Mohon tunggu...
M FADLIN JUMARLAN
M FADLIN JUMARLAN Mohon Tunggu... -

NAMA : M FADLIN JUMARLAN NIM :E1B012025 Prodi : PPKn (pagi) Semester : 6

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tambora Menyapa Dunia Icon Kab. Dompu

15 April 2015   06:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1815 adalah tahun bersejarah bagi perubahan iklim di dunia. Banyak juga yang menyebutnya sebagai “kiamat kecil” lantaran pada tahun tersebut Gunung Tambora meletus hebat.

Gunung Tambora merupakan stratovolcano aktif yang terletak di Pulau Sumbawa. Letusan gunung  setinggi 2.851 m dpl itu menjadi letusan terbesar sejak letusan Danau Taupo pada 181. Sebelumnya, Gunung Tambora memiliki tinggi 4882 m dpl dan menjadi puncak tertinggi kedua di Indonesia setelah Jaya Wijaya. Namun letusan yang luar biasa besar melenyapkan hampir separuh tubuhnya.

Kaldera abadi akibat letusan pun sangat besar seluas 7 km, sementara jarak antara puncak dengan dasar kawahnya sedalam 800 meter. Total kematian yang ditimbulkan adalah 71.000 jiwa, bahkan ada sumber yang menyebut data korban hingga 92.000 jiwa.

Letusan tersebut terdengar hingga ke Pulau Sumatera, Makassar dan Ternate sejauh 2.600 km. Berikutnya, 400 juta ton gas sulfur menguasai langit hingga jauh di atas awan mencapai 27 mil ke strastofer, debu tebalnya bahkan telah menyelimuti Pulau Bali dan mematikan vegetasinya. Saking tebalnya abu-abu yang berterbangan di langit, sepanjang daerah dengan radius 600 km dari gunung tersebut terlihat gelap gulita selama dua hari karena sinar matahari tak mampu menembus tebalnya abu.

Abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia, menyobek lapisan tipis ozon, menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun kemudian turun melalui angin dan hujan ke Bumi. Satu tahun berikutnya (1816), sering disebut sebagai tahun tanpa musim panas karena terjadi perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa yang disebabkan oleh debu letusan Tambora ini.Selain itu, terjadi gagal panen di China, Eropa dan Irlandia. Bahkan terjadi tragedi kelaparan di Perancis yang menyulut kerusuhan di negeri itu.

Letusan Gunung Krakatau tahun 1983 terasa sangat hebat, namun letusan Gunung Tambora 4x lipat lebih dahsyat. Peristiwa bersejarah ini sering dikaitkan dengan nama Tambora yang berasal dari dua kata, yakni "ta" dan "mbora" yang berarti ajakan menghilang.

Kini dua abad sudah, Indonesia mengenang masa yang disebut "kiamat kecil" itu. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar acara "Tambora Menyapa Dunia" di Kabupaten Dompu, NTB. Presiden Joko Widodo dan Menteri Pariwisata Arief Yahya hadir pada hari pertama perayaan "Tambora Menyapa Dunia", Sabtu (11/4). Acara ini juga bertepatan dengan hari jadi kabupaten Dompu, yaitu 11 April 1815. Mereka meresmikan Gunung Tambora sebagai kawasan taman nasional terbaru di Indonesia. Jokowi menyampaikan dalam sambutannya, Tambora harus lebih dikenal dunia. Masyarakat perlu lebih tahu soal Bima dan Dompu, serta NTB secara keseluruhan. Festival "Tambora Menyapa Dunia" juga akan digelar rutin tiap tahun jelasnya.

Perayaan digelar meriah. Berbagai kegiatan diselenggarakan, mulai bakti sosial, pasar rakyat, pesta kuliner, sampai pendakian dan penghijauan gunung. Masyarakat pun menyatu. Kegiatan seni budaya semakin memeriahkan "Tambora Menyapa Dunia". Seluruh sanggar seni diperkenalkan. Mereka menyajikan musik, tari, juga upacara selamatan dan pawai budaya.

Kegiatan alam juga menjadi salah satu penarik. Ada Tambora Bike, lari 10 kilometer, pacuan kuda dengan joki cilik, berlari di padang savana, dan festival layang-layang. Ada pula ekspedisi mendaki bersama para selebriti. Bukan hanya pendatang, masyarakat setempat juga memenuhi lokasi penyelenggaraan festival "Tambora Menyapa Dunia". Penduduk lokal dengan busana tradisional Rimpu Cala, atau dua lembar kain sarung saja, memadati lokasi festival.

Pemerintah Dompu NTB melakukan kordinasi dengan seluruh sekolah Dompu NTB agar siswa-siswi mengenakan pakaian adat. Menariknya, pelajar siswi diwajibkan mengenakan Rimpu dalam kegiatan ini. Sedikit saya uraikan apa itu rimpu. Rimpu, merupakan pakaian adat Dompu-Bima yang menggunakan kain tenun atau kain sarung sebagai busana Muslimah. Konsep Rimpu juga sama dengan kerudung syari. Yaitu kain yang memanjang hingga menutupi seluruh tubuh tanpa memperlihatkan lekuk tubuh.

Maka dari itu, marilah kita kenang dua abad meletusnya gunung tambora, letusan gunung yang termaksud letusan terdahsyat dalam sejarah umat manusia serta lahirnya Kabupaten Dompu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun