caption]

 

[caption caption="Sarapan di Restoran Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Penampakan taman dan pantai di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Peserta Eco-Resort Bintan membelakangi panorama di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Suasana di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

Pukul 8 pagi, kami berkumpul di lobi hotel, karena akan diajak oleh Pak Indra, F&B Manager di Nirwana Gardens, untuk menelusuri tiap sudut kawasan yang ada resort nan ciamik ini, dari ujung ke ujung. Karena lokasinya yang sangat luas, kami menggunakan kendaraan yang sering digunakan di lapangan golf, golf gar, untuk menjelajahi semua fasilitas di kawasan ini.

Tak jauh dari hotel tempat kami menginap, golf car yang kami naiki berhenti sejenak di sebuah kebun binatang, yang tentu saja berskala mini. Beberapa hewan jinak dan buas menempati di kebun binatang ini seperti, Buaya, Ular Piton, Landak, dll. Termasuk berbagai jenis burung-burung yang jarang ditemui, salah satunya Kakaktua yang berhasil membuat kami terpingkal dengan gelagatnya yang lucu, meniru ucapan manusia, dan berteriak-teriak histeris tak jelas.

Selama eksplorasi melihat villa-villa yang ada di kawasan Nirwana Gardens ini, jalan-jalan beraspal mulus yang ditempuh sungguh cantik dan asri serta bebas dari sampah. Penampakan berupa hutan rimbun di sisi kanan dan kiri membuat mata segar memandangnya.

Dalam penelusuran ini, ada satu vila yang harganya membuat aku mengelus dada, per malamnya Rp. 50 juta! Vila ini berada di puncak dengan pemandangan yang aduhai di setiap sisinya. Terdapat empat kamar di dalam vila ini, yang pisahkan dengan penampakan kolam renang yang berwarna biru tua nan segar di tengah-tengahnya. Selain kamar, terdapat juga 2 living room yang diapit oleh kamar-kamar tersebut. Vila super mewah ini pernah diinapi oleh mantan orang nomor satu di negeri ini, Pak SBY. Termasuk perdana menteri Malaysia dan Singapura. Menurut informasi, pernah ada empat orang sekawan turis asal Rusia yang menempati vila ini selama dua minggu!

[caption caption="Cantiknya vila-vila di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Vila budget untuk Backpacker"]

[/caption]

 

[caption caption="Keliling Nirwana Gardens menggunakan golf car"]

[/caption]

 

[caption caption="Akses jalan di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Kebun binatang mini di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Buaya di Mini zoo"]

[/caption]

 

[caption caption="Villa Rp. 50 juta per malam di Nirwana Gardens"]

[/caption]

 

[caption caption="Kamar mandi di villa Rp. 50 juta per malam"]

[/caption]

 

[caption caption="Gerbang masuk villa Rp. 50 juta per malam"]

[/caption]

 

[caption caption="view di villa Rp. 50 juta per malam"]

[/caption]

Setelah selesai menelusuri tiap sudut kawasan Nirwana Gardens, kemudian kami dibawa, masih berada di kawasan yang sama dengan menggunakan golf car, menuju tempat pertunjukan atraksi Gajah, Elephant Show. Tampak beberapa turis telah duduk manis di balkon, tempat duduk penonton. Kami pun turut memenuhi bangku-bangku kosong yang ada di balkon tersebut.

Seorang pemandu acara, telah bersiaga di tengah lapangan, di depan kami. Atraksi dibuka dengan tarian khas Indonesia, Melayu dan Sunda. Kemudian perlahan, satu per satu gajah keluar dari persembunyian, berbaris antri memutar lapangan, tanda acara akan segera dimulai. Berbagai atraksi ditunjukkan oleh Gajah-gajah pintar itu, mulai dari menebak angka, berjalan memanjati tempat yang lebih tinggi, hingga berjoget. Tiap atraksi selalu melibatkan penonton, termasuk berjoget bersama dua orang peserta Eco-Resort.

[caption caption="Elephant show"]

[/caption]

 

[caption caption="I love you, El!"]

[/caption]

Hari menjelang siang, kami kembali ke hotel untuk segera check-out. Bis pariwisata telah menanti di depan lobi. Setelah semua peserta mengambil barang dan berkumpul di lobi, kami pun bergegas menaiki bis tersebut, meninggalkan Nirwana Gardens.

Tapi petualangan belum selesai. Kami masih akan menginap di resort lainnya di kawasan Bintan Resorts ini. Tepatnya di Treasure Bay! Ya, aku menyematkan tanda seru di belakangnya karena benar-benar excited untuk mendatanginya, yang aku kira hanya bermain air dengan fasilitas water sport yang ada, tetapi tidak hanya itu, aku dan peserta lainnya juga akan menginap di dalam kawasan itu tepatnya di Hotel The Kanopi, yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah kolam renang berkonsep pantai, yang katanya, terbesar se-Asia Tenggara. Wow. The Kanopi adalah hotel yang unik, tidak seperti hotel pada umumnya, yang akan aku ceritakan nanti di paragraf berikutnya.

Dari Nirwana Gardens, sebelum menuju Treasure Bay, kami melakukan aktifitas mainstream berikutnya, Mangrove Tour, yaitu tur menyusuri hutan bakau. Hutan mangrove yang kami datangi ini masih berada di kawasan Bintan Resorts, sehingga tidak begitu jauh untuk menempuh ke sana, sekitar sepuluh menit. Bis berhenti di tepi jalan, bersebelahan dengan gerbang menuju dermaga Mangrove Tour, yang disekat oleh pepohonan hutan menjulang tinggi sejauh 30 meter.

Setibanya di dermaga, kami disambut oleh pemandu Mangrove Tour, dan memberikan pengarahan kepada kami sebelum memulai aktifitas tur ini. Kami menyewa dua boat kayu, masing-masing diisi delapan peserta, kapasitas boat itu bisa memuat hingga sepuluh orang.

Boat kayu yang kami tumpangi melaju cukup kencang. Aktifitas Mangrove Tour ini sungguh eksotis. Aku mengatakannya demikian karena setelah melintasi titik awalnya yang memang masih biasa saja, sebagaimana penampakan pulau-pulau pada umumnya, namun semakin memasuki kawasan pedalaman hutan ini, maka jarak-jarak pohon itu seperti tak ada sekat, bahkan bisa digapai oleh tangan. Dan juga selain itu, di dalamnya terdapat hewan melata yang mejeng di beberapa dahan bakaunya. Hewan melata itu adalah ular bakau! Untungnya, ular-ular yang berukuran lumayan besar itu sedang tertidur pulas, dan tidak mengganggu selama kita juga tidak mengganggunya. Cukup mendebarkan.

[caption caption="Menyimak arahan dari pemandu sebelum tur Mangrove "]

[/caption]

 

[caption caption="Siap eksplorasi Mangrove"]

[/caption]

 

[caption caption="Semakin memasuki pedalaman Hutan Mangrove"]

[/caption]

 

[caption caption="Pesona Mangrove, Pesona Indonesia"]

[/caption]

 

[caption caption="Penampakan Hutan Mangrove"]

[/caption]

 

[caption caption="Merapat sejenak"]

[/caption]

 

[caption caption="Peserta Eco Resort terbagi di dua boat"]

[/caption]

 

[caption caption="Narsis bersama Mangrove"]

[/caption]

Setelah puas menguras adrenalin melihat-lihat sepinya hutan bakau, sekali lagi, sebelum menyambangi Treasure Bay, sejenak kami mampir di Plaza Lagoi untuk makan siang, yang masih berada di kawasan Bintan Resorts. Plaza ini baru saja diresmikan tahun ini, 2015. Plaza nan mewah. Memasukinya seperti sedang berada di negara tetangga, Singapura. Tertata rapi, unik, dan bersih. Di seberangnya, terdapat sebuah hotel berbintang bernama Swiss Bell. Dan beberapa hotel lainnya di sekitar. Semua berada di satu kawasan. Tampaknya, beberapa tahun lagi, kawasan ini akan berubah menjadi lebih megah lagi. Karena masih ada beberapa bangunan yang belum selesai pengerjaannya.

Atap bangunan di plaza ini sedikit mirip rumah adat toraja, lancip di depannya. Di tengah-tengahnya berupa taman terbuka beratapkan langit, yang dilengkapi dengan beberapa air pancur. Kami memasuki Restoran Idola, yang terletak di salah satu sudut kawasan plaza ini. Harga makanan disini memang cukup menguras kantong, bayangkan saja, teh tarik yang biasanya aku nikmati dengan harga paling mahal Rp. 10 ribu, tapi disini, Rp. 50 ribu per gelasnya! Tapi jangan khawatir, terdapat stan bazar aneka jajanan di sebelahnya, yang harganya merakyat. Namun hanya ada di saat weekend, hari Minggu.

[caption caption="Suasana di tengah-tengah Plaza Lagoi, Bintan"]

[/caption]

 

[caption caption="Hotel Swiss Bell yang bersebelahan dengan Plaza Lagoi"]

[/caption]

Selesai makan siang di Plaza Lagoi, kami menuju tempat menginap untuk malam kedua. Ya, sebagaimana yang aku paparkan sebelumnya, kami akan menuju ke Treasure Bay. Disini, kami menginap di Hotel The Kanopi. Sesuai namanya, hotel ini didesain bak kanopi. Terkesan seperti tenda-tenda jamaah haji di Mekkah. Setiap 'tenda', merupakan satu kamar yang bisa ditempati untuk dua orang. Aku menempati kamar LV-04 bersama Mas Opi, salah seorang peserta Eco-Resort.

Hotel The Kanopi yang berjumlah 40 kamar ini, berada di ujung sudut kolam renang raksasa, tak jauh dari restoran Bora-bora di dekat lobi yang didesain terbuka. Hotel ini mirip sebuah kawasan perkampungan namun dengan kesan lebih elegan tentunya. Tak salah memang kalau hotel ini dikatakan mirip seperti tenda, karena temboknya tidak terbuat dari beton, melainkan bahan sejenis kain, yang tentu saja kain parasut yang sangat tebal dan berkualitas tinggi. Tetapi, pintunya tetap terlihat seperti biasa, berbahan kaca transparan, yang ditopang oleh tiang beton di kedua sisinya.

Meski begitu, fasilitas di dalamnya sangat mewah. Sebuah tempat tidur berkasur empuk yang ditutupi tirai putih. Karpetnya tidak seperti pada umumnya, namun dibuat dari bahan alami yang dianyam, terasa keras-keras empuk. Sepertinya bagus untuk kesehatan saat menginjaknya. Ada dua sofa yang terpajang di dalamnya, satunya berukuran panjang dan bisa difungsikan sebagai tempat tidur, satunya lagi berukuran sedang tempat untuk duduk santai.

Yang paling unik adalah kamar mandi. Jangan bayangkan kamar mandi ini berada di dalam ruangan sebagaimana hotel atau rumah, melainkan terletak di teras belakang, yang disekat dengan tembok tinggi dengan tanaman hias buatan yang menyelimuti di area temboknya, serta konsep atap yang tidak tertutup sempurna. Teman saya, Mas Opi, sempat risih untuk mandi di dalamnya, karena konsep kamar mandi yang tidak biasa itu.

[caption caption="Menuju kamar di Hotel The Canopi, Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Sofa panjang di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Sofa kecil di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="View dari balik pintu The canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Tembok The Canopi yang dilapisi sejenis kain tenda"]

[/caption]

 

[caption caption="Toilet di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Shower di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Ayunan santai di samping kamar The Canopi"]

[/caption]

[caption caption="Seperti ini letak posisi kamar mandi di The Canopi"]

[/caption]

Aku dan peserta Eco Resort Bintan lainnya diajak menelusuri untuk menggali informasi lebih jauh lagi tentang fasilitas apa saja yang ada di dalam Treasure Bay ini. Kami dipandu oleh Associate Director and Business Development of Treasure Bay, Benjo Tasning, seorang warga Indonesia yang masih sangat muda, sekitar 27-an tahun. Kami dipersilakan memasuki kapal yang mulai merapat di tepian kolam, yang berkapasitas limabelas orang. Ada kapal di kolam renang? Ya, ini fakta. Wajar saja, karena ukuran kolam renang ini sangat luas yaitu 6,3 hektar. Panjangnya sekitar 800 meter, sehingga cukup lelah jika harus menempuhnya dengan menyusuri tepian kolamnya dengan berjalan kaki.

Kapal yang berada di kolam ini sangat ramah lingkungan, menggunakan energi matahari sebagai penggeraknya. Sehingga tidak ada pencemaran terhadap air di kolam renang. Kapal berjalan santai, membawa kami, menuju titik paling ujung. Disana terdapat sebuah gedung lagi, dimana di halaman depannya terdapat ragam wahana yang bisa digunakan bagi penginap di Hotel The Canopi seperti motor skuter, segway, ford car, ATV (All Teraine Vehicle), yang tentunya semua wahana tersebut sangat ramah lingkungan.

Tenang saja, bagi yang tidak menginap di hotel di dalam kawasan Treasure Bay ini tetap bisa menggunakan wahana-wahana tersebut. Hanya saja, dikenakan biaya tertentu pada setiap wahana yang digunakan, dengan tarif yang berbeda setiap permainannya. Termasuk kapal yang membawa kami tadi, juga bisa disewa. Tetapi sebelumnya, sebelum memasuki kawasan Treasure Bay ini, pengunjung dari luar yang tidak menginap, dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 40 ribu per orang, yang nantinya diberikan tanda pengenal berupa gelang karet berwarna hijau.

Aku mencoba segway, wahana unik yang bentuknya menyerupai huruf T yang ditopang dengan dua buah roda. Saat berdiri di atasnya, maka otomatis keseimbangan akan terjaga karena ada sebuah mesin robot yang bekerja di dalamnya. Namun, jangan sekali-kali menggunakannya saat mesin tidak menyala, karena sudah dipastikan akan terjatuh. Menggunakan segway, untuk mengegasnya cukup dengan mencondongkan badan ke depan, dan dengan menggeser sedikit setang yang dipegang ke arah kiri atau kanan saat ingin membelokkan arah. Untuk rem, cukup jatuhkan tubuh ke belakang. Jangan khawatir, alat ini tidak akan membiarkan anda terjatuh selama mesin masih berstatus ON. Ngeri-ngeri sedap memang. Tetapi menyenangkan.

[caption caption="Solar Boat, kapal ramah lingkungan di kolam renang Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Treasure Bay, kolam renang air asin berkonsep pantai"]

[/caption]

 

[caption caption="View Hotel The Canopi dari lobi"]

[/caption]

 

[caption caption="Menyapa pagi di Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Sarapan"]

[/caption]

 

[caption caption="Sajian sarapan di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Bora-bora Cafe di The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Lobi Hotel The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Water Sport Cable Ski di Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Trotoar di sekeliling kolam renang di Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Menjajal skuter listrik di Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Menjajal Segway"]

[/caption]

 

[caption caption="Water sport di Treasure Bay"]

[/caption]

 

[caption caption="Suasana The Canopi yang mirip wilayah perkampungan"]

[/caption]

 

[caption caption="Jalan-jalan pagi di perkampungan The Canopi"]

[/caption]

 

[caption caption="Suasana di The Canopi"]

[/caption]

Malam hari, kami makan malam di Bora-bora Cafe, yang terletak di ujung kolam renang, atau bersebelahan dengan 'pemukiman' Hotel The Canopi. Saat malam tiba, penampakan Treasure Bay ini lebih romantis. Cahaya lampu kuning terpancar remang-remang pada beberapa bagian sudutnya, termasuk di beberapa tepian kolam renang raksasa itu.

Hotel The Canopi ini merupakan tempat terakhir kami menginap di kawasan Bintan Resort, karena keesokan harinya sudah harus kembali ke daerah masing-masing. Sebelum acara puncak, yaitu pengumuman pemenang live-tweet dan ngobrol-ngobrol santai, kami menyantap makanan terlebih dahulu, yang harganya sungguh aduhai. Harga menu makanan disini sepertinya memang dirancang untuk turis mancanegara. Aku memesan Pizza yang satu porsinya seharga Rp. 180 ribu. Serta minuman jus mangga dengan harga Rp. 60 ribu. Tentu saja tidak memberatkanku untuk menyantap semua makanan itu, karena kebaikan hati dari Kemenpar dan Kompasiana yang mempersilakan aku menghabiskannya secara gratis. Hehe.

Pemenang live-tweet terbanyak diraih oleh Bang Aswi, yang menge-twit hingga lebih dari seratus kali, yang tentunya tidak bisa tersaingi, karena peserta lainnya hanya menge-twit di bawah 50 twit. Sementara peraih twit terbaik diperoleh oleh Mas Opi. Setelah pengumuman pemenang live-tweet, kami ngobrol-ngobrol santai, masing-masing diberikan kesempatan untuk berbicara, mengungkapkan kesan dan pesan selama mengikuti kegiatan Blog Trip ini. Hingga tiba giliranku, memberikan kesan, selama perjalanan Blog Trip ini, "AWESOME!".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun