Mohon tunggu...
Fadli Marsendi
Fadli Marsendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Program Studi Pendidikan IPS Universitas Pendidikan Indonesia

Suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengubah Perspektif: Mengapa Pembelajaran IPS Bisa Jadi Menarik dan Relevan

21 Desember 2024   06:48 Diperbarui: 21 Desember 2024   06:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Pernahkah Anda mendengar siswa mengeluh tentang mata pelajaran IPS? "Ah, IPS itu cuma hafalan," atau "Kenapa kita harus belajar sejarah yang sudah berlalu?" adalah beberapa respons yang sering muncul. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kerap mendapat label sebagai mata pelajaran yang membosankan, kurang relevan, dan membebani siswa dengan fakta-fakta yang tampaknya tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka. Sayangnya, stigma ini tidak hanya muncul dari siswa, tetapi juga terkadang dari masyarakat luas, termasuk orang tua dan bahkan beberapa pendidik.

Namun, anggapan tersebut jauh dari kenyataan. Pada hakikatnya, IPS adalah salah satu mata pelajaran yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran ini membahas bagaimana masyarakat berkembang, bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain, serta bagaimana sejarah membentuk dunia yang kita tinggali saat ini. Selain itu, IPS mengajarkan nilai-nilai penting seperti toleransi, empati, dan tanggung jawab sosial. Permasalahannya bukan terletak pada mata pelajaran IPS itu sendiri, melainkan pada pendekatan pembelajarannya. Dalam banyak kasus, metode pengajaran IPS kurang mampu menarik perhatian siswa. Alih-alih menjadi pengalaman belajar yang menarik dan bermakna, pembelajaran IPS sering kali hanya menjadi rutinitas akademis yang membosankan.

Pada intinya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mengajarkan siswa tentang manusia dan interaksinya dalam masyarakat. IPS bukan sekadar hafalan atau catatan sejarah yang tertutup oleh waktu, melainkan pelajaran yang hidup, dinamis, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mempelajari IPS sebenarnya adalah mempelajari diri kita sendiri—cara kita berpikir, berkomunikasi, bekerja sama, dan menghadapi tantangan hidup. Sebagai contoh, ketika siswa mempelajari topik ekonomi, mereka bukan hanya diajak memahami bagaimana pasar bekerja atau bagaimana uang bergerak, tetapi juga bagaimana keputusan ekonomi memengaruhi kehidupan mereka. Begitu juga ketika belajar tentang geografi, siswa tidak hanya memahami letak gunung atau sungai, tetapi juga bagaimana kondisi geografis memengaruhi budaya dan gaya hidup masyarakat di sekitarnya. 

Pada masa kini, dengan meningkatnya isu-isu global seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, atau migrasi, pembelajaran IPS menjadi semakin relevan. Siswa tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga memahami bagaimana teori tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang nyata. Hal inilah yang membuat IPS menjadi lebih dari sekadar pelajaran di kelas; ia adalah pintu menuju dunia yang lebih luas. Artikel ini akan membahas bagaimana cara mengubah perspektif tersebut, menjadikan IPS sebagai mata pelajaran yang menyenangkan, relevan, dan membekas dalam kehidupan siswa.

 

PEMBAHASAN

Ketika kita berbicara tentang IPS, kita berbicara tentang ruang yang penuh dengan potensi: potensi untuk memahami manusia, masyarakat, dan dunia. Sayangnya, dalam praktiknya, potensi ini sering kali terhambat oleh pendekatan pengajaran yang kurang optimal. Salah satu masalah terbesar adalah metode pembelajaran yang terlalu berpusat pada hafalan. Bayangkan seorang siswa duduk di kelas, mendengarkan guru yang dengan serius menjelaskan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Guru berbicara tentang tanggal, tokoh-tokoh penting, dan peristiwa-peristiwa seputar kemerdekaan. Tetapi apakah siswa benar-benar memahami emosi, perjuangan, dan makna dari peristiwa tersebut? Dalam banyak kasus, jawaban adalah tidak. Mereka hanya mengingat tanggal 17 Agustus 1945 dan nama-nama seperti Soekarno dan Mohammad Hatta tanpa mengaitkannya dengan konteks yang lebih luas atau relevansi terhadap kehidupan mereka hari ini. 

Selain itu, cara pengajaran yang terlalu teoritis dan minim interaksi juga menjadi kendala. Banyak siswa merasa bahwa pembelajaran IPS adalah proses satu arah, di mana guru berbicara sementara mereka hanya mendengarkan dan mencatat. Tidak ada ruang untuk bertanya, berdiskusi, atau menghubungkan materi dengan pengalaman pribadi mereka. Hal ini membuat pembelajaran terasa seperti kewajiban daripada perjalanan eksplorasi yang menyenangkan. 

Tidak hanya itu, banyak materi IPS yang terasa jauh dari kehidupan siswa. Ketika membahas revolusi industri, misalnya, siswa mungkin tidak melihat relevansi antara pabrikpabrik di Inggris abad ke-18 dengan dunia modern yang mereka kenal. Padahal, jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi atau isu-isu tenaga kerja saat ini, materi tersebut bisa menjadi lebih hidup dan relevan. Stigma bahwa IPS adalah pelajaran yang membosankan bukanlah hal baru. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan hal ini: 

Metode Pembelajaran yang Monoton

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun