Mohon tunggu...
Fadli Rais
Fadli Rais Mohon Tunggu... Jalan-jalan ke kawasan Industri Candi -

Jomblo yang galau liat peperangan agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bertanya dan Berpikir di Bumi

1 November 2015   16:02 Diperbarui: 2 November 2015   14:00 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi ini selalu menjadi wahana yang sangat mengasyikan untuk mengajukan pertanyaan. Baik itu yang bias dilogikakan maupun yang jauh dari logika sehat manusia. Berbahagialah kawan-kawan bisa terdampar di bumi yang penuh dengan ribuan pertanyaan. Siapa saja, memiliki hak untuk berpikir. Selama ia masih menginjakkan kedua kakinya di bumi, tak ada yang bisa membatasi proses berpikir.

Bertanya menjadi kebiasaan oral yang selalu dimiliki oleh masing-masing individu. Seperti pepatah mengatakan “Malu bertanya sesat dijalan”. Pesanya simple saja, bertanyalah pada setiap yang kalian temui, karena itu akan memberikan jalan, baik itu menguntungkan ataupun merugikan. Yang terpenting adalah bertanya dulu. Bukan, akibat dari bertanya itu sendiri.

Pertanyaan yang pernah di ajukan oleh Thales (585) “Unsur apa yang terpenting di alam ini ?”[1] pertanyaan yang menimbulkan sebuah jawaban abstrak logis. Artinya sesuatu yang tidak beraturan ini sebenarnya bisa dilogikan dengan sebuah analisis yang cukup tajam. Unsur alam yang begitu banyak memang layaknya seperti air. Unsur yang memiliki peran penting disini merupakan satu bentuk yang dapat menyusun sesuatu. Air menjadi vital, karena alam ini memang sangat macam-macam unsurnya. Baik itu unsur berupa kebaikan maupun keburukan. Mereka saling berbaur untuk menjadi sebuah tempat yang nyaman.

Unsur yang utama ini berupa air kotor dan jernih. Kotor semestinya disamakan dengan keburukan begitupun jernih dengan kebaikan. Murid dari Thalles, Aneximandros bertanya “apakah alam ini memiliki bata ?”. Alam ini tidak memiliki batas, karena keterabatasan itu tidak akan menciptakan negasi yang abstrak logis. Sehingga ia mengajukan gagasan alam tak terbatas agar berkesinambungan dengan objek penelitian filsafat yang abstrak logis. Sehingga menimbulkan negasi antara udara dengan dingin, air dengan cair, dan api dengan panas.[2]

Kedua tokoh ini menjadi orang yang koplak dalam bertanya. Manusia-manusia yang hidup di daerah Miletus, Asia Kecil. Thales yang bertanya unsur dasar itu apa sedangkan Aneximenes oposisi dari unsur-unsur pembentuk alam. Meski alam yang tak selalu bersahabat dengan individu-individu yang melontarkan pertanyaan koplak.

Begitulah bumi, selalu menghasilkan karya-karya berupa pemikiran yang abstrak logis, supralogis, serta jalan yang berkelok. Berpikir dua kali saja tidak cukup, memerlukan ribuan bahkan ratus ribuan untuk kembli berpikir sembari bertanya. Bertanya sambil berpikir menjadikan dunia ini selalu indah. Manfatkanlah selama dilarang meng-koplak-kan diri dan orang lain.

 

[1] Bentrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan kaitanya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuna hingga sekarang terj. Sigit Jatmiko,dkk (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 33.

[2] Bentrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan kaitanya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuna hingga sekarang terj. Sigit Jatmiko,dkk (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 35.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun