Mohon tunggu...
Fadlil Chairillah
Fadlil Chairillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Jakarta

Berawal dari ketidaktahuan dan berusaha untuk tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santri Bukan Berasal dari Anak Nakal

22 Oktober 2022   16:31 Diperbarui: 24 Oktober 2022   03:37 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: almunawwir.com

Jika dibaca dari judulnya saja mungkin kalian mengira jika itu stigma yang dibuat oleh masyarakat. Tapi stigma tersebut ada benarnya---faktanya ada sebagian masyarakat terkhusus orang tua yang mempunyai anak yang nakalnya minta ampun.

Maka, ancamannya bukan hanya sabetan sapu lidi, pecutan ikat pinggang, tetapi ancaman untuk memasukan anaknya ke pondok pesantren. 

Pertanyaannya kenapa ke Pondok Pesantren? Apakah sekolah umum tidak bisa menampung anak nakal juga? Kenapa Pondok Pesantren terlihat begitu istimewa untuk para orang tua yang mempunyai anak nakal? Penulis ingin memberi opini terkait hal tersebut.

Perlu diketahui bahwa fungsi institusi Pendidikan ialah tempat untuk menempa peserta didik agar punya wawasan intelektual dan budi pekerti yang baik. 

Dari situ bisa dipahami jikalau institusi pendidikan; Sekolah, Madrasah, Pondok Pesantren, TPA itu harus mempunyai 2 fungsi yang telah penulis sebutkan diatas. 

Jika tidak ada salah satu dari fungsi tersebut, maka bisa dibilang anomali pendidikan. Kenapa saya bisa bilang itu sebuah anomali? Karena hasil akhir dari seorang yang terpelajar ialah mampu melangkah di jalan yang "lurus" dengan membawa wawasan intelektual dan budi pekerti yang baik.

Maka tidak benar jika santri yang terdidik didalam Pondok Pesantren atau semacamnya harus berasal dari anak yang nakal. 

Institusi pendidikan itu universal, terbuka untuk semua kalangan---mau itu anak yang nakal, baik, berasal dari golongan tertentu, atau dari strata sosial tertentu dan lain sebagainya, semua terbuka bagi seseorang yang mau dirinya terpelajar. 

Ngomongin perihal santri, apa sih definisi santri itu? Apakah sama dengan siswa-siswi? 

Disini penulis sepakat dengan pengertian santri yang dicetuskan oleh KH Mustofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus, yakni Santri adalah murid kiai yang dididik dengan kasih sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (yang tidak goyah imannya oleh pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan)," 

Menurut Penulis, terminologi santri itu memang cenderung berkonotasi agamis, walaupun defisini santri itu sangat beragam. Intinya mau santri atau siswa itu sama saja secara substansi yaitu orang yang belajar kemudian menjadi terpelajar.

Santri harus bagaimana?

Santri wajib menyandang 3 pondasi utama sebagai seorang muslim yang ideal dan terdidik yaitu, Iman, Islam, dan Ihsan. 

Santri saat ini harus beranjak dari pemikiran dan sikap yang kuno dan tertinggal, tidak terpengaruh oleh efek negatif modernisme yang mendisrupsi pola sikap keislaman seorang santri.

Ia wajib memanen ilmu dari para kiai/guru-gurunya serta mengamalkannya, meneladani sikap sederhananya, dan mengontrol sikap dan perilakunya di lingkungan yang sungguh sangat "abu-abu" seperti sekarang ini.

Gelar santri bukan hanya dipakai di dalam institusi pendidikan saja, tetapi gelar itu dipakai dimana pun santri itu berpijak. Santri tak boleh bermain 2 muka, di lingkup pendidikan lain pun di luar pendidikan juga.

Kesejarahan santri di Indonesia memang diwarnai dengan beragam cerita, salah satu peristiwa yang paling fenomenal ialah pada tanggal 22 Oktober 1945 dianggap sebagai resolusi jihad bagi para santri dan ulama dalam memperjuangkan tanah air Indonesia dari tangan kolonial saat itu. 

Sudah sepatutnya semangat sejarah tersebut harus dimanifestasikan hingga hari ini. Api sejarah dari peristiwa tersebut haruslah membakar jiwa santri dalam menuntut ilmu dan menyebarkan nilai-nilai keislaman yang Rahmatan lil 'alamin. 

Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun