Pertarungan Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng menuju kursi Demokrat-1 mulai ramai. Berbagai analisis dan komentar di rumah sehat ini mengunggulkan masing-masing pihak. Saya mencoba melihat dari kacamata lain, bagaimana Demokrat pasca Munas ?.
Sebagaimana PDIP saat kongres di Bali, suara-suara untuk mengganti Megawati sebagai Ketua Umum juga ramai berhembus sebelum kongres. Dua anak Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo dikabarkan akan ikut bertarung dalam pemilihan ketua umum. Adik Megawati, Guruh Soekarnoputra bahkan telah mendeklarasikan diri untuk menggantikan kakaknya tersebut. Namun akhirnya tercapai aklamasi untuk memilih kembali Megawati sebagai Ketua Umum PDIP 2010-2015. Alasan klasik adalah "menjaga keutuhan partai menuju 2014".
Dinamika munas ataupun kongres partai pasca 2009 senantiasa memperhitungkan kalkulasi kepentingan politik 2014. Yang baru saja hajatan adalah PDIP & PKPI. PDIP memilih Megawati tentu dengan alasan agar tidak tercipta sempalan yang dapat mengganggu kepentingan partai di masa yang akan datang seperti yang pernah dilakukan oleh Roy BB Janis & Laksamana Sukardi dengan membentuk PDP. Memilih Megawati juga untuk mengamankan sikap politik PDIP sebagai oposisi di tengah terpaan angin sorga yang menggodaTaufik Kemas sang Pembina Partai. Sementara PKPI mendudukkan Soetiyoso yang juga pernah mencalonkan diri jadi Ketum Demokrat pada Munas Bali 2005. Alasan PKPI bisa diduga untuk menguatkan pesona partai dan juga finansial untuk bisa mendaftarkan diri kembali sebagai peserta Pemilu.
Bagaimana dengan Demokrat ?. Munas ini tidak main-main. PDIP pernah menjadi pemenang Pemilu namun drop pada Pemilu berikutnya. Partai Demokrat tentu saja tidak akan mengulang kisah sedih yang sama. Partai ini selain harus menjadi partai modern sebagaimana pesan SBY - Ketua Dewan Pembina, juga harus tetap memenangkan Pemilu dan juga Pemilihan Presiden. SBY sudah tidak memungkinkan lagi menjadi presiden untuk ketiga kalinya sehingga Partai Demokrat dalam memilih nakhoda haruslah juga orang yang menjadi playmaker dalam pemilihan calon presiden 2014.
Berkaca pada Munas Partai Demokrat di Bali 2005 yang mendudukkan adik ipar SBY Hadi Utomo sebagai Ketua Demokrat yang 'hanya' pensiunan kolonel berimbas pada hengkangnya beberapa purnawirawan jenderal dari struktur Partai Demokrat, SBY tentu tidak akan mengulang arogansi yang sama meski kemudian para jenderal itu kembali turun tangan dalam pemenangan SBY-Boediono, tetapi SBY memperoleh pelajaran berharga makna kepangkatan dalam struktur partai yang juga dijalankan secara komando.
Kali ini yang direstui bertarung keduanya adalah sipil. Cukup adem untuk melihat bahwa belum ada kepentingan militer dalam pertarungan tersebut. Tapi SBY sangat punya kepentingan untuk merangkul militer sehingga dia memiliki kalkulasi masing-masing kandidat yang dapat menggolkan kepentingan militer. Saya menganggap pilihan itu jatuh pada Alfian Mallarangeng (AM). Jika AM menjadi Ketua Umum Demokrat, sebagaimana analisis Pak Prayitno bahwa untuk menjadi Capres di negeri ini selalu harus menggawangi dulu partai besar, ini akan menjadi pengecualian. AM tentu sadar secara geopolitik dia akan sulit menjadi capres.
Jika AM ngotot menjadi capres, dia akan berhadapan dengan Prabowo beserta seluruh gerbong militer yang akan dibawanya. Santer terdengar kabar saat Pilpres 2009 kemarin Prabowo hanya test case untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap dirinya sehingga assetnya yang triliunan hanya digunakan 'tidak seberapa' dalam membiayai Pilpres. Pilpres 2014 dia akan all-out untuk memenangkannya.
SBY dan Partai Demokrat tentu akan memeperhitungkan kondisi tersebut sehingga calon dari Partai Demokrat haruslah memiliki chemistry dengan militer. Dibandingkan Anas, AM lebih mudah dibuat legowo dengan status geopolitiknya. Sangat berbeda dengan Anas yang memiliki gerbong besar di luar Partai Demokrat. Semangat progressif keluarga besar HMI serta arus kanan yang melihat Anas sebagai aktivis islam moderat akan membuat ia bertahan untuk menjadi capres dari Demokrat jika ia menjadi ketua umum.
Jika capres Demokrat bukan dari ketua umum, lalu siapa ?
Ani Yudhoyono menjadi orang pertama yang saya jagokan. Popularitasnya mendampingi SBY sebagai lady first banyak mengundang pesona. Di keluarga besar militer ia sangat acceptable, apalagi SBY telah mematikan Agum Gumelar, Ketua Umum Pepabri dengan menempatkan istrinya, Linda dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Di kalangan grass root ia juga sangat terkenal. Jika Ibu Ani digadang menjadi capres 2014, hanya dibutuhkan polesan akhir menjelang 2014 untuk mengasah elektibilitasnya.
Selain Ani Yudhoyono, saya juga menjagokan Joko Suyanto sebagai capres demokrat. Lagi-lagi pertimbangan chemistry militer. Joko Suyanto memiliki pesona untuk menjegal Prabowo dalam merangkul militer. Keberhasilan Joko Suyanto mengomandoi Tim Echo pada Pilpres 2009 menunjukkan kepiawaiannya dalam penguasaan teritorial dalam mengarahkan konstituen.
Kepercayaan dan ketergantungan SBY terhadap militer sangat jelas ditunjukkan dalam Pilpres 2009 dimana dia membentuk 9 tim yang bertabur jenderal. Joko Marsekal (Purn) Suyanto di Tim Echo, Jenderal (Purn) Sutanto & Marsekal (Purn) Herman Prayitno di GPS, Mayjen (Purn) Abikusno di Tim Delta, Mayjen (Purn) Sardan Marbun di Tim Romeo, Letjen (Purn) M Yasin di Barindo, Letjen (Purn) Sudi Silalahi di Yayasan Dzikir SBY Nurussalam.
Nah, mampukah SBY memenangkan AM pada Munas besok di Bandung ? kita lihat saja peran Ibas yang tetap ingin menjadi anak presiden untuk ketiga kalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H